Oleh: Azhari
Hari ini, banyak orang berlomba-lomba ingin dipandang hebat. Sibuk pamer gelar, sibuk menunjukkan pencapaian, sibuk berburu pujian. Tapi apa gunanya semua itu bila perilakunya laknat?
Hebat itu bukan di mulut, tapi di sikap.
Bukan di panggung, tapi di hati.
Bukan di banyaknya kata, tapi di indahnya akhlak.
Apa artinya mengaku pemimpin bila suka menindas?
Apa artinya bergelar ustaz bila lidahnya menusuk?
Apa artinya dipanggil tokoh bila wataknya sombong?
Apa artinya dipuji pintar bila senangnya menipu?
Jangan bangga disebut hebat bila laku buruk, mulut kotor, hati busuk. Sebab sehebat-hebat manusia di mata manusia, tak ada artinya bila di hadapan Tuhan justru hina.
Ingat, kemuliaan bukan diukur dari kekayaan, jabatan, atau gelar. Tapi dari seberapa banyak manfaat yang kita beri, dan seberapa bersih hati yang kita jaga.
Lebih baik biasa saja, tapi santun.
Lebih baik sederhana, tapi jujur.
Lebih baik tidak dipuja, asal hidup berkah.
Karena hebat yang sejati tak perlu diumbar. Ia terlihat dari cara bersikap, dari ketenangan saat dihina, dari keikhlasan saat berbagi, dan dari ketegasan saat membela kebenaran.
Akhir Kata
Jangan gaku hebat bila prilaku laknat. Karena dunia ini sementara, dan yang abadi hanyalah amal serta nama baik. Kita akan diingat bukan karena jabatan, tapi karena kebaikan.