Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Museum Ulama Se-Aceh — Warisan Ilmu untuk Generasi Mendatang

Senin, 21 Juli 2025 | 12:47 WIB Last Updated 2025-07-21T05:59:27Z

Museum Ulama Se-Aceh — Warisan Ilmu untuk Generasi Mendatang



Aceh dikenal sebagai Serambi Mekkah, bukan semata karena letaknya yang dekat dengan Arab, melainkan karena peran besar para ulama yang telah menerangi bumi Aceh dengan cahaya ilmu dan iman. Namun sayangnya, satu hal yang masih sangat minim hadir di tengah perkembangan zaman adalah: Museum Ulama Se-Aceh.

Aceh telah memiliki banyak cagar budaya, dari museum tsunami, museum sejarah kerajaan, hingga situs perjuangan. Tapi belum ada satu tempat khusus yang menghimpun, memamerkan, dan mengabadikan warisan keilmuan dan perjuangan para ulama Aceh dari masa ke masa. Padahal para ulama adalah pilar utama yang membentuk identitas keislaman dan kebudayaan kita.

Kini, saat zaman semakin digital dan generasi muda perlahan menjauh dari akar sejarahnya, membangun Museum Ulama Se-Aceh bukan sekadar penting — tetapi mendesak.


Ulama Bukan Hanya Tokoh Agama, Tapi Arsitek Peradaban

Ulama Aceh seperti Tgk. Chik di Tiro, Abu Lam U, Abu Krueng Kale, Abu Keumala, Abu Hasyim, Tgk. Syik Pante Kulu, Abu Paya Pasi, dan ratusan lainnya, bukan hanya tokoh masjid atau dayah. Mereka adalah guru bangsa, penggerak rakyat, penyelamat akidah, dan bahkan panglima dalam jihad melawan penjajahan.

Sebagian mereka menulis kitab, mendirikan dayah, menanamkan semangat cinta ilmu dan agama. Sebagian lainnya berdakwah keliling, membina umat, menasihati pemimpin. Mereka adalah benteng Aceh saat kolonial datang, dan mereka pula yang menjaga moral masyarakat saat konflik dan bencana menerpa.

Namun, dimanakah warisan mereka sekarang?
Berapa banyak kitab mereka yang disalin?
Di mana pakaian mereka, pena mereka, catatan khutbah mereka, bahkan foto-foto mereka?
Jika tidak segera dihimpun, semuanya akan hilang ditelan waktu.


Mengapa Museum Ulama Itu Diperlukan?

1. Sebagai Pusat Pendidikan Karakter Islam
Museum ulama bisa menjadi tempat belajar sejarah keislaman Aceh. Anak-anak bisa mengenal para tokoh ulama lewat diorama, rekaman suara, kitab asli, benda pribadi, video dokumenter, dan ruang interaktif. Ini jauh lebih efektif daripada hanya membaca nama mereka di buku pelajaran.

2. Menumbuhkan Rasa Hormat Generasi Muda terhadap Ulama
Di zaman sekarang, ketika media sosial membuat orang mudah menghina ulama, generasi kita perlu diajak kembali memahami siapa ulama itu, bagaimana pengorbanannya, dan mengapa keberadaannya harus dihormati. Museum bisa menjadi ruang edukasi spiritual yang kuat.

3. Melindungi Warisan Ilmu dari Kepunahan
Banyak kitab ulama Aceh ditulis dengan tangan. Banyak nasihat dan kisah hanya tersimpan di lisan para santri tua. Jika tidak dikumpulkan sekarang, semuanya bisa hilang. Museum bisa menjadi ruang konservasi dan digitalisasi manuskrip dan warisan ulama.

4. Sebagai Simbol Peradaban Islam di Aceh
Museum ini bukan hanya tempat menyimpan benda, tapi tempat membangun citra Aceh sebagai negeri berperadaban Islam tinggi. Dunia akan melihat bahwa Aceh punya akar kuat dalam pendidikan, pemikiran, dan kepemimpinan Islam.


Desain yang Bisa Diimpikan

Museum Ulama Se-Aceh bisa dibangun di pusat provinsi atau di titik sejarah penting seperti Kembang Tanjong, Samalanga, Matangkuli, atau Pidie. Di dalamnya bisa terdiri dari:

  • Ruang Biografi Ulama per Kabupaten/Kota
  • Perpustakaan Kitab Kuno dan Digitalisasi Manuskrip
  • Galeri Foto dan Artefak Ulama
  • Teater Sejarah Dakwah dan Perjuangan
  • Ruang Interaktif: Belajar Qira’ah, Ilmu Hadis, Nahwu, Tasawuf, Fiqih
  • Kelas Pendidikan Ulama Muda dan Kajian Turats

Dengan konsep modern dan edukatif, museum ini bisa menjadi magnet wisata sejarah sekaligus pusat pembinaan generasi cinta ilmu dan Islam.


Jika Kita Tak Segera Bertindak, Kita Akan Kehilangan

Aceh punya ribuan ulama, tetapi bila tak dihimpun dan didokumentasikan, generasi kita hanya akan mewarisi nama-nama kosong. Maka, membangun Museum Ulama Se-Aceh adalah bentuk cinta kita pada ilmu, pada Islam, dan pada warisan Aceh.

“Ulama boleh wafat, tapi ilmunya tidak boleh ikut mati. Museum adalah cara kita menjaga nyala itu tetap hidup untuk masa depan.”

Jangan tunggu semua peninggalan ulama hancur dimakan rayap, atau lenyap dalam kebakaran rumah tua. Saatnya pemerintah, MPU, dayah-dayah, dan masyarakat bersatu membangun rumah besar bagi sejarah ulama: Museum Ulama Se-Aceh.


Penulis Azhari