Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

20 Tahun Damai Aceh: Warisan yang Bisa Hilang Jika Pemuda Lengah

Selasa, 12 Agustus 2025 | 22:54 WIB Last Updated 2025-08-12T15:54:47Z




Oleh: AZHARI 

Dua puluh tahun sudah Aceh hidup tanpa dentuman senjata. Dua dekade sejak darah berhenti mengalir di tanah yang pernah disebut “Serambi Mekkah” ini. Damai itu hadir bukan sebagai hadiah, tetapi sebagai hasil dari perundingan panjang, air mata, dan pengorbanan yang tak terhitung.

Namun, 20 tahun juga cukup lama untuk membuat banyak orang lupa bahwa damai ini rapuh. Generasi muda yang kini berusia dua puluhan bahkan tak pernah merasakan malam-malam sunyi dengan bunyi tembakan, penggeledahan rumah, atau ketakutan setiap kali keluar malam. Mereka lahir di era yang lebih aman, tapi justru itulah bahayanya: lupa asal usul damai, berarti berisiko kehilangan arah.


Pemuda di Persimpangan Jalan

Pemuda Aceh hari ini berada di persimpangan jalan. Satu arah menuju kemajuan — menjadi generasi yang membangun Aceh dengan ilmu, kreativitas, dan integritas. Arah lainnya menuju kemunduran — tenggelam dalam konflik politik, perpecahan, dan ketergantungan pada dana Otsus yang suatu saat akan berakhir.

Tugas pemuda kini jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Jika dulu mereka berjuang dengan senjata, hari ini senjatanya adalah pendidikan, teknologi, dan keberanian bicara benar. Jika dulu medan tempurnya di hutan dan gunung, kini medan tempurnya adalah korupsi, kemiskinan, degradasi moral, dan arus globalisasi yang mengikis identitas Aceh.


Jangan Jadi Generasi Penikmat Damai

Ada tanda-tanda mengkhawatirkan: semakin sedikit anak muda yang peduli pada sejarah konflik dan perdamaian Aceh. Banyak yang hanya menjadi “penikmat damai” — menganggapnya hal biasa, bukan sesuatu yang harus dijaga.
Padahal, damai ini bisa pudar jika ketidakadilan kembali menjadi wajah pemerintahan, jika kemiskinan dibiarkan, jika elit politik hanya sibuk berebut kursi dan melupakan rakyat.

Pemuda harus menolak menjadi penonton. Mereka harus menjadi penggerak — baik di ruang politik, ekonomi, pendidikan, maupun budaya.


Tiga Tanggung Jawab Pemuda Aceh

  1. Menjaga Keadilan Sosial
    Damai akan retak jika ketimpangan makin lebar. Pemuda harus mendorong pemerataan pembangunan, membuka ruang bagi rakyat kecil untuk berdaya, dan berani bersuara melawan kebijakan yang timpang.

  2. Menghidupkan Identitas dan Budaya Aceh
    Modernisasi boleh masuk, tapi identitas Aceh tidak boleh tenggelam. Pemuda harus melestarikan bahasa, adat, dan tradisi Islam yang menjadi jantung Aceh.

  3. Mempersiapkan Aceh Pasca-Otsus
    Dana Otonomi Khusus tidak selamanya ada. Pemuda harus mulai membangun ekonomi mandiri, memperkuat UMKM, pertanian, dan industri kreatif, serta membuka koneksi internasional.


Menatap 20 Tahun Berikutnya

Kalau 20 tahun pertama damai adalah masa penyembuhan luka, maka 20 tahun ke depan harus menjadi masa kemajuan. Pemuda Aceh harus mampu menjawab pertanyaan ini:

“Apakah kita hanya akan menjadi generasi yang menerima damai, atau generasi yang membuat damai ini berarti?”

Sejarah telah memberi kita kesempatan langka. Aceh sudah melewati masa kelam dan diberi ruang untuk membangun diri. Tinggal memilih: kita isi damai ini dengan karya, atau kita biarkan ia menjadi catatan indah yang akhirnya lapuk dimakan waktu.

Damai itu mahal. Menjaganya adalah kewajiban. Memperjuangkannya agar melahirkan kemajuan — itulah tanggung jawab terbesar pemuda Aceh hari ini.