Etika Komunikasi dalam Organisasi: Antara Harapan dan Keilmuan
Oleh: Azhari
(Akademisi dan Pemerhati Sosial)
Komunikasi adalah urat nadi kehidupan organisasi. Sehebat apa pun visi, sebagus apa pun program, dan sebanyak apa pun anggaran yang dimiliki, tanpa komunikasi yang sehat, sebuah organisasi bisa terjerembab dalam konflik internal, miskomunikasi, bahkan kehancuran.
Namun, persoalannya, banyak organisasi yang hanya mengandalkan intuisi dalam berkomunikasi, tanpa didasari etika yang baik dan ilmu komunikasi yang benar. Akibatnya, komunikasi di dalam organisasi sering berjalan asal-asalan, penuh prasangka, dominasi ego, bahkan tidak jarang melahirkan intrik.
Di sinilah pentingnya menempatkan etika komunikasi organisasi sebagai panduan moral dan keilmuan, bukan sekadar harapan kosong atau basa-basi dalam AD/ART semata.
Etika Komunikasi: Lebih dari Sekadar Sopan Santun
Dalam konteks organisasi, etika komunikasi bukan hanya tentang berkata sopan atau menjaga nada bicara. Lebih jauh dari itu, etika komunikasi adalah kemampuan menyampaikan pesan secara jujur, transparan, proporsional, dan bertanggung jawab, dengan tetap menghargai norma, hierarki, dan situasi organisasi.
Keilmuan komunikasi menjelaskan bahwa pesan yang baik bukan hanya soal apa yang disampaikan, tetapi bagaimana cara menyampaikannya, kapan waktu yang tepat, serta siapa yang menyampaikan kepada siapa. Di sinilah konsep komunikasi efektif dan etika komunikasi bertemu, menjadi fondasi harmonisasi dalam organisasi.
Antara Harapan dan Kenyataan di Lapangan
Dalam banyak organisasi — baik lembaga pemerintahan, pendidikan, sosial, hingga kemasyarakatan — etika komunikasi sering kali menjadi jargon belaka. Semua berharap komunikasi berjalan baik, saling menghargai, terbuka, dan mengedepankan musyawarah. Tetapi kenyataannya:
- Banyak pemimpin yang anti-kritik, dan menyamakan masukan sebagai perlawanan.
- Anggota organisasi sering berbicara tanpa pertimbangan etika, menimbulkan konflik laten.
- Informasi penting sering ditutup-tutupi, sementara gosip dan kabar liar justru bebas beredar.
- Forum resmi hanya formalitas, diskusi substansial terjadi di belakang layar tanpa etika.
Hal ini terjadi karena organisasi lebih sering mengedepankan relasi kuasa daripada etika keilmuan dalam komunikasi. Posisi jabatan dianggap lebih penting ketimbang kualitas pesan dan cara penyampaiannya.
Komunikasi Organisasi dalam Perspektif Keilmuan
Ilmu komunikasi organisasi mengajarkan bahwa pesan yang baik harus memenuhi lima prinsip dasar:
-
Kejelasan (Clarity)
Pesan harus mudah dipahami, tidak multitafsir, dan tidak bertele-tele. -
Keterbukaan (Openness)
Informasi penting harus disampaikan secara transparan, tanpa ditutupi demi kepentingan kelompok tertentu. -
Ketepatan (Accuracy)
Data, fakta, dan informasi yang disampaikan harus benar, tidak direkayasa, dan tidak berlebihan. -
Kesantunan (Courtesy)
Pilihan kata, nada bicara, dan gestur tubuh harus mencerminkan penghargaan kepada audiens. -
Kesesuaian Konteks (Contextuality)
Setiap pesan harus disesuaikan dengan waktu, tempat, situasi, dan audiens yang menerima.
Organisasi yang menerapkan prinsip ini secara konsisten akan lebih sehat secara komunikasi, mengurangi konflik internal, dan memperkuat loyalitas anggota.
Menjembatani Harapan dan Realita
Lantas, bagaimana caranya agar etika komunikasi tidak sekadar menjadi harapan dalam organisasi, tetapi benar-benar terimplementasi?
-
Susun Aturan Etika Komunikasi Organisasi Secara Tertulis
Tidak cukup hanya dengan budaya lisan. Organisasi harus punya panduan komunikasi resmi, mulai dari standar etika berbicara, mekanisme menyampaikan kritik, hingga prosedur menyampaikan aspirasi. -
Berikan Pelatihan Komunikasi Organisasi
Seluruh anggota, terutama pimpinan, perlu dibekali pelatihan komunikasi, baik dalam hal public speaking, mediasi, hingga komunikasi persuasif. -
Ciptakan Budaya Keterbukaan yang Sehat
Dorong forum-forum resmi untuk menjadi ruang diskusi terbuka, tanpa takut kritik, selama disampaikan secara etis dan konstruktif. -
Hindari Politik Bisik-bisik dan Over Acting Komunikasi
Dalam organisasi, jangan membangun jaringan informasi tandingan di belakang layar. Semua komunikasi penting harus disampaikan dalam forum resmi agar tidak memicu kegaduhan internal.
Penutup
Etika komunikasi dalam organisasi bukan sekadar harapan moral, melainkan kebutuhan strategis yang harus didasarkan pada kaidah keilmuan. Organisasi tanpa komunikasi yang sehat hanya akan menjadi ladang intrik, konflik, dan ketidakpercayaan.
Sudah saatnya organisasi di tingkat apa pun — dari kampung, kantor, hingga pemerintahan — membangun budaya komunikasi yang jujur, santun, terbuka, dan bertanggung jawab. Karena sejatinya, kekuatan organisasi bukan terletak pada anggaran besar atau jabatan tinggi, tetapi pada bagaimana anggotanya saling berbicara, menyampaikan pikiran, dan menyelesaikan persoalan dengan etika yang baik.