Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Miskin Boleh, Dihina Jangan

Minggu, 22 Juni 2025 | 11:00 WIB Last Updated 2025-06-22T04:00:42Z




Oleh:  Azhari 

Hidup tak selalu tentang siapa yang paling kaya, paling sukses, atau paling dihormati. Ada kalanya hidup menempatkan kita di posisi yang lemah, di sudut-sudut keterbatasan. Menjadi miskin itu bukan aib. Yang aib adalah bila kemiskinan dijadikan alasan untuk merendahkan harga diri sendiri atau membiarkan diri dihina.

Di negeri ini, masih banyak orang hidup sederhana. Tak semua orang lahir dari keluarga berada, tak semua orang mampu memakai pakaian bermerek, mengendarai mobil mewah, atau duduk di kursi jabatan. Tapi bukan berarti kemiskinan membuat manusia kehilangan martabatnya.

“Miskin boleh, dihina jangan.” Kalimat ini bukan sekadar kata-kata penghibur, melainkan prinsip hidup yang harus dipegang setiap manusia bermartabat. Sebab harga diri jauh lebih mahal daripada kekayaan. Harta bisa dicari, jabatan bisa dicapai, tapi martabat yang hilang karena hinaan akan sulit kembali utuh.


Kemiskinan Bukan Aib

Banyak orang besar lahir dari kemiskinan. Para pejuang bangsa, ulama besar, tokoh-tokoh dunia, lahir dari rumah-rumah kecil yang sederhana. Mereka membuktikan bahwa kemiskinan tak membatasi impian, tak menghalangi cita-cita, dan tak merendahkan nilai diri.

Masalahnya, di zaman sekarang, terlalu banyak manusia yang mengukur nilai orang dari apa yang dipakai, dari apa yang ditumpangi, atau dari berapa isi rekeningnya. Orang miskin dianggap hina, tak dihargai, bahkan tak dipandang dalam pergaulan.

Padahal dalam pandangan agama dan kemanusiaan, yang membedakan manusia bukan kekayaannya, melainkan akhlak dan ketakwaannya. Harta hanyalah titipan dunia yang sewaktu-waktu bisa diambil, tapi harga diri dan kehormatan adalah milik jiwa yang tidak bisa dibeli.


Jangan Membiarkan Diri Dihina

Kemiskinan boleh terjadi karena keadaan. Tapi jangan pernah membiarkan diri direndahkan. Orang boleh miskin, tapi tetap harus menjaga adab, tetap punya keberanian, dan tetap menjunjung martabat.

Orang miskin yang berprinsip, jauh lebih terhormat daripada orang kaya yang congkak. Lebih baik hidup dalam kesederhanaan, tapi jujur dan bermartabat, daripada kaya tapi memalukan dengan cara-cara kotor.

Jangan karena miskin, kita rela diinjak harga dirinya. Jangan karena miskin, kita tunduk di hadapan orang zalim. Jangan karena miskin, kita menjadi pengekor yang tak berani bersuara. Sebab manusia itu mulia bukan karena hartanya, tapi karena sikapnya.


Kekayaan yang Sejati Adalah Harga Diri

Dalam kehidupan, ada yang hartanya melimpah tapi miskin harga diri. Ada pula yang hidup pas-pasan, tapi begitu kaya dalam kehormatan. Kekayaan sejati bukanlah pada apa yang tampak di luar, tapi pada apa yang kita miliki di dalam: harga diri, prinsip, dan kehormatan.

Orang miskin yang tidak mau dihina adalah orang yang kuat jiwanya. Dia paham, rezeki itu urusan Tuhan, tapi menjaga martabat adalah tanggung jawab diri. Dan orang semacam inilah yang layak dihormati, karena dia tetap teguh di tengah keterbatasan.


Akhir Kata

Miskin boleh, dihina jangan. Karena kemiskinan adalah urusan dunia, tapi kehormatan adalah urusan jiwa. Tak masalah bila hidup serba kekurangan, asalkan tidak kekurangan harga diri. Tak apa kalau baju lusuh, asalkan hati bersih. Tak apa kalau makan seadanya, asalkan tak menjilat yang zalim.

Yang hina bukan orang miskin. Yang hina adalah mereka yang suka menghina. Dan yang paling celaka adalah orang miskin yang rela harga dirinya diinjak-injak hanya demi sesuap nasi.

Karena itu, jagalah martabat meski di tengah kesempitan. Karena dunia ini sementara, tapi kehormatan diri abadi hingga akhir hayat.