Di tengah derasnya arus globalisasi dan kemajuan teknologi, pembangunan daerah menjadi pondasi penting bagi kemajuan bangsa. Namun, satu hal yang sering dilupakan dalam setiap proses pembangunan adalah persatuan. Tanpa persatuan, sehebat apa pun perencanaan, sebaik apa pun program, dan sebesar apa pun anggaran, semuanya hanya akan menjadi catatan tanpa hasil yang bermakna.
Bangun kabupaten dengan persatuan bukan sekadar slogan politik, melainkan panggilan moral dan sejarah. Karena sejatinya, tidak ada daerah yang maju tanpa semangat kebersamaan di antara warganya. Dan tidak ada peradaban yang tumbuh jika masyarakatnya tercerai-berai oleh kepentingan kelompok.
1. Persatuan sebagai Napas Pembangunan
Kabupaten adalah cerminan kecil dari wajah bangsa. Jika kabupaten-kabupaten di Indonesia bersatu dalam semangat pembangunan, maka negara ini akan berdiri tegak dengan kekuatan yang luar biasa. Tetapi jika di tingkat kabupaten saja rakyatnya saling curiga, elitnya terpecah, dan pemimpinnya sibuk bertikai, maka cita-cita besar bangsa akan terhambat.
Persatuan bukan berarti semua harus sama, melainkan semua harus sejalan dalam tujuan. Seperti perahu yang memiliki banyak dayung — berbeda tangan, tapi satu arah gerak. Pemerintah daerah, tokoh masyarakat, ulama, akademisi, dan generasi muda perlu memahami bahwa kemajuan tidak lahir dari persaingan ego, melainkan dari kolaborasi.
Ketika kepala daerah berfokus pada pembangunan manusia, bukan sekadar pencitraan; ketika masyarakat aktif mengawasi kebijakan, bukan sekadar mengeluh; dan ketika pemuda terlibat dalam gagasan, bukan hanya dalam kampanye, maka pembangunan akan menemukan ruhnya: melayani, bukan menguasai.
2. Luka Akibat Perpecahan
Banyak kabupaten di Indonesia gagal tumbuh bukan karena kemiskinan sumber daya, tetapi karena kemiskinan rasa persaudaraan. Politik lokal yang seharusnya menjadi alat pemersatu sering kali justru berubah menjadi ajang saling menjatuhkan. Akibatnya, masyarakat terpecah dalam kubu-kubu sempit yang sulit bersatu kembali bahkan setelah pemilu usai.
Kita lupa bahwa setelah pesta politik berakhir, yang harus dilanjutkan adalah pesta pembangunan. Namun yang terjadi, energi habis untuk membicarakan siapa menang dan siapa kalah, bukan bagaimana bersama-sama memajukan daerah.
Bila hal ini terus dibiarkan, kabupaten akan berjalan di tempat. Karena tidak ada kemajuan yang lahir dari kebencian. Tidak ada pembangunan yang tumbuh dari dendam politik. Sejarah mencatat, perpecahan kecil di tingkat lokal bisa berdampak besar pada stagnasi pembangunan — bahkan melahirkan generasi yang apatis terhadap politik dan pemerintahan.
3. Membangun Peradaban, Bukan Sekadar Infrastruktur
Kemajuan daerah bukan hanya tentang berapa banyak jalan dibangun, berapa gedung megah berdiri, atau berapa proyek selesai tepat waktu. Semua itu penting, tapi tidak cukup. Yang lebih penting adalah membangun peradaban — yaitu membangun manusia yang beradab, berilmu, dan berakhlak.
Peradaban adalah nilai-nilai yang menumbuhkan kehormatan masyarakat. Ia tercermin dalam cara rakyat menghormati hukum, cara pemimpin melayani rakyat, dan cara masyarakat menjaga moralitas publik.
Pembangunan yang hanya berorientasi pada fisik akan hancur seiring waktu, tapi pembangunan yang berorientasi pada nilai akan hidup selamanya. Karena itu, membangun peradaban berarti membangun jiwa masyarakat.
Pendidikan harus menjadi poros utama pembangunan daerah. Generasi muda harus dibekali bukan hanya dengan kemampuan teknis, tapi juga karakter dan moral. Kabupaten yang kuat adalah kabupaten yang melahirkan anak-anak muda yang berani bermimpi dan siap berjuang untuk bangsanya.
4. Peran Pemimpin sebagai Penggerak Persatuan
Pemimpin adalah penentu arah sejarah. Dalam konteks daerah, bupati, wakil bupati, dan seluruh jajaran pemerintahan memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga harmoni sosial. Pemimpin sejati bukan hanya pandai berbicara di depan massa, tetapi mampu menyatukan hati rakyat yang berbeda pandangan.
Pemerintah daerah harus menjadi ruang dialog, bukan arena dominasi. Rakyat harus merasa bahwa pemerintah bukan lawan, melainkan sahabat dalam perjuangan membangun masa depan. Dalam setiap kebijakan, prinsip keadilan dan keterbukaan harus menjadi dasar, agar tidak ada kelompok yang merasa tertinggal atau dianaktirikan.
