Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Kesehatan dan Kesempatan untuk Berbuat Baik

Rabu, 04 Juni 2025 | 22:00 WIB Last Updated 2025-06-04T15:00:18Z




Oleh: Azhari 

Di dunia yang serba cepat dan kompetitif seperti sekarang, sering kali kita terjebak dalam rutinitas, mengejar ambisi, memikirkan kebutuhan diri sendiri, dan lupa bahwa sesungguhnya nikmat terbesar dalam hidup ini adalah kesehatan. Tubuh yang kuat, pikiran yang jernih, dan langkah yang bebas — itulah modal utama bagi manusia untuk berbuat baik. Sayangnya, nikmat ini kerap kita anggap biasa, sampai suatu saat ia diambil, baru kita sadar betapa berharganya.

Ada sebuah pepatah bijak, “Sehat itu mahal, tapi baru terasa nilainya saat sakit datang.” Ketika tubuh lemah, pikiran tak fokus, atau ruang gerak terbatas oleh penyakit, kita baru sadar bahwa selama ini mungkin terlalu abai. Lebih dari itu, kesehatan bukan hanya soal bisa makan dan tidur nyenyak, tapi juga tentang bagaimana kita menggunakan tubuh dan pikiran yang sehat itu untuk memberi manfaat bagi orang lain.

Sehat adalah Amanah

Dalam perspektif agama maupun kemanusiaan, kesehatan bukan sekadar anugerah, tapi amanah yang harus dijaga. Tubuh ini bukan milik kita sepenuhnya. Ia titipan yang suatu saat akan dimintai pertanggungjawaban. Karenanya, menjaga kesehatan adalah bentuk rasa syukur, dan menggunakan tubuh yang sehat untuk hal-hal baik adalah bagian dari tugas mulia manusia di dunia.

Betapa banyak orang di luar sana yang ingin sekali sekadar bisa berjalan tanpa alat bantu, berbicara tanpa sesak, atau menikmati udara pagi tanpa rasa sakit di dada. Sementara kita yang masih sehat, justru sering mengeluhkan hal-hal sepele, enggan bergerak, malas berbagi, dan terlalu sibuk mengejar urusan diri sendiri.

Padahal, tubuh yang sehat adalah peluang untuk berbuat kebaikan sebanyak-banyaknya. Setiap langkah kaki bisa menjadi sedekah, setiap senyuman bisa jadi pahala, dan setiap tenaga yang dicurahkan untuk membantu sesama bisa menjadi investasi akhirat yang tak pernah rugi.

Kesehatan dan Kebaikan Itu Saling Berkait

Ada hubungan kuat antara kesehatan dan kebaikan. Orang yang suka berbuat baik cenderung memiliki kondisi jiwa yang lebih tenang, imun tubuh yang lebih kuat, dan risiko stres yang lebih rendah. Sebaliknya, orang yang dipenuhi iri, dengki, amarah, dan kebencian lebih rentan sakit, cepat lelah, dan mudah terserang penyakit.

Berbuat baik bisa menjadi terapi. Saat kita menolong orang lain, ada hormon kebahagiaan yang terlepas dalam tubuh. Riset psikologi menyebutkan bahwa aktivitas sosial yang positif dapat meningkatkan produksi endorfin dan serotonin, dua zat dalam tubuh yang berperan menjaga mood dan imunitas.

Jadi, berbuat baik bukan hanya bermanfaat bagi orang yang menerima, tapi juga menyehatkan bagi yang melakukannya.

Kesempatan Tak Datang Dua Kali

Satu hal yang sering kita lupakan adalah bahwa kesempatan untuk berbuat baik tak selalu hadir dua kali. Bisa jadi hari ini kita sehat, bisa menolong tetangga yang sakit, bisa menyumbang tenaga untuk membersihkan masjid desa, bisa berbagi ilmu di pengajian kecil, atau sekadar menemani kawan yang sedang susah hati.

Namun esok, siapa yang tahu? Bisa jadi tubuh yang kuat ini melemah, langkah yang ringan ini berat, atau bahkan nyawa ini dicabut. Jangan sampai kita menyesal karena terlalu menunda kebaikan. Terlalu sibuk mengejar dunia, lupa bahwa waktu terus bergerak dan kesempatan tak selalu kembali.

Ada banyak kisah orang yang baru menyesal di akhir hayat. Ingin berbuat baik, tapi tubuh tak lagi mampu. Ingin meminta maaf, tapi waktu tak mengizinkan. Ingin membantu, tapi usia tak memberi ruang. Karenanya, selama sehat, perbanyaklah berbuat baik. Sekecil apa pun itu, karena bisa jadi itulah yang menyelamatkan kita kelak.

Menghadirkan Kebaikan di Lingkungan Sekitar

Berbuat baik tak harus menunggu momen besar. Tak mesti menunggu kaya, terkenal, atau jadi pejabat. Kebaikan bisa dimulai dari hal kecil di sekitar kita. Menyapa ramah tetangga, membantu orang tua menyeberang, menyisihkan sedikit rezeki untuk anak yatim, atau sekadar mendengarkan curhat teman yang sedang galau.

Bahkan di era digital seperti sekarang, berbuat baik bisa dilakukan tanpa keluar rumah. Membantu share informasi donasi, mengingatkan teman tentang pentingnya kesehatan, menenangkan hati orang yang galau lewat pesan singkat, atau sekadar menyebarkan kata-kata positif di media sosial — semua itu kebaikan yang bisa dilakukan siapa saja.

Dan ingat, kesehatan yang kita miliki hari ini adalah kendaraan untuk menjalankan semua itu. Selama tubuh sehat dan akal waras, maka jangan sia-siakan. Gunakan untuk memberi manfaat.

Penutup: Hidup Itu Singkat, Sehat Itu Langka

Hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan amarah, iri, dendam, dan rasa ingin menang sendiri. Waktu berjalan cepat, usia tak bisa ditunda, dan kesehatan bisa hilang sekejap. Selagi diberi tubuh yang kuat, pikiran yang jernih, dan kesempatan, perbanyaklah berbuat baik. Tak perlu menunggu kaya, tak perlu menunggu sempurna. Mulailah dari hal kecil, dari diri sendiri, dari lingkungan terdekat.

Karena pada akhirnya, yang abadi bukan harta, jabatan, atau popularitas. Tapi jejak kebaikan yang kita tinggalkan. Dan percayalah, setiap kebaikan akan kembali kepada pelakunya, entah cepat atau lambat, entah di dunia atau di akhirat.

Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang sehat lahir batin, dan mampu memanfaatkan kesehatan itu untuk menebar kebaikan sebanyak-banyaknya.

Selamat berbuat baik, selagi sehat dan sempat.