Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Uang Aceh, Harga Diri Bangsa, dan Jalan Menuju Kesejahteraan

Kamis, 05 Juni 2025 | 19:23 WIB Last Updated 2025-06-05T12:23:57Z


Di setiap bangsa yang besar, ada simbol harga diri yang tak bisa ditawar. Di Aceh, simbol itu salah satunya adalah uang Aceh — atau dulu dikenal dengan sebutan PENG ACEH, alat tukar yang pernah berjaya di bawah Kesultanan Aceh Darussalam. Sebuah mata uang lokal yang nilainya lebih berharga dibandingkan koin-koin Eropa dan mata uang tetangga. Nilainya tak semata diukur dari logamnya, tapi dari martabat dan kedaulatan negeri.

Sejarah Peng Aceh, Simbol Kedaulatan yang Hilang

Pada masa kejayaan Kesultanan Aceh, uang Aceh bukan sekadar alat tukar, tapi lambang kemandirian ekonomi dan politik. Dengan uang sendiri, Aceh berdagang dengan Turki Utsmani, India Mughal, hingga bangsa Portugis di Malaka. Nilai uang Aceh kala itu sangat tinggi, bahkan lebih bernilai dibandingkan mata uang kerajaan-kerajaan di Nusantara lainnya.

Ketika negeri ini mulai kehilangan uangnya, Aceh perlahan kehilangan kekuatan ekonominya. Seiring jatuhnya kekuasaan ke tangan kolonial, bukan hanya tanah, budaya, dan hukum yang dirampas, tapi juga mata uangnya. Sejak saat itu, Aceh harus rela memakai alat tukar asing, termasuk rupiah yang kini jadi alat transaksi resmi.

Uang Lokal, Bukan Sekadar Nostalgia

Gagasan menghidupkan kembali uang Aceh bukanlah soal romantisme masa lalu semata, tapi tentang harga diri dan kemandirian ekonomi. Bayangkan, jika Aceh memiliki mata uang sendiri untuk transaksi internal daerah, betapa besar potensi perputaran ekonomi lokal yang bisa tercipta. Nilai tukarnya bisa diatur sesuai kekuatan ekonomi Aceh, bukan bergantung pada kebijakan pusat yang terkadang abai terhadap kondisi daerah.

Uang lokal di banyak negara terbukti mampu menguatkan ekonomi rakyat kecil. Di Inggris, ada Bristol Pound. Di Jepang ada Fureai Kippu. Bahkan di Bali sempat muncul gagasan uang lokal bernama Balinese Coin. Kenapa Aceh tidak?

Potensi dan Kelebihan Jika Aceh Punya Uang Sendiri

Jika Aceh memiliki Peng Aceh kembali, potensi keuntungannya luar biasa:

  • Perputaran uang lebih terjaga di dalam daerah, tidak cepat keluar ke provinsi lain atau Jakarta.
  • UMKM dan pasar tradisional akan lebih hidup, karena uang lokal hanya berlaku di wilayah Aceh.
  • Daya tawar Aceh terhadap pusat meningkat, karena memiliki alat tukar internal sebagai simbol kekuatan ekonomi.
  • Identitas dan harga diri Aceh kembali tegak dalam bingkai NKRI yang menghargai keistimewaan daerah.

Bagaimana Teknisnya?

Secara teknis, Aceh bisa saja memiliki alat tukar lokal, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang nasional. Bisa berupa voucher, dinar-dirham logam untuk transaksi syariah, atau mata uang digital Aceh berbasis kripto lokal yang hanya berlaku di wilayah Aceh. Bahkan Aceh bisa memulai dengan sertifikat belanja untuk pasar-pasar rakyat dan UMKM, sebagai langkah awal menuju kemandirian alat tukar.

Arah Kebijakan Aceh ke Depan

Aceh sudah punya keistimewaan dalam bidang syariat, adat, pendidikan, dan ekonomi. Tinggal keberanian untuk melangkah lebih jauh. Pemerintah Aceh, DPRA, dan ulama harus duduk bersama, menata langkah ke depan. Karena harga diri sebuah bangsa diukur dari seberapa mandiri dia mengatur ekonominya.

Uang Aceh bukan soal logam dan kertas, tapi soal kehormatan dan martabat.

Penutup

Sudah waktunya Aceh memikirkan jalan sendiri dalam kerangka NKRI. Bukan untuk berpisah, tapi untuk menunjukkan bahwa Aceh bisa berdiri tegak tanpa harus menunggu belas kasih pusat. Dengan uang sendiri, perputaran ekonomi akan lebih terjaga, rakyat lebih makmur, dan harga diri Aceh kembali bersinar.

"Kalau dulu Peng Aceh pernah membuat bangsa lain datang berlutut ke pantai Aceh, kenapa hari ini kita tak mampu mengembalikan kejayaan itu meski sekadar di bumi kita sendiri?"