Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Saatnya Pemilu Digital: Analisis Hukum dan Konsep Modernisasi Pileg & Pilkada di Indonesia

Selasa, 15 Juli 2025 | 10:16 WIB Last Updated 2025-07-15T03:16:52Z
Saatnya Pemilu Digital: Analisis Hukum dan Konsep Modernisasi Pileg & Pilkada di Indonesia


Pemilihan umum (Pemilu) merupakan pilar utama demokrasi. Indonesia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia secara rutin menyelenggarakan Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) dengan sistem konvensional yang sangat kompleks, rentan masalah, dan mahal biaya. Seiring perkembangan zaman dan teknologi informasi, muncul pertanyaan: sudahkah Indonesia siap beralih ke sistem pemilu digital? Dan bagaimana aspek hukumnya?

Saya kira, perdebatan ini bukan lagi soal mungkin atau tidak, tapi soal keberanian politik, kesiapan infrastruktur, dan pembenahan regulasi.

Problem Pemilu Konvensional: Boros, Rentan, dan Tidak Efisien

Kita semua menyaksikan betapa peliknya proses Pileg dan Pilkada saat ini. Mulai dari logistik kertas suara yang bisa hilang, salah kirim, hingga insiden penghitungan suara manual yang melelahkan dan kerap menimbulkan konflik. Belum lagi biaya penyelenggaraan pemilu nasional yang setiap periodenya bisa mencapai Rp 76 triliun — angka fantastis untuk negara berkembang.

Di sisi lain, pemilu konvensional juga menjadi celah praktik politik uang, intimidasi di tempat pemungutan suara (TPS), hingga manipulasi hasil di tingkat rekapitulasi manual. Artinya, pemilu kita masih menyisakan banyak pekerjaan rumah soal transparansi, efisiensi, dan integritas.

Momentum Digitalisasi Pemilu

Kita hidup di era digital. Hampir semua sektor telah terdigitalisasi: perbankan, pendidikan, layanan pemerintahan, bahkan keadilan sudah mengenal e-court dan e-litigation. Maka sudah sepatutnya pemilu juga mulai memasuki jalur digital.

Digitalisasi pemilu bukan berarti sekadar memindahkan proses ke aplikasi daring. Ia mencakup:

E-voting: pemilih memberikan suara via perangkat elektronik.

E-rekapitulasi: hasil suara langsung terintegrasi digital tanpa jeda manual.

E-logistik: pengelolaan data pemilih, logistik suara, hingga pengawasan secara real-time.

Beberapa negara seperti Estonia, India, dan Brazil telah lebih dahulu menerapkan sistem e-voting dan e-counting dengan hasil yang lebih cepat, efisien, dan minim sengketa.

Analisis Hukum: Apakah Bisa?

Dalam perspektif hukum positif Indonesia, sistem pemilu masih berbasis manual sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan UU Pilkada. Pasal-pasal dalam undang-undang ini mensyaratkan surat suara berbentuk fisik dan penghitungan manual berjenjang. Maka, untuk menuju sistem digital, setidaknya perlu amandemen terbatas terhadap beberapa ketentuan berikut:

1. Definisi surat suara harus diubah agar tidak eksklusif berupa lembaran kertas, tetapi bisa berbasis digital.

2. Prosedur pemungutan dan penghitungan suara harus mengakomodasi sistem elektronik.

3. Regulasi sistem pengamanan dan verifikasi digital yang kuat untuk memastikan validitas, kerahasiaan, dan keabsahan suara.

Selain itu, Mahkamah Konstitusi (MK) dalam beberapa putusannya masih menekankan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) yang mesti dijaga dalam format apapun. Maka digitalisasi harus mampu menjamin prinsip ini.

Keuntungan Digitalisasi Pemilu

1. Efisiensi Biaya Pemilu digital diprediksi bisa menghemat hingga 50% biaya logistik dan operasional. Anggaran miliaran rupiah untuk kertas suara, tinta, kotak suara, hingga distribusi bisa dialihkan untuk peningkatan SDM dan infrastruktur digital.


2. Kecepatan Hasil Hasil rekap suara bisa didapat dalam hitungan jam, tanpa menunggu berhari-hari hingga ke tingkat nasional.


3. Minim Sengketa Dengan sistem digital terintegrasi dan audit trail yang jelas, potensi manipulasi di tingkat TPS dan rekap bisa ditekan drastis.


4. Aksesibilitas Pemilih di wilayah terpencil, luar negeri, atau penyandang disabilitas bisa lebih mudah menyalurkan suara tanpa hambatan logistik.

Tantangan yang Harus Dihadapi

Namun tentu saja digitalisasi pemilu bukan tanpa risiko:

Keamanan siber Potensi peretasan, sabotase, atau manipulasi data secara digital harus diantisipasi dengan sistem enkripsi berlapis dan audit independen.

Kesenjangan digital Tak semua daerah di Indonesia memiliki akses internet stabil dan SDM yang paham teknologi.

Kepercayaan publik Masyarakat perlu diyakinkan bahwa sistem digital lebih aman dan transparan daripada sistem manual.

 Harus Dimulai dari Sekarang

Pileg dan Pilkada digital bukan sesuatu yang mustahil. Pemerintah bisa memulainya dengan pilot project di beberapa wilayah kota besar atau pemilu kepala desa berbasis digital. Dari situ, infrastruktur, sistem keamanan, dan peraturan bisa diuji dan disempurnakan.

Yang terpenting, keberanian politik dan komitmen bersama antara eksekutif, legislatif, KPU, Bawaslu, dan masyarakat harus dibangun.

Sudah waktunya Indonesia beranjak dari pemilu tradisional yang mahal, lambat, dan rawan kecurangan ke sistem demokrasi digital yang efisien, modern, dan transparan.

Karena demokrasi harus bergerak seiring zaman, tanpa kehilangan marwahnya.


Penulis oleh 
Azhari


-