Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Pidato Budaya: “Jangan Biarkan Sejarah Aceh Gentayangan”

Kamis, 24 April 2025 | 21:36 WIB Last Updated 2025-04-24T14:36:30Z


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya muliakan para alim ulama, tokoh adat, pemuda, para hadirin yang dimuliakan Allah.

Hari ini, izinkan saya berbicara bukan sebagai siapa-siapa, tapi sebagai anak bangsa Aceh yang resah. Resah melihat tanah tumpah darah kita, perlahan kehilangan akar sejarahnya. Resah melihat jejak perjuangan para syuhada, para ulama, dan para sultan agung kita, mulai terabaikan, dan hanya tinggal nama di prasasti yang tak lagi dibaca.

Aceh ini, bapak ibu, dulu adalah bangsa yang berdiri dengan tegak, bukan karena emas dan senjata, tapi karena keberanian dan marwah. Negeri yang dicatat dunia karena peradaban Islamnya, karena kepahlawanannya, dan karena kehormatan adat budayanya.

Namun hari ini, izinkan saya bertanya — di mana warisan itu?
Apakah masih terjaga di hati kita? Atau sudah kita jual murah demi hiburan instan, demi popularitas murahan, demi jabatan sesaat?

Para hadirin sekalian,
Sejarah Aceh hari ini gentayangan.
Ia berkeliaran di makam tua yang sepi, di nisan syuhada yang ditutupi ilalang, di hikayat yang mulai hilang, di adat yang mulai dipermainkan. Dan kita, generasi hari ini, mulai abai. Kita lebih akrab dengan nama artis Korea dan selebgram daripada nama Teuku Umar dan Cut Nyak Dhien. Kita lebih hafal jargon TikTok daripada hikmah Prang Sabi.

Apakah ini bangsa yang dulu disegani dunia?
Apakah ini warisan darah para pejuang yang tak tunduk pada kompeni, yang menjual nyawa demi harga diri, yang memilih syahid daripada dijajah?

Wahai pemuda Aceh,
Bangkitlah. Jangan jadi generasi yang sekadar mewarisi tanah, tapi tak tahu cerita di atas tanah itu. Jangan jadi anak cucu yang sekadar bangga pada leluhur, tapi tak mampu menjaga amanahnya. Jangan biarkan sejarah Aceh gentayangan — hidupkan kembali dalam jiwa kita.

Karena sejarah bukan hanya untuk dibaca, tapi untuk dijadikan pedoman. Bukan hanya untuk diperingati, tapi untuk diwarisi nilai-nilainya.

Ingatlah, Aceh ini besar bukan karena keturunan, tapi karena keteguhan iman, marwah adat, dan keberanian melawan kebatilan. Jika itu hilang, maka tak layak lagi kita menyebut diri anak cucu Sultan Iskandar Muda.

Hadirin yang saya muliakan,
Mari mulai dari diri sendiri.
Baca kembali hikayat Aceh. Ziarahi makam para syuhada. Rawat manuskrip tua kita. Jangan malu berbahasa Aceh. Angkat kembali budaya adat di tengah modernisasi. Dan jadikan sejarah Aceh sebagai obor penerang masa depan kita.

Karena bangsa yang lupa sejarah, akan gentayangan dalam kehinaan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.