Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Kecerdasan dan Jabatan Hanya Akan Jadi Kenangan dalam Pergaulan

Rabu, 09 Juli 2025 | 00:26 WIB Last Updated 2025-07-08T17:26:15Z




Dalam perjalanan hidup, manusia sering kali disibukkan oleh dua hal: mencari kecerdasan dan mengejar jabatan. Dua hal ini dianggap sebagai ukuran keberhasilan seseorang dalam masyarakat. Sejak kecil kita didorong untuk menjadi anak yang pintar di sekolah, mendapatkan nilai tinggi, masuk kampus favorit, lalu meraih jabatan bergengsi di kantor atau pemerintahan. Seolah-olah kecerdasan dan jabatan adalah kunci utama harga diri dan penerimaan dalam lingkungan pergaulan.

Namun, hidup selalu punya cara menunjukkan kenyataan. Waktu akan membuktikan bahwa kecerdasan setinggi langit dan jabatan setinggi gunung sekalipun pada akhirnya hanya akan menjadi kenangan dalam pergaulan manusia. Bukan kecerdasan atau jabatan yang dikenang orang, melainkan pribadi dan akhlak yang melekat.

Kecerdasan Itu Fana, Ketulusan Itu Abadi

Kita mungkin masih ingat siapa yang dulu paling pintar di sekolah, juara kelas, atau langganan ranking satu. Tapi seiring berjalannya waktu, kecerdasan itu tidak lagi menjadi hal utama dalam pergaulan. Orang lebih menghargai siapa yang bersikap baik, siapa yang ringan tangan membantu, siapa yang tidak sombong meski pintar, dan siapa yang jujur saat diberi amanah.

Kecerdasan tanpa adab akan menjadi beban dalam pergaulan. Orang cerdas yang congkak, merendahkan orang lain, dan merasa dirinya paling benar justru akan dijauhi. Sebaliknya, orang dengan kecerdasan sederhana tapi rendah hati dan mau berbagi ilmu, akan terus dikenang.

Ilmu dan kecerdasan memang penting. Tapi yang lebih penting adalah bagaimana ilmu itu membuat pemiliknya semakin manusiawi, bukan semakin tinggi hati. Orang boleh pandai, tapi jangan lupa bahwa di atas langit masih ada langit. Dalam pergaulan, orang tidak bertanya seberapa tinggi gelar kita, tapi seberapa besar manfaat kita.

Jabatan Itu Sementara, Perilaku Itu Selamanya

Begitu pula dengan jabatan. Setinggi apapun kursi yang pernah diduduki, sebesar apapun kekuasaan yang pernah digenggam, semua akan berlalu saat waktu pensiun atau pergantian masa tiba. Banyak kita saksikan pejabat yang dulu dihormati, disegani, bahkan ditakuti, kini duduk sendiri di beranda rumah, tinggal kenangan.

Orang tidak mengenang jabatannya, tapi mengenang caranya memperlakukan orang lain saat berkuasa. Apakah saat punya jabatan, ia sombong atau rendah hati? Apakah saat diberi kuasa, ia adil atau sewenang-wenang? Apakah saat berkuasa, ia banyak membantu atau malah menyakiti? Semua itulah yang abadi dalam ingatan orang-orang di sekitarnya.

Sering kali jabatan membuat seseorang lupa daratan. Merasa diri paling penting, bisa merendahkan siapa saja, dan lupa bahwa jabatan itu hanya sementara. Padahal, ketika jabatan itu lepas, orang-orang yang dulu pura-pura hormat akan pergi. Tinggallah nama, dan nama itu akan dikenang baik atau buruk, tergantung sikap dan perilaku yang ditinggalkan.

Pergaulan Lebih Butuh Akhlak daripada Pangkat

Dalam pergaulan, akhlak jauh lebih dihargai daripada kecerdasan dan jabatan. Orang mungkin segan kepada yang cerdas, tunduk kepada yang berkuasa, tapi hanya akan tulus bersahabat dengan yang beradab. Sikap rendah hati, suka menolong, tidak sombong, dan menjaga lisan lebih berarti dalam pergaulan daripada kecerdasan atau pangkat.

Pergaulan manusia tidak mengenal pangkat saat duduk di warung kopi, saat melayat tetangga, atau saat salat berjamaah. Yang dilihat bukan siapa dia, tapi bagaimana dia bersikap kepada sesama. Inilah sebabnya banyak orang biasa yang dikenang masyarakat karena kebaikannya, sementara orang berpangkat dilupakan karena kesombongannya.

Penutup: Tinggalkan Jejak Baik, Bukan Hanya Nama Besar

Pada akhirnya, kecerdasan dan jabatan hanyalah titipan sementara. Semua itu bisa habis dimakan usia, bisa lenyap diterpa waktu. Tapi jejak kebaikan, ketulusan, dan akhlak mulia akan hidup lebih lama daripada umur kita sendiri.

Orang tidak akan ingat seberapa cerdas kita, tapi mereka ingat bagaimana kita membuat mereka merasa dihargai. Orang tidak peduli seberapa tinggi jabatan yang pernah kita pegang, tapi mereka akan selalu mengingat apakah kita pernah berbuat baik atau zalim kepada mereka.

Maka mari kita jalani hidup dengan menyadari bahwa ilmu dan jabatan hanyalah kendaraan, bukan tujuan. Gunakan kecerdasan untuk memberi manfaat. Gunakan jabatan untuk melayani, bukan untuk ditakuti. Karena saat semua itu sirna, hanya nama baik dan akhlak yang akan tetap tinggal.

Dalam pergaulan, orang akan mengenang kebaikan, bukan gelar atau kekuasaan. Dan itulah warisan terbaik yang bisa kita tinggalkan.