Rabu 14 Mei 2025

Notification

×
Rabu, 14 Mei 2025

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Pernikahan Ala Modern: Antara Cinta, Kesiapan, dan Realita

Minggu, 20 April 2025 | 12:45 WIB Last Updated 2025-04-20T05:45:54Z



Di era yang serba cepat ini, pernikahan telah mengalami pergeseran makna. Dulu, pernikahan sering kali merupakan buah dari tradisi, dorongan orang tua, atau sekadar tuntutan usia. Kini, generasi modern menempatkan pernikahan dalam ranah yang lebih personal: perjalanan dua individu yang memilih bertumbuh bersama atas dasar cinta dan kesadaran.

Namun, tak sedikit pula yang tumbang di tengah jalan. Angka perceraian usia muda meningkat tajam. Banyak yang menikah karena cinta, tapi tidak bertahan karena tidak siap. Di sinilah kita perlu merenung: apakah kita benar-benar memahami makna pernikahan di era modern ini?

Cinta Tak Lagi Cukup

Dalam pernikahan modern, cinta dianggap sebagai modal utama. Tapi kenyataannya, cinta saja tidak cukup. Setelah euforia bulan madu reda, realita kehidupan pernikahan mulai berbicara: tagihan listrik, pembagian tugas rumah tangga, perbedaan nilai hidup, hingga perbedaan gaya komunikasi.

Banyak pasangan muda yang mengira bahwa cinta akan menyelesaikan semua masalah. Padahal, cinta hanya akan tumbuh jika disiram dengan komunikasi, pengertian, dan kerja sama. Jika tidak, cinta yang awalnya menyatukan bisa menjadi sumber luka dan kecewa.

Menikah Bukan Soal Umur, Tapi Kesiapan

Salah satu kesalahan paling umum dalam pernikahan modern adalah terburu-buru menikah karena tekanan sosial, bukan karena kesiapan mental dan emosional. Kita hidup di zaman di mana pernikahan sering kali dianggap sebagai ajang pencapaian sosial: semakin muda menikah, semakin ‘hebat’.

Padahal, kesiapan dalam menikah tidak ditentukan oleh usia, tapi oleh kematangan berpikir, kesiapan menghadapi konflik, dan kemampuan mengelola emosi. Pernikahan bukan soal pesta satu hari, tapi soal hidup bertahun-tahun dalam satu atap dengan segala perbedaan dan tantangan.

Kesetaraan dan Peran yang Berubah

Pernikahan modern membawa semangat baru: kesetaraan peran antara suami dan istri. Tidak ada lagi dikotomi kaku bahwa suami hanya pencari nafkah dan istri hanya ibu rumah tangga. Keduanya bisa bekerja, berbagi tugas domestik, bahkan saling mendukung karier masing-masing.

Namun, kesetaraan ini juga menghadirkan tantangan baru. Dibutuhkan komunikasi dan kompromi yang matang agar pembagian peran tidak menjadi ajang saling menuntut. Kesetaraan bukan berarti sama rata, tapi saling menghormati peran dan kontribusi masing-masing.

Media Sosial: Pedang Bermata Dua

Di era digital, hubungan tak lepas dari pengaruh media sosial. Banyak pasangan yang saling mengenal lewat aplikasi kencan, jatuh cinta lewat chat, dan mempublikasikan kisah cinta mereka di Instagram. Namun di sisi lain, media sosial juga bisa menjadi bom waktu: kecemburuan karena komentar orang lain, perselingkuhan digital, atau ekspektasi tidak realistis dari kehidupan pasangan selebgram.

Pernikahan modern menuntut kita untuk bijak dalam menggunakan teknologi. Jangan sampai hubungan rusak hanya karena kita lebih sibuk membahagiakan audiens dunia maya dibanding pasangan di dunia nyata.

Privasi dan Ruang Pribadi

Salah satu ciri khas pernikahan modern adalah pengakuan akan pentingnya ruang pribadi. Pasangan bukan lagi dua individu yang harus melebur menjadi satu, tapi dua insan yang tetap punya identitas, hobi, dan waktu untuk diri sendiri.

Ruang pribadi bukan ancaman bagi pernikahan, justru sebaliknya. Ia membantu menjaga kewarasan dan membangun kepercayaan. Pernikahan sehat adalah ketika pasangan tidak harus selalu bersama setiap saat, tapi tetap bisa saling mendukung meski berjalan di jalan masing-masing sesekali.

Keuangan: Sumber Konflik Paling Umum

Realita lain yang menghantam pernikahan modern adalah urusan keuangan. Banyak pasangan yang enggan membicarakan keuangan sebelum menikah karena dianggap tabu atau tidak romantis. Padahal, uang adalah salah satu penyebab utama perceraian.

Penting bagi pasangan modern untuk duduk bersama dan membahas hal ini secara terbuka: penghasilan, utang, tabungan, gaya hidup, dan rencana jangka panjang. Pernikahan tanpa transparansi finansial adalah seperti kapal yang berlayar tanpa arah.

Pendidikan Pranikah: Kebutuhan yang Sering Diabaikan

Sayangnya, banyak orang lebih sibuk menyiapkan resepsi pernikahan daripada menyiapkan kehidupan setelah pernikahan. Padahal, pendidikan pranikah sangat penting untuk membekali pasangan dalam menghadapi konflik, komunikasi, dan perbedaan.

Pendidikan pranikah bukan hanya soal hukum dan agama, tapi juga soal psikologi, finansial, dan keterampilan membina relasi. Ini adalah investasi terbaik agar pernikahan tidak menjadi jebakan hidup.

Ketahanan Pernikahan dan Keberanian untuk Bertumbuh

Pernikahan modern bukan hanya tentang bahagia bersama, tapi juga tentang bertahan dalam badai dan tumbuh dalam perbedaan. Pasangan yang langgeng bukanlah yang tak pernah bertengkar, tapi yang tahu bagaimana cara berdamai dan belajar dari konflik.

Di sinilah nilai-nilai klasik seperti sabar, setia, dan saling menguatkan tetap relevan, meski dibalut dalam konteks yang lebih setara dan dinamis. Pernikahan yang kuat bukan karena tidak ada masalah, tapi karena ada dua orang yang tak pernah menyerah untuk memperbaikinya.


Penutup: Menikah dengan Sadar, Mencintai dengan Matang

Pernikahan ala modern bukan ancaman, melainkan peluang: peluang untuk membangun rumah tangga yang sehat, dewasa, dan bermakna. Tapi semua itu hanya bisa terwujud jika kita memasuki pernikahan dengan niat yang benar, kesiapan yang utuh, dan kemauan untuk terus belajar.

Menikah itu mudah. Tapi mempertahankannya, hanya bisa dilakukan oleh mereka yang siap menjadi manusia yang terus berkembang — bukan demi dirinya sendiri, tapi demi mereka berdua.