Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Rotasi Jabatan — Perubahan untuk Rakyat atau Kepentingan Segelintir?

Jumat, 06 Juni 2025 | 01:46 WIB Last Updated 2025-06-05T18:46:47Z




Di atas kertas, rotasi jabatan dalam birokrasi adalah instrumen manajemen modern. Tujuannya untuk penyegaran, peningkatan kinerja, dan memutus mata rantai zona nyaman yang kerap membuat pelayanan publik mandek. Tapi sayangnya, di banyak daerah — termasuk Aceh — rotasi jabatan lebih sering jadi alat politik ketimbang alat perubahan.

Bukan lagi soal kinerja, bukan soal dedikasi, melainkan soal siapa dekat dengan kekuasaan, siapa bisa mengamankan suara, dan siapa yang tunduk pada kepentingan elite. Pejabat yang baik dan bekerja benar bisa saja dicopot, sementara yang pandai menjilat justru dipromosikan.

Inilah ironi birokrasi kita. Rotasi yang seharusnya membangun, justru kerap menghancurkan tatanan profesionalisme. Loyalitas bukan lagi pada rakyat, tapi pada individu penguasa. Birokrasi kehilangan marwahnya sebagai pelayan publik, bergeser menjadi alat politik musiman.

Masyarakat pun ikut merasakan dampaknya. Kebijakan bisa berubah sewaktu-waktu, program yang bagus bisa dihentikan demi program titipan, dan pejabat yang baru menjabat lebih sibuk mengamankan posisi daripada bekerja untuk rakyat.

Di sinilah kita harus bertanya: rotasi jabatan itu untuk perubahan atau kehancuran? Untuk kepentingan rakyat atau syahwat kekuasaan? Kalau yang diutamakan adalah kepentingan politik sesaat, maka birokrasi akan terus jadi korban, dan rakyat lagi-lagi hanya jadi penonton.

Birokrasi harus dibebaskan dari cengkeraman kepentingan politik. Rotasi harus berbasis kinerja, integritas, dan kompetensi, bukan kedekatan. Karena bila tidak, rotasi bukan alat perubahan, tapi alat penghancur sistem.


Note 

"Birokrasi bukan ladang kekuasaan, rotasi bukan hadiah bagi penjilat."


Penulis Azhari