Foto Facebook
Ketika banjir besar melanda Aceh tahun ini, banyak yang hilang bukan hanya rumah dan harta benda. Ada sesuatu yang jauh lebih berharga yang ikut hanyut bersama arus deras: harapan dan masa depan anak-anak kita. Mereka bukan sekadar korban bencana; mereka adalah generasi penerus Aceh, penerus bangsa, penerus peradaban yang hari ini sedang berjuang dari tenda pengungsian dengan mata yang masih dipenuhi air mata.
Sebagian dari mereka kini tidur di lantai basah tanpa selimut hangat. Sebagian tak lagi memiliki buku pelajaran, tas sekolah, atau seragam. Banyak sekolah rusak, dipenuhi lumpur, tembok retak, meja dan kursi terseret banjir. Kegiatan belajar terhenti. Sementara dunia terus bergerak maju, masa depan pendidikan mereka terancam mundur jauh ke belakang.
Di tengah bencana seperti ini, kita sering fokus pada logistik—makanan, obat-obatan, pakaian, dan tempat tinggal. Semua itu penting, tetapi kita lupa bahwa pemulihan terbesar yang harus kita lakukan adalah pemulihan pendidikan. Karena tanpa pendidikan, bencana ini tidak hanya merusak hari ini, tetapi juga merusak masa depan Aceh.
Anak-anak Pengungsi: Pejuang Kecil yang Tidak Boleh Dilupakan
Cobalah lihat wajah-wajah mereka di tenda pengungsian:
ada senyum yang dipaksakan, ada ketakutan yang tersembunyi, dan ada mimpi yang tiba-tiba retak.
Seorang anak berkata perlahan kepada relawan:
“Saya ingin sekolah lagi, Kak. Buku saya habis dibawa air.”
Kalimat sederhana itu menusuk hati lebih dalam daripada luapan air yang merendam desa.
Karena pendidikan bagi mereka bukan sekadar belajar membaca dan berhitung, tetapi jembatan untuk keluar dari kemiskinan, keterpurukan, dan penderitaan.
Bencana Tidak Boleh Mematikan Masa Depan
Hingga kini ribuan anak-anak Aceh masih berada di posko pengungsian. Jika proses belajar berhenti terlalu lama, dampaknya tidak hanya pada pemahaman pelajaran, tetapi juga kesehatan mental, karakter, dan motivasi hidup mereka. Trauma bencana tanpa pendampingan pendidikan dapat membuat mereka kehilangan arah.
Ini bukan hanya tugas pemerintah.
Ini adalah tugas kita semua, seluruh bangsa yang masih memiliki nurani.
Yang dibutuhkan hari ini bukan sekadar sembako, tetapi juga:
- Buku pejaran dan buku tulis
- Seragam, tas sekolah, dan sepatu
- Kelas darurat atau tenda belajar
- Relawan guru trauma healing
- Peralatan belajar online
- Program beasiswa darurat untuk yatim dan miskin akibat banjir
Karena masa depan bangsa tidak boleh lumpuh hanya karena bencana hari ini.
Seruan untuk Pemerintah dan Para Pemangku Kepentingan
Kami meminta dengan hormat dan tegas:
1. Pemerintah harus menjadikan pemulihan pendidikan sebagai prioritas darurat.
Pembangunan sekolah sementara dan bantuan alat pendidikan jangan menunggu rapat panjang atau birokrasi lambat. Ini tentang masa depan anak-anak.
2. PT, kampus, dan mahasiswa harus turun membantu.
Anak muda harus berada di garda depan untuk mengajar, mendampingi, dan membangun kelas darurat.
3. Dunia usaha dan para dermawan harus hadir.
CSR bukan hanya papan nama proyek, tetapi tindakan nyata untuk menyelamatkan generasi bangsa.
4. Media harus mengangkat suara anak-anak korban banjir.
Mereka perlu diperhatikan, bukan dilupakan setelah headline berita berganti.
Banjir ini bukan sekadar musibah tahunan yang harus diterima begitu saja.
Banjir ini adalah ujian apakah kita masih memiliki hati sebagai manusia.
Aceh Akan Bangkit Jika Anak-Anaknya Kuat
Aceh adalah tanah yang pernah melahirkan para ulama, pejuang, dan pemimpin besar.
Sejarah membuktikan bahwa Aceh tidak pernah kalah, kecuali ketika pendidikan runtuh.
Dan hari ini, masa depan itu ada di tangan anak-anak yang sedang duduk di tenda pengungsian dengan tas kosong dan buku yang hilang.
Jika mereka kehilangan sekolah, maka bangsa kehilangan masa depan.
Jika mereka kehilangan semangat, maka kita kehilangan generasi.
Maka hari ini kita berseru:
**Bantu mereka kembali belajar.
Bantu mereka kembali tersenyum.
Bantu mereka bangkit kembali.**
Karena kelak, dari antara mereka akan lahir dokter, guru, pemimpin, ulama, dan pemuda yang membangun tanah ini kembali lebih kuat daripada sebelumnya.
Penutup – Panggilan Hati untuk Kebaikan
Bantuan tidak selalu harus besar.
Seribu rupiah, selembar buku tulis, satu kotak pensil, satu tas sekolah, atau satu jam waktu untuk mengajar—semua itu adalah cahaya.
Yang terpenting adalah kita tidak diam.
Musibah ini telah merampas banyak hal.
Jangan biarkan ia merampas masa depan anak-anak Aceh.
Mereka butuh pendidikan yang layak pasca banjir.
Mereka adalah generasi penerus bangsa.
Semoga Allah membalas setiap kebaikan, menyembuhkan luka Aceh, dan menguatkan langkah kita untuk melindungi masa depan yang masih memiliki harapan.