Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Menjaga Martabat Sesama: Analisis Hukum terhadap Surat Al-Hujurat Ayat 11

Kamis, 24 Juli 2025 | 23:27 WIB Last Updated 2025-07-24T16:27:55Z





“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok...”
(QS. Al-Hujurat: 11)

Ayat ini tidak hanya menjadi seruan moral dan etika, tetapi juga bisa dibaca sebagai fondasi spiritual bagi sistem hukum yang adil, bermartabat, dan menjunjung tinggi kemanusiaan.


1. Konteks Ayat: Menjaga Harga Diri dan Persaudaraan

Surat Al-Hujurat ayat 11 menekankan larangan terhadap tiga tindakan yang merusak kohesi sosial:

  • Mengejek dan merendahkan orang lain.
  • Memanggil dengan gelar-gelar buruk.
  • Menyindir atau menjelekkan secara langsung.

Dalam masyarakat yang plural seperti Indonesia, nilai-nilai ini sangat krusial. Perundungan (bullying), ujaran kebencian, hingga diskriminasi berbasis ras, agama, dan status sosial seringkali menjadi sumber konflik sosial dan pelanggaran hukum.


2. Relevansi Hukum Positif: Perspektif Hukum di Indonesia

Ayat ini dapat dikaitkan dengan beberapa regulasi di Indonesia, antara lain:

  • Pasal 310 KUHP (Penghinaan)
    Melarang perbuatan yang merendahkan martabat orang lain secara lisan maupun tulisan.

  • Pasal 27 ayat (3) UU ITE
    Melarang penghinaan dan/atau pencemaran nama baik melalui media elektronik.

  • Pasal 28E dan 28G UUD 1945
    Menjamin hak setiap orang untuk dihargai martabat dan kehormatan dirinya.

Ayat ini juga mendukung prinsip non-diskriminasi, kesetaraan di depan hukum, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, sebagaimana tercermin dalam berbagai instrumen hukum nasional dan internasional.


3. Dimensi Etika dan Sosial: Membangun Hukum yang Bermoral

Ayat ini menegaskan bahwa keadilan dalam hukum bukan hanya soal hitam putih aturan, tetapi juga menyentuh ranah adab, etika, dan rasa malu. Ketika hukum dijalankan tanpa pertimbangan nilai moral seperti dalam ayat ini, maka yang terjadi adalah hukum yang kaku dan kehilangan jiwa.

Dalam dunia keadilan, menghina, mengejek, atau memberi label buruk kepada sesama tidak hanya bentuk pelanggaran etika, tetapi juga bisa menjadi pintu masuk konflik sosial yang lebih besar. Oleh karena itu, aparat penegak hukum dan pembuat kebijakan harus menjadikan nilai-nilai Al-Qur’an sebagai inspirasi dalam membangun hukum yang manusiawi.


4. Urgensi Pendidikan dan Penegakan Hukum Berbasis Etika Qur’ani

Pentingnya membumikan nilai-nilai seperti yang terdapat dalam Al-Hujurat:11 adalah untuk:

  • Mencegah polarisasi sosial akibat ujaran kebencian.
  • Membina warga agar beretika di ruang publik dan digital.
  • Mengembangkan hukum yang tidak hanya menghukum, tapi juga mendidik.

Jika masyarakat diberi pemahaman bahwa mengejek dan mencela adalah dosa besar sekaligus berimplikasi hukum, maka akan tercipta ruang sosial yang lebih sehat.


 Saatnya Menjadikan Etika Qur’ani Sebagai Sumber Hukum yang Hidup

Surat Al-Hujurat ayat 11 mengajarkan bahwa martabat manusia adalah harga mati. Ketika hukum ditegakkan tanpa menghina, tanpa membalas dendam, tanpa mencela, maka hukum akan menjadi cahaya — bukan cambuk. Dalam dunia hukum yang kerap terjebak pada formalitas, ayat ini memberi napas spiritual bahwa yang kita bela bukan hanya keadilan formal, tetapi juga kemanusiaan yang utuh.


Wallahu a’lam bisshawab.

.