Nak, Jadilah Pemimpin Sejati yang Berguna bagi Umat, Jangan Zalim Atas Jabatanmu
Oleh: Azhari
“Nak, jadilah pemimpin sejati yang berguna bagi umat. Jangan zalim atas jabatanmu terhadap sesama. Ingat, jabatan itu amanah, bukan alat menindas. Kekuasaan itu ujian, bukan kehormatan yang abadi.”
Kalimat ini adalah suara hati yang dalam, nasihat yang lahir dari kasih sayang orang tua, dan doa yang menyelimuti langkah anak-anaknya agar tak tergelincir di puncak dunia. Sebab, ketika seorang anak tumbuh dan diberi kekuasaan, saat itulah setan berbisik lebih dekat, dunia menggoda lebih keras, dan ujian datang lebih tajam.
1. Nak, Jabatan Itu Titipan, Bukan Milik
Saat engkau duduk di kursi kekuasaan, jangan pernah merasa bahwa jabatan itu milikmu. Itu hanyalah titipan dari Allah, dan juga dari rakyat yang menitipkan harapan padamu. Jangan bangga dengan gelar, gaji besar, atau kekuasaan yang bisa memindahkan kebijakan. Sebab semua itu bisa dicabut dalam sekejap, dan kamu akan dihisab bukan karena apa yang kamu raih — tapi apa yang kamu perbuat dengan amanah itu.
Jangan jadikan jabatan sebagai alat untuk membalas dendam. Jangan kau tundukkan hukum hanya untuk melindungi kelompokmu. Jadilah pemimpin sejati: yang takut kepada Tuhan, bukan hanya takut kehilangan kekuasaan.
2. Nak, Jadilah Cahaya, Bukan Bayangan Kekuasaan
Pemimpin sejati bukan yang hanya hadir saat pujian datang, tapi juga yang berdiri paling depan saat rakyat menderita. Jadilah cahaya yang menerangi jalan umat. Bukan bayangan gelap yang muncul hanya ketika kekuasaan menyala, lalu hilang saat kepentingan tak lagi ada.
Nak, umat butuh pemimpin yang peduli, bukan hanya pintar. Yang adil, bukan hanya populer. Yang dekat dengan penderitaan rakyat, bukan hanya dekat dengan fasilitas dan kenyamanan.
3. Zalim Itu Awalnya Manis, Tapi Akhirnya Menghancurkan
Zalim itu bukan hanya menindas dengan kekerasan. Tapi juga ketika kamu diam saat kebatilan menang. Saat kamu menutup mata terhadap penderitaan rakyat, atau membiarkan orang kecil dikorbankan demi kepentingan segelintir elit.
Zalim adalah ketika kamu tahu yang benar, tapi memilih membungkamnya demi kenyamanan kekuasaanmu.
Nak, jangan pernah bermain-main dengan kezaliman. Sebab do'a orang yang terzalimi itu menembus langit, dan Allah tidak pernah tidur. Hari ini kamu mungkin di atas, tapi esok kamu bisa jatuh lebih keras.
4. Jadilah Pemimpin yang Meninggalkan Jejak, Bukan Luka
Nak, kelak ketika kamu tidak lagi menjabat, apa yang akan orang kenang dari dirimu? Apakah mereka akan berkata, “Dia pemimpin yang menindas,” atau “Dia pemimpin yang mengayomi”?
Jangan bangga karena banyak pengawal. Banggalah ketika banyak orang mendoakanmu dalam diam.
Pemimpin sejati adalah yang ketika meninggal, rakyat menangis bukan karena kehilangan kekuasaan, tapi karena kehilangan kasih dan keadilan.
5. Pemimpin Sejati Bukan yang Ditakuti, Tapi yang Dicintai
Tak perlu jadi pemimpin yang disegani karena jabatan tinggi, cukup jadi pemimpin yang dicintai karena keadilan dan ketulusan. Pemimpin yang sejati akan tetap dikenang bahkan ketika jasadnya telah tiada. Tapi pemimpin zalim hanya dikenang sebagai peringatan bagi generasi berikutnya: "Jangan jadi seperti dia."
Jadilah Pemimpin yang Membawa Keberkahan
“Nak, jika suatu hari engkau berada di tampuk kekuasaan, jangan pernah lupakan bahwa jabatan itu hanya sementara. Yang abadi adalah amalmu, keadilanmu, dan kebaikanmu kepada sesama.”
Pemimpin sejati bukan yang disanjung saat hidup, tapi yang tetap didoakan ketika mati. Maka nak, jika kamu sukses, jadilah gunung yang menaungi — bukan jurang yang menelan.
“Nak, ku doakan kau menjadi pemimpin yang adil, yang takut kepada Tuhan, yang membawa keberkahan bagi umat. Jangan zalim, Nak. Karena doa orang yang dizalimi bisa menumbangkan istanamu dalam sekejap.”