Bireuen – Dua dekade setelah penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 2005, harapan besar terus disuarakan agar hasil perdamaian Aceh benar-benar terwujud dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat. Salah satunya datang dari Jasa Bireuen, sebuah lembaga yang peduli pada pembangunan sosial dan pendidikan di Kabupaten Bireuen.
Ketua Jasa Bireuen, Muliadi, menegaskan bahwa Pemerintah Aceh dan pemerintah kabupaten/kota harus menjadikan pembangunan sumber daya manusia (SDM) sebagai prioritas utama dalam setiap pembahasan anggaran. Ia menilai, tanpa pembangunan SDM yang serius, cita-cita perdamaian Aceh untuk melahirkan masyarakat yang sejahtera dan mandiri akan sulit tercapai.
“Dalam pembahasan anggaran di tingkat Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota, program pendidikan harus benar-benar diprioritaskan. Kita harus melahirkan generasi Aceh yang hebat dan cerdas agar mampu membawa masa depan Aceh yang cemerlang pasca 20 tahun damai Aceh,” ungkap Muliadi di Bireuen, Sabtu 21/09.2025
Pembangunan SDM Kunci Masa Depan Aceh
Menurutnya, pembangunan manusia adalah investasi jangka panjang yang dampaknya akan dirasakan lintas generasi. “Pembangunan manusia sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Ini bukan hanya soal membangun gedung atau infrastruktur fisik, tetapi membangun kualitas pikiran, keterampilan, dan karakter generasi muda Aceh,” tegasnya.
Muliadi menambahkan, sudah saatnya Pemerintah Aceh memberi ruang lebih luas bagi generasi muda Aceh untuk berdaya saing di tingkat nasional maupun internasional. “Aceh memiliki modal sejarah dan budaya yang kuat. Tinggal bagaimana pemerintah memfasilitasi pendidikan, pelatihan, dan akses kesempatan agar generasi muda kita tidak tertinggal,” ujarnya.
Evaluasi Pemanfaatan Dana Otsus
Muliadi juga menyinggung pemanfaatan Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang selama ini menjadi tulang punggung pembangunan Aceh. Ia menilai, sebagian besar anggaran masih terserap pada sektor infrastruktur fisik, sementara program peningkatan kapasitas SDM relatif kurang mendapat porsi yang memadai. “Dana Otsus harus benar-benar dirasakan manfaatnya untuk peningkatan kualitas pendidikan, beasiswa, pengembangan keterampilan, dan program-program pemberdayaan pemuda,” katanya.
Menurutnya, momentum 20 tahun damai Aceh adalah waktu yang tepat untuk melakukan evaluasi menyeluruh. “Jangan sampai kita hanya merayakan perdamaian secara seremonial, tetapi melupakan esensi terpentingnya, yaitu peningkatan kualitas hidup masyarakat melalui pendidikan dan pemberdayaan manusia,” lanjutnya.
Peran Strategis Pendidikan
Ketua Jasa Bireuen itu mencontohkan beberapa langkah yang bisa diambil pemerintah, antara lain memperluas akses beasiswa bagi pelajar dan mahasiswa Aceh, meningkatkan kualitas guru dan tenaga pendidik, memperbanyak program magang industri bagi pemuda, serta membangun pusat-pusat pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja nasional dan global. “Ini langkah nyata untuk memastikan generasi muda Aceh siap bersaing, baik di dalam maupun luar negeri,” ujarnya.
Muliadi menekankan, jika pemerintah serius memprioritaskan pembangunan SDM, maka Aceh akan memiliki generasi emas yang mampu melanjutkan perjuangan orang tua mereka dengan cara-cara damai dan produktif. “Inilah cara kita menjaga semangat perdamaian dan mengisinya dengan pembangunan yang berkelanjutan,” katanya.
Ajakan untuk Peduli Bersama
Di akhir pernyataannya, Muliadi mengajak semua pihak—pemerintah, swasta, masyarakat sipil, dan tokoh masyarakat—untuk peduli dan bersinergi memperkuat program pembangunan manusia di segala lini. “Kami mengingatkan, hasil perdamaian Aceh harus tercermin pada kualitas SDM yang semakin baik. Jangan hanya bangga dengan status damai, tapi buktikan melalui anak-anak kita yang cerdas, sehat, terampil, dan berakhlak mulia,” pungkasnya.