Oleh: Azhari
Setiap tanggal 2 Mei, bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), mengenang jasa Ki Hadjar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan Nasional. Lebih dari sekadar seremonial, Hardiknas seharusnya menjadi momentum untuk merenungi kembali hakikat pendidikan: bukan sekadar transfer ilmu, tetapi pembebasan manusia dari kebodohan, ketertinggalan, dan ketidakadilan.
Di tengah arus globalisasi dan digitalisasi saat ini, tantangan dunia pendidikan semakin kompleks. Generasi muda Indonesia menghadapi dunia yang berbeda dari era Ki Hadjar dahulu. Jika dulu tantangannya adalah penjajahan fisik dan kebodohan struktural, kini ancamannya adalah penjajahan digital, krisis karakter, dan ketergantungan terhadap teknologi.
Pendidikan di Era Informasi
Kemajuan teknologi informasi menghadirkan paradoks: di satu sisi membuka akses tanpa batas terhadap pengetahuan, di sisi lain memicu ketimpangan baru. Tidak semua anak Indonesia bisa menikmati pendidikan digital dengan setara. Di kota-kota besar, anak muda mudah mengakses internet cepat dan pendidikan daring, sementara di pelosok desa, banyak yang masih berjuang dengan sinyal lemah dan keterbatasan fasilitas.
Selain itu, derasnya arus informasi tanpa filter memicu krisis moral dan etika di kalangan generasi muda. Informasi hoaks, konten destruktif, budaya instan, hingga tren hedonisme digital menjadi ancaman serius bagi kualitas mental anak bangsa.
Krisis Karakter di Tengah Digitalisasi
Pendidikan bukan hanya soal nilai rapor, akreditasi, atau ranking. Lebih dari itu, pendidikan adalah tentang membentuk karakter, membangun kesadaran kritis, dan menanamkan nilai kebangsaan. Sayangnya, di era media sosial, banyak generasi muda lebih sibuk mengejar popularitas daripada kualitas diri.
Perilaku konsumtif, budaya pamer, dan kecanduan gawai telah merusak kepekaan sosial generasi muda. Banyak yang kehilangan semangat belajar, malas membaca, dan lebih nyaman menjadi penonton daripada pelaku perubahan. Padahal, di pundak merekalah masa depan bangsa ini dititipkan.
Tantangan Pendidikan Kita
Ada beberapa tantangan pendidikan Indonesia saat ini:
-
Ketimpangan Akses
Masih banyak anak muda di daerah terpencil yang kesulitan mengakses pendidikan layak. Pemerataan fasilitas pendidikan masih menjadi pekerjaan rumah. -
Kualitas Guru dan Kurikulum
Di era digital, peran guru bukan lagi sebagai sumber informasi, tetapi sebagai fasilitator dan inspirator. Sayangnya, banyak tenaga pendidik belum siap menghadapi era baru ini. -
Krisis Literasi
Data menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia masih rendah. Budaya literasi kalah oleh budaya menonton dan bermain gim. -
Pendidikan Karakter yang Lemah
Pendidikan kita lebih menekankan kognitif daripada pembentukan karakter. Padahal, kecerdasan moral dan sosial sangat penting di era penuh distraksi ini. -
Ancaman Ideologi Ekstrem
Radikalisme digital dan penyebaran ideologi destruktif lewat media sosial mengancam generasi muda. Pendidikan harus menjadi benteng moral dan ideologis bangsa.
Harapan untuk Generasi Muda
Hardiknas seharusnya menjadi momen bagi generasi muda untuk bangkit, menyadari bahwa masa depan bangsa ada di tangan mereka. Dunia boleh berubah, teknologi boleh berkembang, tapi nilai-nilai kejujuran, integritas, kerja keras, dan cinta tanah air tidak boleh pudar.
Generasi muda harus berani keluar dari zona nyaman digital. Tidak sekadar menjadi pengguna teknologi, tetapi pencipta inovasi. Tidak hanya menjadi penikmat konten, tetapi produsen karya yang memberi manfaat. Bangsa ini butuh pemuda yang berpikir kritis, berkarakter kuat, dan peduli terhadap nasib bangsanya.
Penutup
Peringatan Hari Pendidikan Nasional bukan sekadar nostalgia tentang Ki Hadjar Dewantara, tetapi ajakan untuk kembali memaknai pendidikan sebagai alat perjuangan dan pembebasan. Tantangan boleh berubah, tapi esensi pendidikan tetap sama: membentuk manusia merdeka, berilmu, dan bermartabat.
Kini saatnya generasi muda Indonesia mengambil peran. Membangun peradaban baru di era digital dengan fondasi akhlak mulia, wawasan kebangsaan, dan semangat kolaborasi. Karena sebagaimana pesan Ki Hadjar, "Ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani", pendidikan bukan soal siapa di depan atau di belakang, tapi tentang siapa yang mau bergerak bersama untuk masa depan bangsa.