Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Pandangan Perempuan Terhadap Poligami: Antara Hak dan Kewajiban

Rabu, 09 Juli 2025 | 01:05 WIB Last Updated 2025-07-08T18:05:55Z




Poligami telah menjadi topik hangat yang terus diperbincangkan, baik dari sudut pandang agama, hukum negara, adat istiadat, maupun perspektif perempuan itu sendiri. Di satu sisi, Islam memperbolehkan poligami dengan sejumlah syarat ketat. Di sisi lain, bagi sebagian perempuan, poligami dianggap sebagai ancaman terhadap stabilitas rumah tangga, keadilan emosional, dan hak-hak perempuan.

Sebagai seorang perempuan, hak untuk mendapat perlakuan adil dan perhatian yang layak dalam rumah tangga adalah hal mutlak. Pernikahan bukan hanya soal status hukum, tetapi juga tentang batin, kepercayaan, dan kenyamanan hidup. Ketika wacana poligami diangkat, banyak perempuan merasa suara dan kepentingan mereka kerap diabaikan atas nama syariat, padahal syariat Islam juga meletakkan kemuliaan dan kehormatan perempuan di tempat yang sangat tinggi.

Poligami dalam Perspektif Islam: Hak, Bukan Kewajiban

Islam secara tegas memberikan rambu-rambu tentang poligami. QS. An-Nisa ayat 3 memperbolehkan seorang laki-laki menikahi lebih dari satu perempuan, dengan syarat mampu berlaku adil. Namun keadilan di sini bukan hanya soal materi, tetapi juga soal hati, perhatian, dan keutuhan keluarga.

Di sisi lain, Islam tidak mewajibkan poligami. Bahkan, dalam hadis disebutkan bahwa siapa yang mampu menikah satu saja dan mampu menjaga diri serta keluarganya, itu lebih baik. Dalam konteks ini, perempuan berhak menyatakan sikap, setuju atau tidak terhadap poligami, karena agama pun memberi ruang bagi perempuan untuk menentukan sikap atas hak-haknya.

Hak Perempuan dalam Pernikahan

Dalam pernikahan, perempuan memiliki sejumlah hak yang diakui oleh hukum syariat dan negara, antara lain:

  • Hak atas keadilan: Bila suami berpoligami, istri berhak menuntut keadilan dalam nafkah lahir batin, perhatian, dan waktu.
  • Hak mengetahui rencana poligami: Seorang suami dalam hukum nasional wajib meminta persetujuan istri pertama sebelum menikah lagi. Istri berhak menolak atau memberikan syarat tertentu.
  • Hak menggugat cerai: Jika poligami suami menimbulkan ketidakadilan atau penderitaan lahir batin, perempuan berhak meminta cerai di pengadilan.

Hal ini menunjukkan bahwa syariat Islam sekalipun sangat memuliakan hak-hak perempuan dalam pernikahan, bahkan dalam konteks poligami.

Kewajiban Perempuan dalam Rumah Tangga

Di sisi lain, perempuan juga memiliki kewajiban dalam pernikahan, seperti menjaga kehormatan diri, mengelola rumah tangga, serta memberikan keturunan dan kasih sayang kepada anak. Namun, kewajiban itu bukan berarti menutup mata terhadap haknya sendiri.

Sebagian masyarakat sering memposisikan perempuan sebagai pihak yang harus "nrimo" dan menerima keputusan suami tanpa suara. Padahal, dalam Islam, musyawarah suami-istri dalam mengambil keputusan besar, termasuk poligami, adalah bagian dari sunnah Rasulullah SAW.

Sejarah mencatat, para istri Rasulullah pun berdialog dan menyampaikan isi hati mereka kepada Nabi SAW, termasuk saat soal keadilan hati dan perasaan di antara istri-istri beliau.

Pandangan Perempuan Terhadap Poligami

Beragam pandangan muncul di kalangan perempuan terkait poligami:

  1. Sebagian menolak keras, karena dianggap menyakiti perasaan, merusak rumah tangga, dan rentan menimbulkan konflik antar perempuan.

  2. Sebagian menerima dengan syarat, bila memang keadaan mengharuskan, seperti istri sakit berat, tidak bisa memberikan keturunan, atau demi kemaslahatan anak yatim dan janda terlantar, dengan tetap menjunjung tinggi keadilan.

  3. Sebagian bersikap realistis, menerima kenyataan bahwa poligami bagian dari syariat Islam, namun berharap suami bisa bijak, adil, dan tidak mempermainkan syariat hanya untuk memuaskan hawa nafsu.

Di sinilah perempuan memiliki hak suara atas tubuh, batin, dan martabatnya. Negara pun dalam UU Nomor 1 Tahun 1974 memberikan ruang bagi perempuan untuk menolak atau memberikan syarat dalam poligami.

Risiko Poligami yang Sering Dialami Perempuan

Realitas di masyarakat, praktik poligami sering menimbulkan:

  • Ketidakadilan dalam nafkah dan perhatian.
  • Perselisihan antar istri dan anak.
  • Dampak psikologis pada anak dan istri.
  • Terbengkalainya tanggung jawab suami.

Karena itu, perempuan perlu memiliki kesadaran hukum dan keberanian menyuarakan haknya, baik sebelum, saat, maupun setelah poligami terjadi. Jangan sampai syariat dijadikan alat pembenar untuk menzalimi perempuan.

Penutup: Bijak Menyikapi Poligami

Poligami bukan kewajiban, tapi syariat dengan syarat ketat. Perempuan berhak menentukan sikap atas tubuh, hati, dan masa depannya. Hak-hak perempuan dilindungi oleh syariat dan hukum negara.

Sebaliknya, perempuan juga dituntut bijak melihat situasi. Tidak semua poligami buruk, tapi tidak semua pula bisa dijalankan tanpa risiko. Bila keputusan poligami diambil dengan musyawarah, niat baik, keadilan, dan pertimbangan maslahat, maka syariat bisa berjalan dengan baik.

Yang salah bukan poligaminya, tapi cara manusia mempraktikkannya. Dan di sinilah pentingnya perempuan memahami hak dan kewajiban dirinya, agar tak terjebak dalam ketidakadilan berkedok agama.