“Dalam rumah tangga, ada adat, ada sopan, ada batas. Dan yang paling indah adalah ketika semua dihargai dalam posisi dan perannya masing-masing.”
Di tengah derasnya modernisasi dan arus kehidupan serba cepat hari ini, nilai-nilai adat dan etika keluarga pelan-pelan mulai terkikis. Salah satunya, tentang relasi antara istri, suami, dan orang tua mertua. Dulu, di masyarakat kita dikenal istilah petaka martua, atau dalam bahasa halusnya: permisi seorang istri kepada orang tua suami sebelum mengambil keputusan besar atau melangkah dalam urusan rumah tangga bersama.
Namun kini, banyak rumah tangga yang mulai abai soal ini. Hubungan menantu-permertua jadi renggang, bahkan tak sedikit suami yang seolah “tak berdaya” saat harus menengahi istri dan orang tuanya. Sementara di sisi lain, ada istri yang merasa tak perlu permisi, apalagi meminta pendapat, karena menganggap rumah tangga sepenuhnya urusan berdua saja.
Padahal, adat ketimuran kita mengajarkan keseimbangan antara menghargai pasangan dan memuliakan orang tua. Di situlah pentingnya memetakan posisi, agar rumah tangga tetap damai tanpa ada yang merasa tersisihkan.
Martua Itu Orang Tua, Bukan Rival
Perlu dipahami, orang tua suami, atau martua, bukanlah saingan dalam rumah tangga. Mereka adalah orang yang lebih dulu hidup, lebih dulu merasakan pahit-manisnya rumah tangga, dan lebih dulu menyayangi suami kita jauh sebelum dia mengenal kita.
Adat kita sejak dulu mengajarkan bahwa menantu perempuan tetap perlu menjaga tata krama terhadap orang tua suami. Bukan berarti harus selalu menurut, tapi tahu cara menempatkan diri. Permisi saat akan mengambil keputusan penting, memberi kabar bila bepergian jauh, atau minimal menyapa dan bersilaturahmi tanpa perlu ditunggu undangan.
Banyak rumah tangga yang retak bukan karena ekonomi atau perselingkuhan, tapi karena istri abai kepada martuanya. Hubungan yang renggang, sikap yang dingin, atau ucapan yang kasar sering jadi bara dalam sekam. Suami pun terjepit di antara dua pihak yang sama-sama dicintainya.
Permisi Itu Bukan Tunduk, Tapi Adab
Permisi dari istri kepada orang tua suami bukan berarti seorang istri itu lemah atau tak punya harga diri. Itu soal adab dan sopan santun. Sebagaimana seorang anak perempuan tetap harus menghormati orang tua kandungnya meski sudah menikah, begitu pula seorang istri, ada etika yang perlu dijaga kepada orang tua suaminya.
Kalimat sederhana seperti, “Pak, Bu, mohon doa kami ada rencana begini”, atau “Mohon izin ya, kami hendak pergi sebentar”, bisa jadi penenang hati orang tua yang mulai renta. Itu bukan soal wajib hukum, tapi wajib hati. Karena pada akhirnya, restu orang tua itu bagian dari kunci keberkahan rumah tangga.
Peran Suami: Jangan Diam
Di sini pula peran suami tak boleh diam. Suami harus bisa memetakan relasi antara istrinya dan orang tuanya. Jangan membiarkan salah satu merasa tersisih. Jangan biarkan istri merasa harus menuruti semua martua, tapi jangan pula membiarkan orang tua merasa diabaikan.
Suami yang bijak tahu kapan membela, kapan menegur, dan kapan menjadi penengah. Ingatlah, rumah tangga itu bukan hanya soal berdua, tapi soal dua keluarga yang disatukan.
Akhirnya…
Kita boleh hidup di zaman modern, tapi jangan buang nilai-nilai adat yang membuat rumah tangga kita teduh. Petakan posisi martua, hormati mereka sebagai orang tua. Dan kepada istri, jangan segan permisi, karena sejatinya itu bukan merendahkan diri, tapi meninggikan derajat sebagai menantu yang tahu adat.
Rumah tangga yang damai lahir bukan dari siapa yang paling kuat atau paling keras, tapi dari siapa yang paling paham tata krama.
“Permisi itu bukan kalah, tapi cara halus menunjukkan bahwa kita anak beradat.”
Azhari
Pemerhati Adat & Sosial Keluarga