Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Antara Kepentingan Pribadi dalam Organisasi dan Keperluan Bangsa

Kamis, 10 Juli 2025 | 11:54 WIB Last Updated 2025-07-10T04:54:37Z



Antara Kepentingan Pribadi dalam Organisasi dan Keperluan Bangsa

Oleh: Azhari
(Akademisi dan Pemerhati Sosial Aceh)

Pendahuluan

Organisasi lahir bukan untuk melayani kepentingan pribadi, melainkan untuk menjadi alat perjuangan bersama dalam mencapai tujuan yang lebih luas. Baik organisasi sosial, kemahasiswaan, profesi, politik, hingga pemerintahan, sejatinya dibentuk untuk menjawab kebutuhan masyarakat, memperjuangkan nilai-nilai kebaikan, serta berkontribusi bagi bangsa.

Namun realitasnya, sejarah dan dinamika hari ini mencatat betapa seringnya organisasi justru dijadikan alat untuk mengakomodasi kepentingan individu atau kelompok tertentu. Kepentingan pribadi tumbuh subur di ruang-ruang organisasi, menyisihkan keperluan bangsa yang seharusnya menjadi prioritas. Inilah akar persoalan di banyak lapisan masyarakat: saat ego personal lebih besar daripada kepentingan kolektif.


Organisasi: Antara Idealitas dan Realitas

Secara ideal, organisasi adalah sarana kolaborasi untuk mengatasi persoalan bersama, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan membangun kekuatan sosial yang bermanfaat bagi negara. Baik organisasi kepemudaan, partai politik, komunitas sosial, maupun lembaga pemerintahan, semua diharapkan bergerak atas dasar semangat gotong royong.

Namun realitasnya, banyak organisasi yang justru menjadi tempat bersembunyinya kepentingan pribadi:

  • Jabatan diincar bukan untuk mengabdi, tapi untuk proyek dan kuasa.
  • Keputusan organisasi diatur sesuai kepentingan kelompok, bukan kepentingan publik.
  • Agenda rapat dan program kerja lebih banyak berpihak pada kepentingan elite, sementara aspirasi akar rumput hanya menjadi hiasan laporan.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di organisasi besar. Bahkan di level kecil seperti organisasi kampung, paguyuban pemuda, hingga organisasi mahasiswa, virus kepentingan pribadi ini mulai menjangkiti pola kepemimpinan dan pergaulan internal.


Bahaya Menomorduakan Kepentingan Bangsa

Ketika organisasi dijalankan semata untuk kepentingan pribadi dan kelompok, maka beberapa konsekuensi buruk akan muncul:

  1. Hilangnya Kepercayaan Publik
    Masyarakat akan kehilangan kepercayaan terhadap organisasi jika melihat bahwa kepentingan rakyat hanya dijadikan alat politik dan retorika, sementara yang diprioritaskan hanyalah proyek pribadi.

  2. Matinya Nilai-Nilai Kolektif
    Organisasi yang hanya mengurusi kepentingan pribadi lambat laun akan kehilangan semangat gotong royong, kebersamaan, dan idealisme sosial.

  3. Merusak Tata Kelola Bangsa
    Saat organisasi sosial, politik, dan birokrasi hanya diisi oleh orang-orang yang mengejar jabatan untuk dirinya, maka yang terjadi adalah pelemahan sistem negara. Negara menjadi lemah, karena kekuatan organisasi rakyat dan civil society-nya ikut lumpuh.


Bangsa Ini Butuh Organisasi yang Berpihak

Bangsa Indonesia, khususnya daerah seperti Aceh, saat ini tidak butuh lagi organisasi yang sekadar menjadi alat elite atau kendaraan politik sesaat. Kita butuh organisasi yang berpihak kepada rakyat, membela nilai-nilai keadilan, dan konsisten menjaga kepentingan publik di atas segalanya.

Organisasi harus menjadi corong suara keadilan sosial, wadah pergerakan moral, serta penggerak perubahan untuk bangsa. Bukan malah menjadi klub eksklusif orang dalam, yang sibuk mempertahankan jabatan, proyek pribadi, dan relasi politik.


Jalan Kembali ke Jalur Pengabdian

Agar organisasi bisa kembali menjadi kekuatan bangsa, ada beberapa hal yang perlu dilakukan:

  1. Tegaskan Komitmen Kolektif Sejak Awal
    Setiap organisasi wajib memiliki nilai dasar bersama: bahwa kepentingan bangsa dan rakyat adalah di atas segala-galanya. Kepentingan pribadi boleh ada, tapi tak boleh mengalahkan komitmen kolektif.

  2. Bangun Sistem yang Transparan dan Akuntabel
    Organisasi harus dikelola secara terbuka. Keputusan-keputusan strategis harus diputuskan bersama, dan tidak boleh ada ruang bagi kepentingan terselubung.

  3. Perkuat Budaya Kritik dan Musyawarah
    Budaya diskusi kritis harus hidup dalam organisasi. Jangan biarkan organisasi menjadi ruang dominasi satu-dua orang yang memonopoli keputusan.

  4. Kembalikan Organisasi sebagai Wadah Pengabdian, Bukan Alat Proyek
    Jabatan adalah amanah, bukan hak milik pribadi. Organisasi harus dibersihkan dari mental pedagang proyek dan elite yang hanya mencari posisi.


Penutup

Kepentingan pribadi dan kelompok dalam organisasi itu wajar selama tetap dalam koridor etika dan tidak menyingkirkan kepentingan bangsa. Tapi saat ego personal mengalahkan idealisme kolektif, organisasi hanya akan menjadi sekumpulan orang yang sibuk mengurus dirinya, sementara bangsa terluka.

Bangsa ini tak akan maju kalau organisasi rakyatnya lemah dan dipenuhi orang-orang yang hanya sibuk mempertahankan kursi dan kepentingan. Kita butuh organisasi yang sehat, berani, dan berpihak. Karena sejatinya, kekuatan bangsa ini bukan di tangan orang-orang besar, tapi di tangan organisasi kecil yang jujur dan berpikiran besar.