Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Petani Sawah dan Harapan Kepedulian Nyata Pemerintah

Sabtu, 21 Juni 2025 | 22:42 WIB Last Updated 2025-06-21T15:42:45Z


Oleh:  Azhari 

Di tengah modernisasi pembangunan dan derasnya arus digitalisasi, satu kelompok yang nyaris selalu terlupakan adalah petani. Khususnya petani sawah, yang hingga kini masih menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional. Ironisnya, di saat banyak elite bicara tentang swasembada pangan, petani justru sering ditinggalkan dalam posisi rentan: menghadapi harga pupuk yang melambung, hasil panen yang tak sebanding, dan perhatian pemerintah yang lebih sering berupa janji ketimbang aksi nyata.

Di Negeri Agraris, Petani Justru Terpinggirkan

Indonesia sejak dulu dikenal sebagai negeri agraris. Sebagian besar rakyatnya menggantungkan hidup dari sektor pertanian. Di Aceh, khususnya di pedesaan, sawah-sawah masih menjadi sumber penghidupan utama bagi ribuan keluarga. Mereka bangun sejak subuh, menantang lumpur, menanam benih harapan, dan menanti panen sebagai penentu hidup.

Namun sayangnya, nasib petani sawah seringkali jauh dari kata sejahtera. Harga pupuk terus naik, alat pertanian modern sulit dijangkau, akses permodalan terbatas, dan harga gabah kerap ditentukan oleh tengkulak. Belum lagi persoalan irigasi rusak, lahan sawah yang makin menyempit karena alih fungsi lahan, hingga ancaman gagal panen akibat perubahan cuaca ekstrem.

Di saat semua itu terjadi, perhatian pemerintah seringkali datang terlambat atau hanya sebatas seremonial. Padahal, tanpa petani sawah, ketahanan pangan bangsa akan rapuh. Tidak mungkin Indonesia bisa berdiri kokoh tanpa memastikan perut rakyatnya kenyang, dan itu bermula dari hasil keringat para petani.

Antara Janji dan Realita

Setiap tahun, berbagai program pemerintah dicanangkan untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Ada bantuan pupuk bersubsidi, bantuan alat mesin pertanian (alsintan), hingga program cetak sawah baru. Sayangnya, di lapangan, implementasi program tersebut masih jauh dari harapan.

Banyak petani mengeluh sulit mendapatkan pupuk bersubsidi karena kuota yang terbatas dan mekanisme distribusi yang rumit. Bantuan alat pertanian kerap hanya dinikmati kelompok tertentu yang dekat dengan kekuasaan. Sementara irigasi sawah yang rusak dibiarkan bertahun-tahun tanpa perbaikan. Akibatnya, petani harus bertaruh nasib di tengah ketidakpastian.

Belum lagi soal harga gabah. Saat musim panen tiba, harga anjlok karena stok melimpah, sementara saat paceklik harga melonjak tinggi. Celakanya, yang diuntungkan justru para tengkulak, sementara petani tetap dalam posisi lemah. Pemerintah seolah lupa bahwa harga gabah yang stabil lebih penting daripada sekadar slogan swasembada beras.

Harapan Petani: Pemerintah Hadir Secara Nyata

Yang diharapkan petani bukan sekadar pidato pejabat tentang pentingnya sektor pertanian, tapi tindakan nyata. Pemerintah perlu hadir di sawah, bukan hanya di ruang rapat. Harus melihat langsung bagaimana petani bertarung dengan lumpur, menantang cuaca, dan menahan rugi saat panen tak sesuai harapan.

Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian serius:

  1. Perbaikan Infrastruktur Pertanian Jalan usaha tani, irigasi, dan jaringan distribusi hasil pertanian harus menjadi prioritas. Tanpa infrastruktur yang memadai, produktivitas petani akan selalu rendah. Air menjadi nyawa bagi sawah, dan pemerintah wajib menjamin ketersediaannya melalui perbaikan saluran irigasi.

