Ketika air meluap dan menghanyutkan rumah-rumah warga, ketika jembatan terputus dan jalan-jalan berubah menjadi sungai deras, ketika tangis anak-anak memecah malam yang gelap tanpa listrik dan penerangan—di situlah hadir sosok-sosok berbaju loreng dan seragam cokelat yang berdiri paling depan. Tanpa banyak bicara, tanpa menuntut pujian. Mereka bergerak, menyelamatkan, mengangkat tubuh yang lemah, mengevakuasi lansia, perempuan, dan anak-anak. Mereka adalah TNI dan Polri, garda terdepan yang selalu hadir di tengah bencana, membawa harapan ketika dunia tampak runtuh.
Banjir besar yang melanda Aceh pada tahun 2025 telah menjadi salah satu bencana terburuk dalam satu dekade terakhir. Ribuan rumah terendam, akses jalan terputus, sekolah rusak, fasilitas kesehatan lumpuh, dan banyak keluarga kehilangan tempat tinggal. Di tengah kepanikan dan kesedihan, masyarakat Aceh menyaksikan bagaimana anggota TNI dan Polri bekerja tanpa mengenal waktu, meski kondisi medan sangat sulit dan risiko keselamatan begitu besar.
Di daerah-daerah yang terisolasi oleh banjir bandang, perahu karet milik TNI dan Polri menjadi satu-satunya penyambung hidup. Ketika jembatan ambruk dihantam arus sungai, mereka membangun jembatan darurat demi memastikan bantuan bisa masuk. Ketika masyarakat ketakutan menghadapi luapan air malam hari, mereka datang mengetuk pintu, memastikan tak ada nyawa yang tertinggal. Bahkan di beberapa titik, helikopter dikerahkan untuk mengevakuasi warga dan mengantarkan logistik ke kawasan terjebak tanpa akses darat.
Pengabdian yang Melampaui Tugas Formal
Kemanusiaan bukan hanya tentang status, jabatan, atau pangkat—kemanusiaan adalah tindakan nyata. Dan itulah yang mereka tunjukkan.
Di sudut-sudut posko pengungsian, terlihat prajurit membantu memeluk anak-anak yang ketakutan, membantu ibu menenangkan balita yang menangis kelaparan, membantu memikul karung bantuan, membersihkan masjid dan meunasah yang berubah menjadi tempat tidur darurat. Polisi tidak hanya menjaga keamanan, tetapi menenangkan masyarakat, mengatur distribusi bantuan agar adil, dan memastikan logistik sampai tepat sasaran.
Dalam benak banyak warga Aceh, TNI dan Polri mungkin selama ini sering hanya terlihat dalam konteks tugas resmi dan urusan negara. Namun bencana memperlihatkan wajah sejati kemanusiaan: bahwa mereka adalah bagian dari rakyat, lahir dari rakyat, dan bekerja untuk rakyat.
Solidaritas yang Tidak Boleh Luntur
Di tengah kesedihan, banjir Aceh 2025 bukan hanya menyisakan luka—tetapi juga meninggalkan contoh tentang semangat kebersamaan. Bencana adalah ujian solidaritas, dan Aceh membuktikan bahwa persatuan adalah kekuatan terbesar. TNI, Polri, relawan, mahasiswa, santri, aktivis sosial, dan masyarakat bahu-membahu tanpa membedakan suku, agama, atau perbedaan lainnya.
Maka sudah sepantasnya kita mengucapkan:
Terima kasih TNI. Terima kasih Polri. Terima kasih untuk seluruh relawan kemanusiaan.
Karena tanpa pengabdian kalian, mungkin lebih banyak air mata yang jatuh, lebih banyak korban yang tak terselamatkan, dan lebih banyak harapan yang tenggelam.
Bencana Mengajarkan Kita Tanggung Jawab Bersama
Namun di balik semua itu, banjir Aceh bukan sekadar peristiwa alam. Ini adalah alarm keras bagi pemerintah dan generasi muda:
- Hutan yang hilang melahirkan banjir yang mematikan.
- Keserakahan manusia merusak keseimbangan alam.
- Kita harus berubah sebelum bencana berikutnya datang.
Pengorbanan TNI dan Polri akan terasa sia-sia jika kita terus membiarkan perusakan lingkungan terjadi. Tidak cukup memuji pahlawan bencana—kita harus mencegah bencana terjadi lagi.
Generasi muda harus bangkit, menjadi suara bagi alam, menjaga sungai dan hutan, menolak penebangan liar, dan menuntut pemerintah serius memperbaiki tata ruang dan mitigasi bencana. Karena sebaik apa pun penyelamatan, mencegah tetap lebih mulia daripada mengevakuasi korban.
Penutup
Dalam hujan deras dan arus banjir yang hitam membawa lumpur kehancuran, kita menyaksikan cahaya yang menyala dari hati para prajurit bangsa. Mereka bukan hanya penjaga negara, tetapi penjaga kemanusiaan.
Hari ini Aceh berduka, tetapi Aceh juga bersyukur.
Hari ini kita menangis, tetapi kita juga bangga.
Terima kasih TNI dan Polri. Terima kasih atas keberanian, ketulusan, dan pengorbanan.
Semoga Allah membalas semua kebaikan, melindungi setiap langkah, dan menguatkan setiap keluarga yang masih berjuang bangkit pasca banjir.
Dan semoga dari musibah ini, Aceh bangun kembali—lebih kuat, lebih bersatu, dan lebih mencintai alam yang menjadi titipan Tuhan.
Aceh tidak sendiri. Kita bangkit bersama.
Penulis AZHARI