Dalam setiap zaman, manusia selalu tergoda oleh pesona kekuasaan. Tahta, jabatan, dan pengaruh seolah menjadi ukuran kesuksesan hidup. Namun di balik hiruk pikuk perebutan posisi, lupa bahwa semua kekuasaan hanyalah titipan. Ayat yang begitu dalam dari Surah Ali Imran ayat 26 mengingatkan kita dengan tegas:
“Katakanlah, wahai Allah, Pemilik kekuasaan! Engkau berikan kekuasaan kepada siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mu segala kebaikan. Sungguh Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Ayat ini bukan hanya bacaan doa, tetapi pesan moral dan spiritual yang seharusnya menjadi landasan dalam kehidupan sosial dan politik umat manusia, termasuk umat Islam di era modern ini. Ia menegaskan bahwa kekuasaan bukan hasil kecerdikan semata, tetapi kehendak Allah. Seseorang bisa berkuasa bukan karena dia paling kuat, tetapi karena Allah sedang mengujinya dengan amanah besar.
1. Kekuasaan Adalah Amanah, Bukan Milik Pribadi
Dalam pandangan Islam, kekuasaan bukanlah alat untuk memuaskan nafsu pribadi, melainkan amanah untuk menegakkan keadilan. Allah tidak menolak kekuasaan, tetapi mengecam penyalahgunaannya. Ketika seseorang merasa bahwa jabatannya hasil jerih payahnya sendiri, maka di sanalah awal kehancuran nurani dimulai.
Ali Imran ayat 26 mengingatkan bahwa kekuasaan itu bisa datang dan pergi. Tidak ada jaminan seorang pemimpin hari ini akan tetap berkuasa esok hari. Allah bisa mencabut kekuasaan tanpa harus menunggu tanda-tanda besar, cukup dengan hilangnya keberkahan, sirnanya kepercayaan rakyat, atau munculnya kezaliman dalam kebijakan.
Kekuasaan yang tidak dibingkai dengan takwa hanya akan menjadi jalan kehancuran. Dalam sejarah Islam, banyak khalifah dan raja yang mulia bukan karena kekuatannya, tetapi karena rasa takut mereka kepada Allah. Umar bin Abdul Aziz, misalnya, dikenal bukan karena kekayaannya, melainkan karena ketulusannya dalam memimpin dan mengutamakan kepentingan rakyat.
2. Kemuliaan dan Kehinaan Ada di Tangan Allah
Ayat ini juga menegaskan bahwa kemuliaan dan kehinaan tidak datang dari manusia, melainkan dari Allah. Dunia sering menilai seseorang dari jabatan, kekayaan, atau popularitasnya. Namun dalam pandangan Allah, ukuran kemuliaan hanyalah ketakwaan.
Seorang pemimpin bisa mulia di mata rakyat karena keadilannya, tapi hina di sisi Allah jika hatinya dipenuhi kesombongan. Sebaliknya, seorang rakyat biasa bisa hina di mata dunia, tetapi dimuliakan Allah karena kesabarannya dan keikhlasannya dalam menjalani hidup.
Inilah pelajaran penting bagi setiap hamba agar tidak silau dengan dunia. Sebab yang meninggikan seseorang bukan kekayaannya, melainkan ketaatan dan amalnya. Sejarah mencatat, Firaun merasa dirinya paling berkuasa, namun Allah menghancurkannya dengan air. Sedangkan Nabi Musa yang sederhana justru dimuliakan sepanjang zaman.
3. Kekuasaan Dunia Bersifat Fana
Sering kali manusia lupa bahwa kekuasaan dunia bersifat sementara. Tahta yang tinggi hari ini bisa runtuh besok. Popularitas yang diagungkan bisa pudar seiring waktu. Inilah pesan mendalam dari ayat ini: Allah berhak mencabut kekuasaan kapan pun Dia kehendaki.
Ketika kekuasaan dipegang oleh orang zalim, jangan tergesa menuduh Allah tidak adil. Sebab setiap kekuasaan, baik pada yang baik maupun buruk, memiliki tujuan dalam skenario Ilahi. Kadang Allah memberikan kekuasaan kepada orang zalim untuk menguji kesabaran rakyat dan menyingkap kemunafikan para pengikutnya.
Namun yakinlah, sebagaimana Allah memberi, Ia juga mampu mengambil dengan cara yang tak terduga. Kekuasaan yang dibangun di atas kebohongan, penindasan, dan korupsi pasti akan tumbang, cepat atau lambat.
4. Kepemimpinan sebagai Ujian
Setiap kekuasaan adalah ujian. Allah tidak sekadar menilai hasil kerja seorang pemimpin, tetapi juga niat di baliknya. Apakah ia berkuasa untuk kebaikan atau untuk kepentingan diri sendiri?
Pemimpin sejati akan selalu merasa takut kehilangan ridha Allah lebih dari kehilangan jabatan. Ia sadar bahwa setiap kebijakan akan dimintai pertanggungjawaban, setiap keputusan akan menjadi saksi di hadapan Allah.
Sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Artinya, kekuasaan bukan kemuliaan, melainkan tanggung jawab yang berat. Siapa yang menjadikannya alat kezaliman, ia sedang menyiapkan kehinaan di akhirat.
5. Pelajaran Bagi Umat di Masa Kini
Di tengah zaman yang penuh dengan perebutan kekuasaan dan ambisi dunia, Ali Imran ayat 26 hadir sebagai tamparan lembut bagi umat. Kita hidup dalam era di mana jabatan sering dijadikan alat mencari keuntungan, bukan ladang ibadah.
Umat Islam perlu kembali kepada kesadaran spiritual bahwa semua kekuasaan dan keberhasilan hanyalah karena izin Allah. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Pemimpin, pejabat, bahkan negara, semuanya akan berubah. Yang abadi hanyalah kebenaran dan keadilan yang diridai Allah.
Jika kita ingin negeri ini diberkahi, maka para pemimpin harus takut kepada Allah, bukan kepada kehilangan jabatan. Mereka harus sadar bahwa setiap kebijakan akan dimintai hisab, dan setiap rakyat yang dizalimi akan menjadi saksi di akhirat.
6. Penutup: Kembali Menyandarkan Diri kepada Allah
Surah Ali Imran ayat 26 bukan hanya ayat doa, tetapi fondasi kehidupan. Ia mengajarkan kepada kita bahwa Allah adalah pusat kekuasaan sejati. Tak ada yang dapat berbuat tanpa izin-Nya. Maka, ketika seseorang diberi kekuasaan, hendaknya ia gunakan untuk menegakkan keadilan, menolong yang lemah, dan memakmurkan bumi.
Sebaliknya, bagi mereka yang merasa direndahkan atau dizalimi, jangan berputus asa. Sebab Allah yang sama juga berkuasa mengangkat derajat hamba yang sabar. Sejarah membuktikan bahwa tidak ada kezaliman yang abadi; semua akan berakhir dengan keadilan Allah.
“Engkau muliakan siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan siapa yang Engkau kehendaki.”
Maka marilah kita jadikan ayat ini sebagai pegangan hidup: tidak sombong saat berkuasa, tidak putus asa saat diuji, dan tidak berhenti berdoa agar setiap langkah hidup kita diridai oleh Allah.
Penulis Azhari