Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Perceraian Bukan Sekadar Peristiwa Hukum

Minggu, 28 September 2025 | 23:17 WIB Last Updated 2025-09-28T16:17:16Z



Terkadang Perilaku dan Tanggung Jawab Menjadi Akar Perceraian

 

Perceraian selalu menyisakan luka. Ia bukan hanya angka statistik di pengadilan agama, tetapi kisah manusia: pasangan yang dulu saling mencintai kini berpisah jalan, anak-anak yang kehilangan kehangatan rumah, keluarga besar yang terpecah. Di Indonesia, termasuk Aceh, perceraian kian meningkat tiap tahun. Banyak faktor penyebabnya, namun di balik itu sering kita menemukan pola yang sama: masalah perilaku dan tanggung jawab yang tidak dikelola dengan baik.

Perilaku sebagai Cermin Kepribadian

Perilaku sehari-hari adalah cerminan karakter. Seseorang mungkin tampak baik di luar, tetapi kebiasaannya di rumah menentukan kualitas rumah tangga. Perilaku yang kasar, egois, atau tidak menghargai pasangan perlahan merusak ikatan emosional. Beberapa contoh perilaku yang kerap memicu perceraian:

  • Komunikasi yang penuh amarah dan sindiran.
  • Kebiasaan membandingkan pasangan dengan orang lain.
  • Tidak menghargai perbedaan pendapat.
  • Mengabaikan kebutuhan emosional pasangan.

Perilaku negatif ini mungkin terlihat kecil pada awalnya, tetapi jika berulang tanpa perbaikan, ia akan menumpuk menjadi masalah besar yang sulit diselesaikan.

Tanggung Jawab sebagai Pondasi Rumah Tangga

Jika perilaku adalah wajah rumah tangga, maka tanggung jawab adalah pondasinya. Tanpa tanggung jawab, rumah tangga tidak punya pijakan. Tanggung jawab di sini mencakup aspek material, emosional, dan moral:

  • Material: mencari nafkah, mengelola keuangan bersama, memenuhi kebutuhan dasar keluarga.
  • Emosional: hadir mendengarkan pasangan, memberi dukungan moral.
  • Moral: menjaga kesetiaan, membimbing anak, dan menjaga nama baik keluarga.

Ketika salah satu atau kedua pihak lalai dalam tanggung jawab ini, timbul ketidakseimbangan. Pasangan merasa sendirian, tidak dihargai, atau terbebani. Dalam jangka panjang, kondisi ini menjadi pemicu perceraian.

Perceraian Bukan Sekadar “Tak Cocok Lagi”

Sering kita dengar alasan perceraian “sudah tidak cocok lagi”. Padahal di balik itu, ada rentetan sikap dan tanggung jawab yang diabaikan. Ketidakcocokan tidak muncul tiba-tiba; ia hasil dari interaksi buruk yang berulang. Jika sejak awal perilaku negatif dibiarkan dan tanggung jawab tidak diemban dengan sungguh-sungguh, perceraian menjadi ujung jalan.

Dampak Perceraian yang Perlu Disadari

  1. Dampak Psikologis: Anak menjadi korban paling rentan. Mereka kehilangan figur utuh ayah-ibu, yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan hubungan sosial mereka di masa depan.
  2. Dampak Sosial: Perceraian mempengaruhi jaringan keluarga besar, memecah hubungan kekeluargaan, bahkan menimbulkan stigma.
  3. Dampak Ekonomi: Salah satu pihak—sering kali perempuan—mengalami kesulitan ekonomi setelah perceraian.
  4. Dampak Moral: Perceraian berulang di masyarakat menciptakan pola bahwa pernikahan mudah diputus, padahal ia adalah ikatan sakral.

Mengelola Perilaku: Kunci Mencegah Perceraian

Perilaku bisa diubah. Beberapa langkah yang bisa dilakukan pasangan:

  • Perbaiki Komunikasi: Belajar bicara dengan tenang, mendengarkan aktif, dan menghindari kata-kata yang melukai.
  • Kelola Emosi: Jangan membawa stres pekerjaan ke rumah. Buat ritual jeda sebelum masuk rumah untuk menenangkan diri.
  • Hormati Pasangan: Perlakukan pasangan sebagaimana kita ingin diperlakukan.
  • Introspeksi: Jangan hanya menyalahkan pasangan. Tanyakan: apa yang bisa saya perbaiki?

Mengelola Tanggung Jawab: Menyadari Peran Masing-Masing

Rumah tangga adalah kerja sama, bukan arena kompetisi. Menjalankan tanggung jawab dengan kesadaran penuh akan membuat pasangan merasa aman.

  • Bagi Tugas dengan Adil: Siapa yang mengatur keuangan, siapa yang mengurus anak, siapa yang mencari nafkah utama.
  • Transparansi Keuangan: Uang sering menjadi pemicu konflik. Diskusikan secara terbuka.
  • Jangan Abaikan Kehadiran Emosional: Pasangan butuh kehadiran, bukan hanya uang.
  • Bimbingan Spiritual: Tanggung jawab rumah tangga juga mencakup membangun nilai moral dan agama bersama anak.

Pendidikan Pranikah: Bekal Mengurangi Perceraian

Salah satu cara menekan perceraian adalah memberikan pendidikan pranikah yang serius. Bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar mengajarkan keterampilan komunikasi, manajemen keuangan keluarga, pembagian peran, hingga cara menyelesaikan konflik. Banyak pasangan gagal bukan karena mereka tidak saling mencintai, tetapi karena tidak punya keterampilan mengelola rumah tangga.

Peran Keluarga Besar dan Lingkungan

Di Aceh, keluarga besar masih memegang peran penting. Sayangnya, intervensi yang salah justru memperparah konflik. Sebaliknya, jika keluarga besar bisa menjadi pendamping yang bijak, mereka dapat membantu pasangan keluar dari masalah sebelum berakhir pada perceraian. Lingkungan masyarakat juga harus mendukung pasangan muda, misalnya melalui forum konsultasi keluarga atau lembaga bimbingan.

Refleksi Moral: Perkawinan Bukan Sekadar Status

Perkawinan bukan hanya status sosial atau adat; ia adalah komitmen moral dan spiritual. Dalam Islam, pernikahan adalah ibadah. Mengabaikan perilaku baik dan tanggung jawab berarti mengabaikan ibadah itu sendiri. Menyadari dimensi ini membuat kita lebih hati-hati dalam berkata, bertindak, dan memutuskan sesuatu di dalam rumah tangga.

Kesimpulan: Membangun Rumah Tangga dengan Kesadaran

Perceraian tidak selalu bisa dihindari—ada kasus-kasus yang memang harus berakhir demi keselamatan. Namun banyak perceraian sesungguhnya bisa dicegah jika sejak awal kita mengelola perilaku dan tanggung jawab. Menikah adalah belajar; belajar memahami diri, pasangan, dan kehidupan bersama.

Jika kita mendidik diri untuk bersikap baik dan memikul tanggung jawab, kita bukan hanya menjaga rumah tangga sendiri, tetapi juga menjaga kesehatan moral masyarakat. Aceh dan Indonesia membutuhkan keluarga-keluarga tangguh yang lahir dari pasangan yang sadar perilaku dan tanggung jawabnya. Dari sanalah lahir generasi yang lebih kuat, lebih sehat secara emosional, dan lebih siap membangun bangsa.


Penulis Azhari