Desa Cot Keuranji adalah salah satu gampong yang terletak di Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen, Provinsi Aceh, Indonesia. Sebagai bagian dari wilayah yang kaya akan sejarah dan budaya, Cot Keuranji memiliki latar belakang historis yang menarik untuk ditelusuri.
Asal Usul Nama Cot Keuranji
Nama "Cot Keuranji" terdiri dari dua kata dalam bahasa Aceh: "Cot" yang berarti "bukit" dan "Keuranji" yang merujuk pada sejenis pohon atau tumbuhan tertentu. Secara harfiah, "Cot Keuranji" dapat diartikan sebagai "Bukit Keuranji". Penamaan ini kemungkinan besar berkaitan dengan kondisi geografis desa ini pada masa lalu, di mana terdapat bukit yang ditumbuhi oleh pohon-pohon Keuranji.
Sejarah Awal dan Perkembangan
Wilayah Kabupaten Bireuen, termasuk Cot Keuranji, dalam catatan sejarah dikenal sebagai daerah Jeumpa. Dahulu, Jeumpa merupakan sebuah kerajaan kecil di Aceh. Menurut Ibrahim Abduh dalam "Ikhtisar Radja Jeumpa", Kerajaan Jeumpa terletak di Desa Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen. Kerajaan-kerajaan kecil di Aceh tempo dulu, termasuk Jeumpa, mengalami pasang surut, terutama setelah kehadiran Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan kedatangan Belanda. Secara de facto, Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika mereka dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di bagian barat Kabupaten Bireuen.
Pada masa pendudukan Belanda, dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Atjeh (Kabupaten Aceh Utara) yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (kewedanan), termasuk Onder Afdeeling Bireuen (kini Kabupaten Bireuen). Selain itu, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur) yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa, dan Peusangan yang diketuai oleh Ampon Chik.
Pada masa pendudukan Jepang, istilah Afdeeling diganti dengan Bun, Onder Afdeeling diganti dengan Gun, Zelf Bestuur disebut Sun, mukim disebut Kun, dan gampong disebut Kumi. Perubahan administrasi ini menunjukkan dinamika pemerintahan yang mempengaruhi struktur dan pengelolaan desa-desa, termasuk Cot Keuranji.
Peran dalam Perjuangan Kemerdekaan
Kabupaten Bireuen memiliki peran penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada tanggal 18 Juni 1948, selama Agresi Militer Belanda II (1947-1948), Bireuen ditetapkan sebagai ibu kota Republik Indonesia kedua. Hal ini terjadi ketika Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Bireuen.
Meskipun tidak ada catatan spesifik mengenai peran langsung Desa Cot Keuranji dalam peristiwa ini, sebagai bagian dari Kabupaten Bireuen, desa ini tentu merasakan dampak dari dinamika politik dan sosial pada masa tersebut. Masyarakat desa kemungkinan turut berkontribusi dalam upaya mempertahankan kemerdekaan dan mendukung pemerintahan yang sedang berjuang.
Perkembangan Sosial dan Infrastruktur
Seiring berjalannya waktu, Desa Cot Keuranji mengalami berbagai perkembangan, terutama dalam bidang sosial dan infrastruktur. Salah satu contohnya adalah pembangunan Pos Pelayanan Desa (Polindes) pada tahun 1990. Bangunan semi permanen ini didirikan secara swadaya oleh masyarakat di atas tanah wakaf, menunjukkan semangat gotong royong dan kepedulian terhadap kesehatan bersama. Namun, pada tahun 2022, Polindes tersebut mengalami kerusakan berat akibat tertimpa pohon, yang mengakibatkan kerusakan pada atap dan dinding bangunan.
Selain itu, sebagai bagian dari Kecamatan Peusangan, Cot Keuranji juga terhubung dengan berbagai program pembangunan yang dicanangkan oleh pemerintah kabupaten. Upaya peningkatan kualitas hidup masyarakat terus dilakukan melalui berbagai program, baik di bidang pendidikan, kesehatan, maupun ekonomi.
Budaya dan Tradisi
Masyarakat Desa Cot Keuranji, seperti halnya masyarakat Aceh pada umumnya, menjunjung tinggi nilai-nilai budaya dan tradisi. Adat istiadat yang diwariskan secara turun-temurun masih dipertahankan dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari upacara adat, seni budaya, hingga sistem kekerabatan. Kehidupan religius juga sangat kental, dengan masjid dan meunasah (surau) menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Meskipun telah mengalami berbagai kemajuan, Desa Cot Keuranji tentu menghadapi sejumlah tantangan. Kerusakan infrastruktur akibat bencana alam, seperti yang terjadi pada Polindes, menjadi salah satu contoh nyata. Selain itu, tantangan dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kesehatan juga memerlukan perhatian khusus.
Namun, dengan semangat gotong royong dan kekuatan komunitas yang telah terbukti selama ini, masyarakat Cot Keuranji memiliki modal sosial yang kuat untuk menghadapi berbagai tantangan tersebut. Dukungan dari pemerintah daerah dan berbagai pihak terkait diharapkan dapat mempercepat proses pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat di masa mendatang.