Pertanian bukan sekadar soal sawah, ladang, atau hasil panen. Lebih dari itu, pertanian adalah ruang sosial, ruang budaya, sekaligus ruang pembangunan manusia. Di negara agraris seperti Indonesia, pertanian adalah identitas, bahkan sejarah peradaban Nusantara dibangun di atas suburnya tanah dan kekayaan hasil bumi.
Namun, di era modern, ruang pertanian sering dipinggirkan. Anak muda lebih memilih kota daripada sawah. Masyarakat mulai meninggalkan ladang demi mengejar peluang instan di sektor jasa. Padahal di balik semua itu, ada potensi besar yang belum diolah maksimal, bukan hanya untuk ekonomi, tapi juga untuk membentuk sumber daya manusia (SDM) yang mandiri dan berkualitas.
Pertanian: Ruang Kehidupan dan Kebudayaan
Pertanian sejatinya adalah ruang transfer nilai-nilai hidup, seperti kerja keras, kesabaran, ketekunan, dan kemandirian. Nilai-nilai inilah yang harus diwariskan dalam proses pembangunan SDM.
Di desa-desa, anak-anak yang tumbuh di lingkungan pertanian biasanya memiliki mental tahan banting, kreatif menghadapi keterbatasan, dan paham pentingnya ekosistem alam. Nilai-nilai inilah yang bisa menjadi bekal penting dalam membangun manusia Indonesia yang berkarakter.
Pertanian dan Ketahanan Pangan
Dalam perspektif pembangunan berkelanjutan, ketahanan pangan adalah syarat utama sebuah bangsa bertahan di masa krisis. Pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu sudah membuktikan bahwa sektor pertanian adalah salah satu penyelamat ekonomi rakyat. Saat industri, pariwisata, dan jasa tumbang, pertanian tetap bertahan.
Sayangnya, jika SDM di sektor ini tak dibina sejak dini, maka dalam 10-20 tahun ke depan, kita bisa menghadapi krisis petani. Data BPS menunjukkan bahwa usia petani Indonesia didominasi kelompok usia di atas 45 tahun, dan anak muda semakin enggan turun ke sawah.
Pentingnya Revitalisasi Pertanian dalam Pembangunan SDM
Oleh karena itu, ruang pertanian harus didudukkan kembali sebagai laboratorium kehidupan, tempat anak muda belajar tentang alam, ekosistem, manajemen, hingga kewirausahaan berbasis hasil bumi.
Kurikulum pendidikan bisa memasukkan mata pelajaran agribisnis modern, pengolahan hasil pertanian, dan teknologi pertanian berbasis digital. Sekolah-sekolah di wilayah pedesaan harus memiliki lahan praktik pertanian, bukan hanya teori di ruang kelas.
Lebih jauh, ruang-ruang diskusi pemuda, organisasi kemasyarakatan, hingga pesantren bisa menjadi basis regenerasi petani milenial, yang tak hanya paham bertanam, tapi juga cakap memasarkan produk pertanian lewat e-commerce dan platform digital.
Kesimpulan: Pertanian Adalah Masa Depan
Pertanian bukan masa lalu yang harus ditinggalkan, tapi masa depan yang harus dipersiapkan. Dengan memberdayakan ruang pertanian sebagai ruang pembelajaran sosial dan karakter, kita tak hanya membangun ketahanan pangan, tapi juga membentuk SDM yang kuat, mandiri, kreatif, dan punya nilai juang tinggi.
Karena sejatinya, bangsa yang kuat bukan hanya yang punya industri canggih, tapi yang bisa mengolah tanahnya sendiri, dan mencetak generasi yang menghormati nilai-nilai hidup dari tanah airnya.