TA MEUTUTÒ BÈK LEUPAH-LEUPAH: Refleksi Lidah dan Keselamatan Dunia Akhirat
Oleh: Azhari
Ta meututò bèk leupah-leupah,
Meukilah lidah tanyoe binasa,
Narit ta peulheuh beuna ta ingat,
Tanyoe seulamat akhirat donya…
Bait pantun di atas bukan sekadar permainan kata-kata. Ia adalah pancaran kearifan lokal Aceh yang dalam, menegur kita dengan bahasa yang lembut tapi mengguncang. Di tengah hiruk-pikuk dunia, di antara kebisingan media sosial, di sela-sela rapat politik, maupun saat warung kopi menjadi ruang adu bicara—kita diingatkan: hati-hati dengan lidah.
Lidah: Kecil Tapi Mematikan
Lidah adalah anggota tubuh paling kecil, tapi sering menjadi alat paling kejam. Ia bisa menyejukkan atau menghancurkan. Banyak kasus korupsi, fitnah, perpecahan keluarga, hingga permusuhan antar sesama dimulai dari lidah yang leupah-leupah—ucapan yang sembrono, penuh hasad, dusta, atau terlalu cepat menyimpulkan.
Di zaman sekarang, “lidah” bisa berubah bentuk: status WhatsApp, caption Instagram, komentar Facebook, bahkan bisikan di grup-grup tertutup. Sekali kita salah “meukilah lidah” (menggerakkan lidah), maka binasa bisa datang tak terduga. Nama baik hancur, keluarga porak-poranda, bahkan bisa masuk penjara.
Bicara Benar, atau Diamlah
Nabi Muhammad SAW bersabda:
> "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia berkata baik atau diam." (HR. Bukhari dan Muslim)
Ini bukan anjuran kosong. Ini prinsip hidup. Aceh pernah jaya karena ulamanya menjaga lidah dan pemimpinnya menjaga amanah. Kini, ketika semua orang ingin bicara, sedikit yang ingin mendengar, apalagi merenung.
Lidah Dalam Dunia Hukum dan Politik
Bait ini juga menyentil keras para pemimpin, politisi, bahkan oknum aparat hukum. Banyak yang berbicara seolah membela rakyat, tapi di baliknya ada agenda tersembunyi. Banyak pula yang bersumpah atas nama hukum, namun lidahnya hanya membungkus kezaliman. Jika tak berhati-hati, meukilah lidah tanyoe binasa bukan kiasan, tapi kenyataan.
Lidah bisa membebaskan orang dari jerat hukum. Tapi bisa juga menyeret orang yang tak bersalah ke bui. Hanya karena satu pernyataan, satu oknum berita, satu testimoni. Maka, siapa pun yang punya kuasa bicara di ruang publik harus sangat sadar: kata-kata adalah senjata.
Akhirat dan Dunia: Sama-sama Perlu Selamat
Pantun ini juga menegaskan bahwa keselamatan bukan hanya di dunia. Kita hidup bukan hanya untuk jabatan, harta, atau pujian. Di balik kehidupan ini, ada pengadilan yang lebih adil. Maka, jika ingin seulamat akhirat donya, jaga lidah, jaga hati, jaga laku.
Diam Bukan Lemah, Menjaga Lidah Adalah Kuasa
Diam bukan tanda tak mampu. Justru kadang diam adalah pilihan terbaik agar tidak binasa karena lidah. Lidah yang dijaga adalah tanda iman yang matang. Lidah yang dikendalikan adalah bekal menuju dunia yang damai dan akhirat yang selamat.
Ta meututò bèk leupah-leupah,
Jaga bicara, timbang makna,
Karena dengan lidah, kita bisa mulia,
Atau binasa tanpa sisa…