Hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan kebencian, dengki, dan prasangka buruk. Waktu kita di dunia hanyalah sebentar, dan apa yang kita tinggalkan bukan sekadar jejak kaki, tetapi jejak kebaikan. Maka, menghias hidup dan pandangan di jalan kebaikan adalah sebuah pilihan bijak yang tak hanya menyelamatkan diri kita di dunia, tapi juga menjadi tabungan berharga di akhirat.
Kita Hidup di Dunia yang Terlalu Bising
Di zaman yang serba cepat ini, terlalu mudah bagi kita untuk tergelincir dalam riuhnya fitnah, kabar buruk, dan perang opini. Media sosial penuh dengan caci maki, perselisihan pendapat, dan saling jatuh menjatuhkan. Orang mudah tersinggung, gampang menghina, dan seringkali lupa bahwa mulut, tangan, dan pikiran yang kita gunakan akan dimintai pertanggungjawaban.
Di tengah keruhnya suasana seperti itu, menghias pandangan dengan kebaikan menjadi hal yang mahal. Bukan berarti menutup mata dari keburukan, tapi membiasakan diri untuk melihat sisi baik dari segala sesuatu. Karena sesungguhnya, apa yang kita lihat bergantung pada cara kita memandangnya.
Melatih Pandangan Baik di Tengah Keragaman
Tidak semua orang akan sejalan dengan kita. Tidak semua pendapat bisa kita terima. Tapi itu bukan alasan untuk membenci, apalagi menzalimi. Justru di sanalah letak ujian hati: mampu tetap bersikap baik kepada yang berbeda, bisa tetap mendoakan yang memusuhi, dan tetap menebar kebaikan meski dibalas keburukan.
Menghias hidup di jalan kebaikan artinya membiasakan diri memberi manfaat. Sekecil apa pun itu. Bisa berupa senyuman, kata-kata yang menenangkan, membantu orang yang kesulitan, atau bahkan sekadar menahan diri dari berucap buruk.
Kebaikan Itu Menular
Percayalah, kebaikan sekecil apa pun tidak akan pernah sia-sia. Senyum yang tulus bisa menghapus letih seseorang. Sapa hangat bisa menguatkan hati yang hampir menyerah. Sedekah sederhana bisa menjadi penyambung hidup bagi yang membutuhkan.
Bila kita terus menghias hidup dengan kebaikan, suasana sekitar pun akan berubah. Orang yang tadinya keras hati bisa luluh. Yang pendendam bisa pelan-pelan memaafkan. Karena pada hakikatnya, kebaikan itu menular, dan akan kembali kepada pelakunya dalam bentuk yang berlipat ganda.
Hidup Tidak Perlu Dihabiskan untuk Membenci
Kita sering lupa, bahwa waktu yang kita gunakan untuk membenci, mengumpat, atau menyebar fitnah, sesungguhnya lebih melelahkan dan menyakitkan diri sendiri. Sebaliknya, waktu yang dihabiskan untuk berbuat baik, berbagi, dan menyemangati, justru akan membawa ketenangan.
Jangan jadikan hidup ini panggung pertengkaran. Jangan jadikan usia kita ladang permusuhan. Sebab hidup yang baik bukan diukur dari siapa yang paling tinggi suara atau kuasanya, tapi siapa yang paling banyak manfaatnya.
Mari Hiasi Hidup dengan Kebaikan
Mulai dari diri kita, mulai dari hal kecil. Berusaha berkata baik, berpikir positif, memaafkan kesalahan orang lain, dan membantu yang membutuhkan. Tak perlu menunggu jadi orang kaya atau orang besar untuk berbuat baik. Setiap orang bisa jadi sumber kebaikan, sekecil apa pun perannya.
Karena dunia ini tidak kekal. Jabatan, harta, popularitas, dan kekuasaan akan habis. Yang abadi hanyalah amal baik yang kita tinggalkan. Maka, hiasilah hidup dan pandangan kita dengan kebaikan, agar saat tiba waktunya, kita meninggalkan nama baik, bukan hanya nama.
Maka Di tengah dunia yang sibuk mencari kesalahan orang lain, jadilah pribadi yang sibuk memperbaiki diri. Di tengah dunia yang gemar saling menjatuhkan, jadilah pribadi yang gemar menguatkan. Di tengah dunia yang sibuk mencaci, jadilah pribadi yang sibuk memaafkan.
Karena sejatinya, hidup ini bukan tentang siapa yang paling cepat sampai, tapi siapa yang paling ikhlas berbagi kebaikan sepanjang jalan. Mari, hiasi hidup kita, pandangan kita, dan langkah kita dengan kebaikan.
Azhari