Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Keumalahayati: Laut, Kehormatan, dan Pelajaran untuk Aceh Hari Ini

Rabu, 13 Agustus 2025 | 09:54 WIB Last Updated 2025-08-13T02:54:29Z



Pada abad ke-16, Asia Tenggara gempar oleh kemunculan seorang perempuan yang menembus batas-batas zamannya: Keumalahayati, laksamana laut Kesultanan Aceh Darussalam. Di tengah dominasi pemimpin militer laki-laki, ia berdiri tegak memimpin Inong Balee—armada laut yang anggotanya seluruhnya adalah janda para pejuang.

Keumalahayati bukan sekadar pemimpin simbolis. Ia adalah komandan yang piawai, menguasai taktik laut, dan memahami psikologi perang. Armada Inong Balee di tangannya menjadi kekuatan yang ditakuti di Selat Malaka—urat nadi perdagangan Asia Tenggara yang menjadi rebutan Portugis, Belanda, dan pedagang internasional.

Puncak kejayaannya tercatat ketika ia menumpas kesombongan Cornelis de Houtman, pemimpin armada Belanda yang mencoba memaksakan perjanjian dagang dengan ancaman senjata. Dalam duel di dek kapal, Keumalahayati menewaskannya. Peristiwa itu memukul mental VOC dan mengirim pesan jelas: Aceh bukan negeri yang bisa ditaklukkan dengan gertakan.


Lebih dari Sekadar Kisah Heroik

Keumalahayati bukan hanya simbol keberanian perempuan Aceh, tetapi juga cermin bahwa kedaulatan memerlukan:

  1. Kepemimpinan yang berani mengambil risiko.
  2. Kekuatan militer dan strategi yang adaptif.
  3. Persatuan rakyat di bawah tujuan bersama.

Kemenangan atas Cornelis de Houtman bukan sekadar pertempuran fisik, tetapi kemenangan narasi. Ia menunjukkan bahwa Aceh memiliki harga diri, daya tawar, dan kemauan untuk melindungi wilayahnya.


Pelajaran untuk Pemuda Aceh Masa Kini

Hari ini, kita tidak berperang dengan kapal perang dan meriam, tetapi dengan teknologi, informasi, dan kekuatan ekonomi. Musuh tidak datang dengan bendera asing, melainkan melalui kebijakan yang melemahkan kedaulatan, investasi yang merugikan rakyat, dan budaya yang mengikis identitas.

Pemuda Aceh harus belajar dari Keumalahayati:

  • Memimpin dengan integritas dan keberanian.
  • Menguasai medan perang masa kini—baik itu dunia digital, politik, atau ekonomi.
  • Bersatu melampaui perbedaan pribadi atau kelompok.

Penutup: Laut yang Tidak Pernah Padam

Sejarah Keumalahayati bukan hanya milik buku pelajaran atau peringatan seremonial. Ia adalah inspirasi yang hidup, membisikkan pesan bahwa kedaulatan Aceh hanya dapat dijaga jika ada keberanian untuk menantang arus.

Di dek kapal abad ke-16, Keumalahayati menghunus pedang demi kehormatan bangsa. Hari ini, giliran kita menghunus tekad, pengetahuan, dan solidaritas. Karena laut perjuangan Aceh tidak pernah benar-benar tenang—ia hanya menunggu nakhoda yang berani mengarunginya.