Banjir besar yang melanda Aceh pada penghujung tahun 2025 telah menciptakan luka kemanusiaan yang sangat dalam. Ribuan rumah hancur, puluhan ribu warga mengungsi, fasilitas umum rusak, dan kehidupan masyarakat berubah total dalam sekejap. Di tengah suasana kacau dan duka yang menyelimuti berbagai wilayah, muncul satu cahaya harapan yang mempertegas bahwa Aceh masih memiliki masa depan: kebangkitan pemuda untuk bergerak bersama membantu korban banjir.
Ketika air bah menghantam tanpa ampun, ketika tangisan anak-anak terdengar di tenda pengungsian, ketika orang tua berdiri dengan mata kosong menatap rumah yang telah rata dengan tanah, generasi muda Aceh dan Indonesia hadir sebagai garda terdepan kemanusiaan. Berbagai organisasi kepemudaan, komunitas sosial (orsos), mahasiswa, dan relawan lintas lembaga turun langsung ke lokasi banjir membawa bantuan, menjadi tenaga evakuasi, membangun dapur umum, membantu distribusi logistik, hingga memberikan dukungan trauma healing bagi anak-anak.
Mereka datang bukan karena diperintah, bukan karena politik, bukan karena mencari kamera.
Mereka datang karena panggilan hati nurani.
Pemuda Menjadi Harapan di Tengah Keterbatasan
Dalam situasi darurat, sering kali pemerintah kewalahan mengatur penanganan bencana secara cepat dan merata. Di sinilah peran pemuda menjadi sangat strategis. Gerak cepat, solidaritas tinggi, jaringan luas, dan kemampuan komunikasi digital menjadikan pemuda kekuatan nyata di lapangan.
Tidak sedikit relawan muda yang menempuh perjalanan jauh, menembus jalan berlumpur dan putus, mengangkut logistik menggunakan ketek, rakit darurat, atau bahkan berjalan kaki untuk mencapai desa-desa terisolir. Mereka berdiri di barisan pertama, membantu siapa pun tanpa memandang suku, agama, atau warna baju organisasi.
Inilah bukti bahwa pemuda adalah energi bangsa—bukan sekadar slogan, tetapi realitas tindakan.
Lintas Organisasi Bergerak Bersama, Ego Ditinggalkan
Satu pelajaran paling berharga dari tragedi ini adalah munculnya kerja kolaboratif lintas organisasi. Beragam OKP, ormas, orsos, komunitas mahasiswa, dayah, dan lembaga kemanusiaan bekerja bahu-membahu di lapangan. Tidak ada kompetisi logo, tidak ada perebutan panggung publik, tidak ada ruang untuk ego. Semua bergerak dalam satu misi mulia: menyelamatkan dan memulihkan kehidupan masyarakat.
Kolaborasi ini membuktikan bahwa persatuan jauh lebih kuat daripada perbedaan.
Dan jika pola ini terus dilanjutkan dalam pembangunan Aceh ke depan, kita akan menyaksikan perubahan besar yang pernah kita impikan.
Saatnya Pemerintah Mendukung Gerakan Pemuda
Gerakan pemuda tidak boleh dibiarkan berjalan sendiri tanpa dukungan struktural. Pemerintah daerah maupun nasional harus melihat momentum ini sebagai modal sosial yang luar biasa. Maka, sudah saatnya dirumuskan:
- Skema dukungan logistik dan fasilitas operasional relawan
- Integrasi pemuda dalam tim manajemen penanggulangan bencana
- Pelatihan profesional SAR, komunikasi darurat, dan manajemen bencana
- Pendanaan khusus untuk program pemulihan sosial dan ekonomi berbasis pemuda
- Memastikan relawan terlindungi dan dihargai secara resmi
Karena bangsa ini hanya akan kuat bila pemerintah, pemuda, dan masyarakat berjalan seirama, bukan saling menunggu.
Pemuda Tidak Hanya Menolong, Tetapi Menyampaikan Pesan Moral
Bencana banjir Aceh 2025 adalah pengingat keras bagi semua.
Kerusakan lingkungan, pembabatan hutan, lemahnya pengawasan tata ruang, dan keserakahan segelintir elit telah membawa kita pada titik ini. Alam tidak lagi mampu menahan air, dan rakyat kecil menjadi korban.
Di sinilah pemuda harus menjadi suara moral dan penyambung kebenaran.
Pemuda bukan hanya pembawa logistik, tetapi pembawa pesan peringatan bagi pemerintah:
bahwa pembangunan yang mengabaikan lingkungan adalah kejahatan masa depan.
Pemuda tidak boleh diam melihat hutan dijual, sungai dipersempit, dan gunung dilubangi.
Jika mereka diam, generasi setelah kita akan mewarisi bencana yang lebih dahsyat.
Harapan Baru: Aceh Bangkit Bersama
Kita percaya bahwa Aceh pernah bangkit dari peperangan panjang, bangkit dari tsunami yang menghapus satu provinsi, dan bangkit dari krisis ekonomi. Maka Aceh pasti bisa bangkit lagi setelah banjir ini—asal kita bersama dan tidak menyerah.
Pemuda harus terus memegang peran penting:
- Menjadi jembatan solidaritas kemanusiaan
- Menjadi agen perubahan lingkungan
- Menjadi motor kebangkitan ekonomi berbasis gotong royong
- Menjadi suara kebenaran dan keadilan
Bantuan logistik mungkin akan habis.
Tenda pengungsian mungkin akan dibongkar.
Tapi semangat pemuda harus menjadi energi yang tidak pernah padam.
Penutup: Pemuda Adalah Cahaya di Tengah Gelap
Bencana ini telah merenggut banyak hal, tetapi tidak mampu memadamkan satu hal paling berharga:
solidaritas kemanusiaan.
Terima kasih kepada semua relawan muda yang sudah turun ke lapangan, mengangkat kayu dan lumpur, memikul beras di bahu, memeluk anak-anak yang ketakutan, dan menguatkan para orang tua. Kalian adalah bukti bahwa bangsa ini masih punya masa depan.
Mari terus bergerak, melampaui sekat organisasi, melampaui kepentingan kelompok, melampaui batas politik.
Karena kemanusiaan adalah panggilan tertinggi.
Pemuda bangkit, rakyat selamat.
Pemuda bersatu, Aceh bangkit.
Penulis:
Azhari
Ketua umum DPP ABMA