Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Korupsi Karena Administrasi: Tantangan SDM Desa dan Peran Strategis Pemerintah Daerah

Senin, 23 Juni 2025 | 16:42 WIB Last Updated 2025-06-23T09:42:40Z


Korupsi bukan selalu soal niat jahat, kadang ia lahir dari sistem yang lemah dan administrasi yang berantakan. Inilah yang hari ini menjadi luka lama di ribuan desa di Indonesia, termasuk di Aceh. Ironisnya, banyak kasus dugaan korupsi Dana Desa yang terjadi bukan karena semata keserakahan, tetapi karena ketidaktahuan, salah kelola, dan lemahnya sumber daya manusia (SDM) dalam memahami administrasi keuangan negara.

Hari ini desa memegang kekuasaan anggaran yang luar biasa. Melalui Dana Desa, setiap gampong mengelola anggaran yang dulu hanya bisa dibayangkan. Tetapi, kekuatan tanpa kontrol dan kapasitas hanya akan jadi bencana. Dalam banyak kasus Tipikor Dana Desa, akar persoalannya bukan pada kesengajaan semata, tapi pada buruknya administrasi, ketidakpahaman regulasi, dan lemahnya dokumentasi pertanggungjawaban.

Administrasi yang Amburadul, Peluang Korupsi Terbuka

Korupsi administratif adalah jenis korupsi yang sering tidak disadari. Salah input, tidak membuat Qanun Gampong, laporan SPJ asal jadi, hingga kegiatan yang tidak didasarkan musyawarah — semuanya membuka celah pelanggaran hukum. Saat pemeriksaan tiba, temuan demi temuan lahir karena kelalaian kecil yang berakumulasi.

Contohnya sederhana: ketua pelaksana kegiatan tak paham prosedur pencairan, bendahara desa tidak membuat buku kas umum sesuai Permendagri, atau geuchik tidak membentuk TPK (Tim Pelaksana Kegiatan). Hal-hal sepele ini justru menjadi pintu masuk aparat hukum saat ada laporan masyarakat.

Tentu saja ini tidak bisa dibiarkan. Pemerintah daerah harus membaca fakta ini bukan semata soal hukum, tetapi soal sistem dan kapasitas SDM yang masih jauh dari ideal.

Keterbatasan SDM Desa: Bom Waktu di Tengah Dana Miliaran

Banyak perangkat desa masih minim pemahaman soal keuangan negara. Geuchik yang hanya lulusan SMA atau bahkan tidak tamat, bendahara desa yang belum pernah ikut diklat akuntansi pemerintahan, dan Sekdes yang kesulitan membaca Peraturan Menteri — inilah potret realitas di banyak desa.

Padahal, dana desa hari ini bukan lagi hitungan jutaan, tetapi miliaran rupiah. Tanpa SDM yang paham regulasi, akuntabilitas, dan administrasi, maka anggaran sebesar itu rawan salah kelola.

Persoalannya bukan pada latar belakang pendidikan semata, tapi pada minimnya program pendampingan, supervisi, dan peningkatan kapasitas yang dilakukan secara berkelanjutan.

Peran Strategis Pemerintah Daerah

Di sinilah peran pemerintah kabupaten/kota menjadi sangat penting. Pemerintah daerah tidak boleh hanya sibuk sebagai regulator, tetapi harus tampil sebagai pembina dan pengawas yang aktif. Ada beberapa peran strategis yang semestinya dijalankan:

  1. Peningkatan Kapasitas SDM Desa Secara Berkala
    Pelatihan administrasi keuangan desa, bimbingan teknis SPJ Dana Desa, dan pelatihan perencanaan pembangunan desa wajib dilakukan setiap tahun, bukan hanya saat awal menjabat. Jangan biarkan perangkat desa belajar dari kesalahan di lapangan.

  2. Peningkatan Fungsi Pengawasan dan Supervisi Inspektorat
    Inspektorat harus turun langsung ke desa, bukan sekadar menerima laporan di meja. Pemeriksaan reguler, audit administratif, dan audit kinerja mesti menjadi agenda rutin. Jangan menunggu laporan baru bergerak.

  3. Membangun Sistem Digital Administrasi Desa
    Saatnya pemerintah daerah memfasilitasi sistem administrasi keuangan desa berbasis digital. Aplikasi sederhana yang bisa diakses oleh perangkat desa akan meminimalkan human error dan mempercepat kontrol.

  4. Memberikan Reward dan Sanksi yang Tegas
    Berikan penghargaan untuk desa-desa yang administrasinya baik, dan beri sanksi bagi yang lalai. Transparansi itu harus diiringi insentif dan efek jera.

  5. Mereformasi Mekanisme Pendamping Desa
    Pendamping desa hari ini seringkali hanya formalitas, minim fungsi kontrol, dan kurang kompeten. Pemerintah daerah harus berani mengevaluasi dan menguatkan peran mereka.

Penutup: Dana Desa Butuh Sistem, Bukan Sekadar Uang

Dana Desa yang besar tanpa sistem pengelolaan yang kuat hanya akan menjadi bencana. Korupsi karena administrasi yang buruk akan terus berulang jika pemerintah daerah abai terhadap akar persoalan.

Saatnya pemerintah daerah mengambil peran strategis sebagai pembina desa yang benar-benar hadir, bukan sekadar pembuat regulasi. SDM desa harus diperkuat, administrasi harus diperbaiki, dan sistem pengawasan harus diperketat. Jangan biarkan desa-desa kita menjadi korban dari ketidaktahuan dan sistem yang lemah.

Karena sejatinya, pencegahan korupsi yang paling efektif bukan di ruang sidang Tipikor, tetapi di ruang rapat desa, di kelas pelatihan administrasi, dan di meja pendampingan APIP.