Selain itu, pemimpin daerah perlu membangun hubungan harmonis dengan semua elemen masyarakat — baik tokoh agama, adat, maupun pemuda. Persatuan hanya bisa tumbuh jika kepercayaan terjaga. Dan kepercayaan hanya tumbuh dari kejujuran serta konsistensi dalam tindakan.
5. Masyarakat dan Pemuda: Pilar Perubahan
Tidak ada pembangunan tanpa partisipasi masyarakat. Pemerintah daerah harus melihat rakyat bukan sekadar objek, tetapi subjek pembangunan. Gotong royong dan musyawarah perlu dihidupkan kembali dalam bentuk modern — misalnya melalui forum warga, konsultasi publik, dan ruang digital partisipatif.
Sementara itu, pemuda adalah energi utama pembangunan. Di tangan merekalah masa depan kabupaten ditentukan. Namun, energi besar itu harus diarahkan dengan benar. Pemuda tidak cukup hanya berteriak tentang perubahan, mereka harus menjadi bagian dari perubahan itu sendiri: dengan gagasan, inovasi, dan kerja nyata.
Kabupaten yang cerdas adalah kabupaten yang memberi ruang bagi pemuda untuk berperan — dalam pemerintahan, kewirausahaan, dan sosial kemasyarakatan. Ketika pemuda diberi kepercayaan, mereka akan melahirkan ide-ide segar yang membawa daerah ke arah kemajuan yang tak terbayangkan.
6. Pendidikan, Moral, dan Peradaban Digital
Kita hidup di era digital, di mana batas antara dunia nyata dan maya semakin kabur. Maka, pembangunan kabupaten juga harus diarahkan pada pembentukan peradaban digital yang beretika dan produktif. Generasi muda perlu dibekali dengan kemampuan literasi digital dan etika bermedia agar mereka tidak menjadi korban informasi palsu dan budaya instan.
Sekolah, dayah, dan lembaga pendidikan harus bekerja sama membentuk generasi yang cerdas spiritual, emosional, dan intelektual. Karena masa depan daerah tidak akan ditentukan oleh seberapa banyak investor yang datang, tetapi oleh seberapa kuat karakter warganya menghadapi tantangan zaman.
7. Kolaborasi: Jalan Menuju Kemandirian Daerah
Pembangunan yang berhasil lahir dari kolaborasi. Pemerintah, dunia usaha, akademisi, dan masyarakat harus bersinergi dalam satu ekosistem. Potensi lokal harus diangkat dan dikembangkan melalui kerja sama yang saling menguntungkan.
Misalnya, sektor pertanian, perikanan, dan UMKM bisa menjadi tulang punggung ekonomi daerah jika dikelola dengan semangat gotong royong dan inovasi. Pemerintah menyediakan fasilitas dan regulasi, dunia usaha membuka pasar, sementara masyarakat menjadi pelaku utama yang berdaya.
Kabupaten yang bersatu akan mampu berdiri di atas kaki sendiri, tanpa terlalu bergantung pada pusat. Inilah makna kemandirian daerah yang sejati — bukan hanya soal dana otonomi, tapi tentang kekuatan kolektif rakyat dalam membangun masa depan.
8. Warisan untuk Generasi yang Akan Datang
Kita sering berbicara tentang pembangunan jangka pendek, tetapi lupa memikirkan warisan jangka panjang. Generasi mendatang akan menilai kita bukan dari seberapa banyak proyek yang kita bangun, tetapi dari nilai-nilai apa yang kita wariskan.
Apakah kita mewariskan semangat kebersamaan, atau justru perpecahan?
Apakah kita menanam kejujuran, atau meninggalkan jejak korupsi?
Apakah kita membangun peradaban, atau hanya menumpuk bangunan tanpa jiwa?
Jika hari ini kita bersatu membangun kabupaten dengan nilai, keadilan, dan cinta, maka generasi esok akan tumbuh dengan kebanggaan. Tapi jika hari ini kita sibuk bertikai, mereka akan tumbuh dengan kekecewaan.
9. Menatap Masa Depan dengan Harapan
Bangun kabupaten dengan persatuan berarti menyalakan kembali semangat gotong royong yang telah menjadi identitas bangsa Indonesia. Kita harus percaya bahwa perbedaan bukan alasan untuk berpisah, melainkan alasan untuk memperkuat. Karena dari keberagaman itulah lahir kreativitas dan kekuatan baru.
Dan bangun peradaban untuk generasi ke depan berarti memastikan bahwa pembangunan tidak berhenti di masa jabatan, tetapi terus berlanjut lintas generasi. Pemerintahan boleh berganti, tapi nilai dan arah pembangunan harus tetap satu: demi kesejahteraan rakyat dan kemuliaan daerah.
Maka Kabupaten yang bersatu adalah kabupaten yang beradab. Persatuan melahirkan kekuatan, dan kekuatan melahirkan peradaban. Jangan biarkan ego, politik sempit, dan kepentingan pribadi menghancurkan fondasi yang telah kita bangun bersama.
Mari kita wariskan kepada generasi berikutnya bukan hanya bangunan, tetapi juga nilai: kejujuran, solidaritas, dan cinta tanah kelahiran. Karena membangun kabupaten dengan persatuan adalah membangun masa depan bangsa. Dan membangun peradaban adalah memastikan bahwa kemajuan kita hari ini akan terus hidup di hati generasi esok.
Penulis: Azhari