Di tengah hiruk-pikuk peringatan hari-hari nasional dan peresmian proyek-proyek mercusuar, ada satu sudut sunyi di Desa Pulot, Kecamatan Leupung, Aceh Besar, yang seakan sengaja dilupakan: Kuburan Syuhada Pulot Cot Jeumpa. Sebuah kompleks makam sederhana, saksi bisu dari peristiwa kelam yang terjadi pada 25 Februari 1955, kini dalam kondisi mengenaskan — pagar berkarat, batu nisan nyaris tertutup semak, dan tidak ada penanda sejarah yang layak.
Sebagian besar masyarakat Aceh sendiri barangkali sudah tak lagi akrab dengan nama ini. Padahal, di tanah inilah 99 jiwa — petani, nelayan, anak-anak, hingga orang tua renta — meregang nyawa dalam aksi penyisiran militer Indonesia sebagai buntut penyerangan pasukan DI/TII pimpinan Pawang Leman terhadap truk militer di wilayah itu. Luka sejarah yang dibiarkan membusuk dalam diam, dan lebih menyakitkan lagi: tanpa keadilan.
Ketika Sejarah Diabaikan, Bangsa Kehilangan Nurani
Sejarah, kata Pramoedya, bukanlah sesuatu yang mati. Ia hidup di setiap denyut nadi masyarakat yang masih mau mengingat. Namun sayang, banyak dari kita memilih lupa. Pemerintah yang gemar mengklaim diri sebagai penjaga keutuhan NKRI pun tak mampu menunjukkan kepekaan terhadap situs-situs seperti ini. Tidak ada papan informasi, tidak ada peringatan tahunan, bahkan selembar bendera merah putih pun tak pernah berkibar di area makam para syuhada itu.
Jika hari ini kita dengan khidmat memperingati tragedi Semanggi, Santa Cruz di Timor Leste, atau G30S, kenapa tragedi Pulot Cot Jeumpa dibiarkan jadi dongeng bisu? Apakah karena korbannya adalah orang Aceh? Atau karena luka ini terlalu memalukan untuk dicatat dalam buku sejarah nasional?
Memugar Ingatan, Menjaga Martabat
Sebuah bangsa yang besar bukanlah bangsa yang hanya mengenang kemenangan, tapi yang berani menatap luka sejarahnya dengan jujur. Tragedi Pulot Cot Jeumpa bukan sekadar konflik separatis atau pemberontakan daerah. Ia adalah potret kelam bagaimana kekuasaan bisa membunuh nurani ketika yang dihadapi adalah rakyat kecil.
Memugar situs itu bukan sekadar soal estetika makam. Tapi tentang menghargai martabat manusia. Tentang memberi tempat bagi jiwa-jiwa yang selama puluhan tahun hanya dikenang oleh rumput liar dan hewan liar yang berkeliaran di area makam.
Kita yang Diam, Kita yang Bersalah
Mungkin memang salah pemerintah. Tapi bukankah lebih salah kita, anak-anak Aceh sendiri, yang membiarkan sejarah ini ditelan waktu? Generasi muda lebih sibuk berlomba membuat konten viral daripada menulis kembali sejarah desanya sendiri. Lembaga adat, dayah, dan akademisi kampus seakan abai. Media-media lokal hanya menyentuh isu ini setahun sekali, itupun sekadar berita usang yang tidak menggugah.
Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Apa gunanya ribut soal Qanun, Dana Otsus, dan otonomi khusus jika kita sendiri tak peduli pada sejarah syuhada di tanah kita?
Negara Harus Turun Tangan
Pemerintah Aceh, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, bahkan Kemendikbud Ristek RI seharusnya merasa malu. Mereka yang sibuk membuat buku-buku profil pahlawan nasional, namun tak pernah mau menulis kisah 99 syuhada Pulot Cot Jeumpa. Pemerintah wajib memugar area makam, membangun tugu peringatan, membuat monumen ingatan, dan menjadikan tragedi ini sebagai bagian dari kurikulum sejarah Aceh.
Lebih dari itu, harus ada pengakuan resmi negara atas tragedi kemanusiaan ini. Seperti yang pernah dilakukan pemerintah terhadap korban DOM di Aceh, korban Timor Leste, atau tragedi-tragedi politik lain di negeri ini.
Penutup: Warisan Moral untuk Generasi Aceh
Kita tidak sedang bicara soal politik masa lalu. Kita sedang bicara soal warisan moral. Tentang harga diri sebuah bangsa yang tidak membiarkan syuhada-nya terkubur tanpa doa, tanpa pengakuan, dan tanpa keadilan.
Kuburan Syuhada Pulot Cot Jeumpa bukan hanya sekadar makam tua di pelosok Leupung. Ia adalah simbol luka, harga diri, dan pengingat bahwa di tanah ini pernah tumpah darah rakyat biasa atas nama negara. Dan hari ini, saatnya kita memilih: mau terus diam, atau mulai bergerak.
---
Kalau kamu mau, saya bisa bantu buatkan versi pendek untuk media online, caption medsos, atau layout infografis juga. Mau sekalian? ⚡