Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Kritikan: Antara Perubahan dan Permusuhan

Jumat, 09 Mei 2025 | 09:08 WIB Last Updated 2025-05-09T02:11:12Z


Oleh: Azhari 

Di negeri ini, kritik telah menjadi barang langka yang sering kali disalahpahami. Bagi yang berkuasa, kritik dianggap ancaman. Bagi yang frustrasi, kritik dijadikan pelampiasan. Sedangkan bagi yang jujur, kritik adalah wujud cinta kepada tanah air dan masyarakatnya. Namun, di antara ketiganya, ada garis tipis yang sering kali kabur: apakah sebuah kritikan lahir untuk perubahan atau untuk permusuhan?

Kritik: Pilar Peradaban

Sejak peradaban manusia mengenal sistem sosial, kritik telah menjadi nafas bagi perubahan. Dalam sejarah Islam, Nabi Muhammad SAW sendiri tidak alergi terhadap kritik. Para sahabat pun, meskipun mencintai Rasul, tak segan mengajukan pertanyaan, menyampaikan keberatan, bahkan memberi saran. Karena mereka tahu, kritik bukan tanda benci, melainkan bentuk kepedulian.

Begitu pula dalam catatan sejarah bangsa ini. Para pendiri bangsa seperti Soekarno, Hatta, Tan Malaka, hingga Sutan Sjahrir berani mengkritik penjajahan dan kekuasaan zalim. Kritik mereka bukan untuk merusak, melainkan membangun ruang baru bagi keadilan dan kemerdekaan.

Kritik yang benar lahir dari nurani. Ia tidak menjilat kekuasaan, tidak pula menghasut rakyat untuk membenci tanpa arah. Kritik yang murni bertujuan memperbaiki, bukan merusak.

Permusuhan Berkedok Kritikan

Namun di era digital, di mana jari lebih cepat daripada akal, kritik kerap berubah menjadi senjata permusuhan. Media sosial, ruang diskusi publik, bahkan mimbar-mimbar politik kini penuh dengan suara-suara yang menyebut dirinya “kritikus,” padahal sejatinya hanya sedang melampiaskan kebencian.

Ada yang mengkritik karena dendam pribadi. Ada yang pura-pura peduli, padahal motifnya ingin menjatuhkan lawan politik. Ada pula yang sengaja memprovokasi, mengadu domba masyarakat, lalu bersembunyi di balik slogan “demi kebebasan berpendapat.”

Kritik jenis ini bukan hanya tidak sehat, tapi juga membahayakan. Ia merusak tatanan sosial, memecah belah bangsa, dan menyulut konflik horizontal. Lebih buruk lagi, ketika kritik permusuhan ini dibungkus narasi moral, seakan-akan yang melawan adalah musuh rakyat.

Kenapa Kita Harus Bisa Membedakan?

Negeri ini akan hancur bukan karena banyaknya kritik, melainkan karena ketidakmampuan membedakan mana kritik yang membangun, mana kritik yang menghancurkan. Ketika kritik yang sehat dibungkam, dan kritik bermotif permusuhan dipelihara demi kepentingan elite tertentu, maka kerusakan tinggal menunggu waktu.

Sebaliknya, ketika semua kritikan dipukul rata sebagai suara sumbang, ketika setiap orang yang bersuara disebut pembangkang, maka negeri ini akan berjalan tanpa arah. Negara yang anti kritik hanya akan melahirkan dua hal: penjilat di istana, dan perlawanan di jalanan.

Kritik: Seni Menyampaikan Kebenaran

Kritik itu seni. Ia bukan sekadar soal benar atau salah, tapi tentang cara menyampaikan. Kritik yang baik harus memiliki tiga unsur:

  1. Data yang valid — bukan sekadar asumsi atau fitnah.
  2. Niat yang benar — bukan karena dendam, iri, atau ambisi pribadi.
  3. Bahasa yang elegan — tegas tapi santun, keras tapi bermartabat.

Di zaman ini, kritik yang cerdas dan beradab lebih sulit ditemui daripada kritik yang kasar dan provokatif. Karena itulah, kita butuh lebih banyak orang yang berani mengkritik, tapi dengan akal sehat, hati yang jernih, dan tutur kata yang bijak.

Penutup: Mari Kita Tumbuhkan Kritik Sehat

Negeri ini tidak butuh lebih banyak penjilat. Kita butuh lebih banyak orang yang berani bicara benar di depan kekuasaan. Tapi ingat, keberanian itu harus disertai dengan niat baik, bukan kebencian.

Jangan jadikan kritik sebagai alat balas dendam. Jadikan kritik sebagai tanda cinta. Karena cinta yang sejati, berani menegur ketika yang dicintai mulai salah jalan.

Kritik itu obat. Kadang pahit, tapi menyembuhkan. Sedangkan kritik yang bermotif permusuhan hanyalah racun. Manis di awal, membunuh di akhir.

Saatnya kita belajar kembali membedakan: mana kritikan untuk perubahan, mana kritikan untuk permusuhan.