  2. Reformasi Distribusi Pupuk dan Bantuan Distribusi pupuk bersubsidi harus diawasi ketat. Jangan sampai hanya dikuasai segelintir pihak atau mafia pupuk. Mekanisme distribusi bantuan alsintan juga perlu dibuka secara transparan, melibatkan petani secara langsung, bukan hanya melalui kelompok tani binaan elite.

  3. Kebijakan Harga Dasar Gabah Pemerintah harus berani menetapkan harga dasar gabah yang menguntungkan petani. Jangan hanya berpihak pada stabilitas pasar dan kebutuhan konsumen. Petani juga berhak menikmati hasil yang adil dari jerih payahnya. Badan Urusan Logistik (Bulog) harus aktif menyerap hasil panen petani dengan harga yang layak.

  4. Asuransi Pertanian Cuaca ekstrem dan bencana alam menjadi ancaman serius bagi petani. Pemerintah wajib memperluas program asuransi pertanian, agar petani tidak mengalami kerugian total saat gagal panen. Asuransi ini juga bisa menjadi motivasi petani untuk terus berproduksi tanpa dihantui rasa takut kehilangan seluruh hasilnya.

  5. Pengendalian Alih Fungsi Lahan Salah satu ancaman serius bagi pertanian sawah adalah alih fungsi lahan menjadi perumahan, industri, dan infrastruktur. Pemerintah daerah harus tegas melindungi lahan sawah produktif dengan menetapkan kawasan pertanian berkelanjutan dan memberi insentif bagi petani yang mempertahankan sawahnya.

Petani Sawah Adalah Pilar Kedaulatan Pangan

Bangsa yang besar adalah bangsa yang mampu memberi makan rakyatnya sendiri. Jangan biarkan Indonesia terlalu bergantung pada beras impor. Jika ketahanan pangan nasional ingin kuat, maka petani sawah harus diberdayakan. Mereka bukan sekadar penggarap tanah, tapi penjaga nyawa bangsa.

Di saat pandemi COVID-19 lalu, kita belajar bahwa sektor pertanian adalah salah satu yang paling tahan krisis. Saat sektor lain tumbang, petani tetap menanam, tetap memanen, dan tetap memastikan dapur rakyat bisa terus mengepul. Sayangnya, setelah badai reda, petani kembali dilupakan.

Bangun Solidaritas Antara Petani dan Pemerintah

Kesejahteraan petani bukan hanya urusan pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah. Bupati, wali kota, hingga camat harus menjadikan petani sawah sebagai prioritas kebijakan pembangunan. Jangan hanya fokus pada pembangunan fisik yang bersifat seremonial, tapi abaikan kebutuhan dasar petani.

Selain itu, petani juga perlu bersatu membangun kekuatan ekonomi. Membentuk koperasi tani, kelompok tani mandiri, dan komunitas pemasaran hasil panen adalah langkah penting agar petani tidak terus-menerus tergantung pada tengkulak. Pemerintah bisa hadir sebagai fasilitator dan pendamping yang adil.

Akhirnya, Saatnya Pemerintah Turun ke Sawah

Sudah cukup janji, sudah cukup pidato. Kini saatnya pemerintah hadir di sawah, mendengar langsung keluh kesah petani, dan menjawabnya dengan kebijakan konkret. Aceh dan Indonesia tak akan pernah kuat jika petaninya dibiarkan hidup di bawah garis kemiskinan.

Karena di tangan petani sawah lah ketahanan pangan bangsa ditentukan. Di pundak mereka lah keberlanjutan hidup rakyat disandarkan. Jangan tunggu petani putus asa lalu beralih profesi. Jangan sampai sawah-sawah kering tanpa penggarap. Sebab bila itu terjadi, negeri ini tak hanya kehilangan petani, tapi kehilangan masa depan.

Mari jaga petani sawah kita. Bukan sekadar slogan, tapi dengan kepedulian nyata.