:
Aceh adalah tanah yang diberkahi sejarah besar dan perjuangan panjang. Dari semangat Sultanah Safiatuddin hingga darah para syuhada yang menetes di tanah rencong, semuanya menyimpan pesan bahwa perjuangan tidak pernah berhenti di satu generasi. Kini, tongkat estafet itu berada di tangan generasi muda Aceh. Pertanyaannya: apakah mereka siap bersatu dan membawa Aceh menuju perubahan yang bermartabat?
1. Generasi yang Tumbuh di Persimpangan
Pemuda Aceh hari ini hidup di dua dunia — satu kaki di warisan sejarah, satu kaki di pusaran digital global. Tantangan mereka bukan lagi kolonialisme fisik, tetapi kolonialisme pikiran: arus hedonisme, individualisme, dan politik yang sering mengaburkan nilai-nilai moral.
Di media sosial, perbedaan sering kali berubah menjadi pertikaian. Banyak yang sibuk memperdebatkan siapa yang benar, tapi lupa memperjuangkan apa yang baik untuk Aceh. Padahal, perubahan besar hanya bisa lahir dari kekuatan yang bersatu, bukan dari suara yang saling melemahkan.
2. Ruh Gotong Royong dan Keberanian Moral
Aceh sejak dulu dikenal dengan semangat meusyawarah dan gotong royong. Nilai-nilai itu kini perlu dihidupkan kembali dalam wajah baru — kolaborasi kreatif, solidaritas digital, dan kepedulian sosial.
Pemuda Aceh harus berani tampil sebagai penggerak perubahan, bukan sekadar penonton keadaan.
Kita butuh pemuda yang tidak hanya pandai berbicara tentang keislaman, tetapi juga mampu menegakkan nilai Islam dalam tindakan sosial: membantu sesama, menegur dengan kasih, dan menolak kezaliman dengan hikmah. Karena masa depan Aceh bukan sekadar tentang pembangunan infrastruktur, tapi tentang membangun manusia yang berakhlak dan berilmu.
3. Dari Kesadaran ke Gerakan
Perubahan Aceh tidak akan datang dari luar. Ia lahir dari kesadaran kolektif anak muda sendiri — di kampus, di dayah, di komunitas, dan di desa. Saat anak muda sadar bahwa masa depan Aceh bergantung pada mereka, maka setiap langkah kecil akan menjadi bagian dari sejarah besar.
Kita melihat banyak anak muda Aceh kini mulai menanam pohon, membuka usaha kreatif, menulis buku, hingga membuat gerakan sosial. Inilah tanda bahwa generasi baru sedang bangkit. Namun, kebangkitan ini akan sia-sia jika tidak disatukan oleh tujuan bersama: membangun Aceh yang damai, berdaya, dan bermartabat.
4. Menatap Masa Depan
Pemuda Aceh adalah harapan yang tidak boleh padam. Mereka harus menjadi penerus yang tidak sekadar mengenang masa lalu, tapi belajar darinya untuk menulis babak baru.
Persatuan mereka adalah modal paling berharga di tengah politik yang sering memecah dan ekonomi yang belum merata.
Bersatulah di atas nilai-nilai Islam, adat, dan ilmu pengetahuan. Karena Aceh tidak akan maju dengan konflik dan ego sektoral, tetapi dengan semangat kolektif dan kerja tulus generasi mudanya.
Penutup
Bangsa dan daerah ini tidak membutuhkan pemuda yang hanya bersorak di media sosial, tetapi mereka yang siap berbuat di lapangan.
Generasi muda Aceh harus menjadi penerus yang tidak hanya mewarisi sejarah, tapi juga menulis sejarah baru.
Karena di tangan mereka, arah perubahan Aceh ditentukan — bukan oleh siapa yang paling tua, tetapi oleh siapa yang paling berani bersatu dan bekerja demi masa depan.
Penulis Azhari