Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Kehidupan Dusta dalam Kata, Petaka dalam Kerja

Sabtu, 30 Agustus 2025 | 16:46 WIB Last Updated 2025-08-30T09:47:03Z



Dalam kehidupan sehari-hari, kata adalah jendela jiwa. Dari kata kita memahami isi hati, dari kata pula kita membangun jembatan dengan sesama. Namun, ketika kata berubah menjadi dusta, ia bukan lagi jembatan, melainkan jurang. Kata-kata yang dipelintir, dibalut manis namun beracun, perlahan membentuk budaya kebohongan yang merusak sendi kehidupan.

Kita hidup di zaman ketika kata sering diperdagangkan. Janji-janji politik ditebar bak daun kering yang tertiup angin. Di meja kerja, banyak yang memilih bersandiwara demi aman, mengiyakan meski hatinya menolak. Di ruang sosial, kata menjadi topeng: senyum penuh basa-basi, pujian tanpa tulus, dan pengakuan semu yang dibalut kepentingan. Hidup dalam kata dusta sama artinya menanam api di ladang kering: cepat atau lambat, petaka akan membakar habis.

Dusta yang Menciptakan Dunia Semu

Dusta tak pernah berhenti pada satu titik. Ia selalu berkembang biak. Satu kebohongan memanggil kebohongan lain untuk menutupinya. Di sinilah kehidupan kehilangan kesejatian. Orang mulai terbiasa mendengar janji tanpa harapan, kata-kata tanpa bukti, dan kerja tanpa hasil. Ketika dusta sudah dianggap wajar, kebenaran menjadi asing.

Seorang karyawan yang menutupi kesalahannya dengan laporan palsu mungkin lolos sekali, tetapi setiap kebohongan itu membuatnya kehilangan integritas. Seorang pemimpin yang menjual kata-kata indah untuk mencari dukungan mungkin dielu-elukan sesaat, tetapi ketika kerja tak sesuai ucapan, rakyat akan kehilangan kepercayaan.

Dunia semu ini membuat manusia kelelahan. Bekerja bukan lagi soal berkarya, melainkan menjaga topeng. Kata digunakan bukan untuk menyampaikan kebenaran, melainkan untuk menutupi kekurangan.

Petaka dalam Kerja

Kerja yang lahir dari dusta tak akan pernah melahirkan keberkahan. Bagaimana mungkin sebuah bangunan akan kokoh jika fondasinya rapuh? Begitu pula kerja yang dibangun di atas laporan palsu, janji kosong, dan niat tidak tulus.

Kita menyaksikan banyak proyek yang roboh bukan karena material semata, melainkan karena laporan rekayasa. Kita mendengar instansi yang terlihat megah dari luar, tetapi runtuh karena budaya kerja penuh kepalsuan. Petaka dalam kerja tidak hanya merugikan lembaga, melainkan merusak mental generasi. Anak-anak muda belajar bahwa untuk naik jabatan cukup dengan menjilat, bukan bekerja. Mereka menyaksikan bahwa yang dihargai bukan kejujuran, melainkan kepandaian menyusun kata manis.

Jika budaya ini dibiarkan, bangsa kita tidak sedang berjalan ke depan, melainkan melangkah mundur dengan wajah penuh senyum palsu.

Kata yang Menyelamatkan

Namun, tidak semua kata adalah racun. Kata bisa menjadi obat, bisa menjadi cahaya. Kata yang jujur, meski sederhana, mampu menumbuhkan kepercayaan. Kata yang tulus, meski singkat, mampu menyembuhkan hati yang luka.

Bayangkan seorang pemimpin yang berani berkata: “Saya belum mampu, mari kita cari jalan bersama.” Kata itu mungkin terdengar sederhana, bahkan merendah, tetapi justru menyelamatkan. Sebab di balik kejujuran ada kekuatan yang tak dimiliki kebohongan: keberanian untuk menghadapi kenyataan.

Di tempat kerja, kata yang jujur membuka ruang perbaikan. Mengakui salah mungkin terasa berat, tetapi dari situlah solusi lahir. Sebaliknya, menutupinya dengan dusta hanya menambah beban yang suatu hari akan meledak.

Hidup dengan Kesejatian

Refleksi terbesar dalam hidup adalah keberanian untuk memilih jalan kebenaran, meski sering kali jalan itu sepi. Dusta mungkin membawa kenyamanan sesaat, tetapi ia menyisakan kegelisahan panjang. Sebaliknya, kebenaran mungkin menyakitkan di awal, tetapi ia menuntun pada kedamaian.

Hidup dengan kesejatian berarti berani menjaga kata, menjadikannya cermin hati, bukan topeng. Kerja dengan kesejatian berarti membangun karya dengan dasar integritas, bukan sandiwara. Jika kata selaras dengan kerja, maka hidup akan bermakna.



Kehidupan dusta dalam kata hanya akan menjerumuskan kita pada petaka dalam kerja. Mungkin dunia akan memaklumi kebohongan sekali dua kali, tetapi sejarah tidak akan pernah memaafkan. Yang abadi bukanlah kepandaian kita menata kata, melainkan ketulusan kita menepatinya.

Maka, mari kita rawat kata, jaga sikap, dan luruskan kerja. Sebab pada akhirnya, hidup yang jujur selalu lebih ringan daripada hidup yang penuh dusta.