Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Stop Bullying di Sekolah, Lanjutkan Belajar Demi Masa Depan

Minggu, 12 Oktober 2025 | 22:20 WIB Last Updated 2025-10-12T15:23:09Z


Sekolah seharusnya menjadi tempat

paling aman bagi setiap anak untuk tumbuh, belajar, dan bermimpi. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian. Di balik tembok kelas yang tampak tenang, masih banyak suara hati yang terlukai oleh perilaku bullying — ejekan, hinaan, kekerasan fisik, dan tekanan sosial yang perlahan membunuh semangat belajar siswa.

Fenomena bullying bukan lagi sekadar persoalan “anak-anak nakal.” Ia adalah luka sosial yang merusak generasi, menciptakan trauma psikologis, bahkan mendorong sebagian korban kehilangan arah dan harapan. Setiap senyuman yang hilang di wajah seorang siswa karena diejek atau disisihkan adalah bukti bahwa sistem pendidikan kita belum sepenuhnya berfungsi sebagai ruang kasih dan pembinaan moral.

Akar Masalah Bullying

Bullying muncul karena hilangnya nilai empati dan kontrol sosial di lingkungan sekolah. Banyak siswa yang tidak menyadari bahwa candaan mereka bisa menjadi penderitaan bagi orang lain. Sebagian lagi meniru perilaku kasar yang mereka lihat di rumah, media sosial, atau lingkungan sekitar. Di sinilah pendidikan karakter dan keteladanan guru menjadi sangat penting.

Guru tidak hanya bertugas mengajar rumus dan teori, tetapi juga menanamkan nilai kemanusiaan: menghargai, menolong, dan menyayangi sesama. Sekolah yang berhasil bukan sekadar mencetak siswa berprestasi akademik, tetapi juga melahirkan pribadi yang berakhlak dan berjiwa sosial tinggi.

Dampak Bullying bagi Korban

Bagi korban, bullying tidak berhenti di ruang kelas. Luka batin itu bisa terbawa hingga dewasa: menurunnya kepercayaan diri, trauma sosial, depresi, bahkan keinginan untuk berhenti sekolah. Tak sedikit kasus di Indonesia menunjukkan bahwa korban bullying memilih jalan tragis karena tak kuat menanggung tekanan.

Kita tidak boleh menutup mata. Setiap bentuk kekerasan verbal atau fisik, sekecil apa pun, harus segera dihentikan. Tidak ada alasan untuk membenarkan perundungan atas dasar fisik, status ekonomi, agama, suku, atau prestasi akademik. Semua siswa berhak atas rasa aman dan penghargaan yang sama.

Peran Guru dan Sekolah

Sekolah harus membangun budaya anti-bullying secara nyata, bukan sekadar slogan di dinding kelas. Guru harus menjadi pelindung sekaligus pendengar bagi siswa. Sementara pihak sekolah perlu membentuk tim konselor yang aktif melakukan pendampingan, sosialisasi, dan penanganan kasus secara bijak.

Selain itu, perlu ada kegiatan yang menumbuhkan empati — seperti peer counseling, program sahabat sebaya, dan pelatihan karakter positif. Sekolah juga harus menjalin kerja sama dengan orang tua untuk memastikan nilai sopan santun dan kasih sayang tumbuh sejak rumah.

Peran Orang Tua dan Masyarakat

Pendidikan karakter tidak berhenti di sekolah. Di rumah, orang tua memiliki tanggung jawab besar untuk memberi teladan dalam berbicara dan bersikap. Anak-anak yang terbiasa melihat kekerasan atau ejekan di rumah, cenderung membawa perilaku itu ke lingkungan sekolah.

Masyarakat pun perlu terlibat. Jangan ada lagi budaya menormalisasi kekerasan dengan kalimat seperti “namanya juga anak-anak.” Justru dari masa kecil lah karakter seseorang dibentuk. Jika kita abai hari ini, maka kita sedang membiarkan generasi masa depan tumbuh tanpa empati.

Lanjutkan Belajar, Demi Masa Depan

Bagi para korban bullying, pesan ini penting: jangan berhenti belajar karena perilaku orang lain. Hidup Anda terlalu berharga untuk dikendalikan oleh pelaku kekerasan. Ingatlah bahwa setiap orang yang sukses pernah melalui masa sulit. Belajar adalah jalan menuju kebebasan dan masa depan yang lebih baik.

Bangkitlah, buktikan bahwa Anda kuat dan mampu. Jangan biarkan kata-kata kasar menghentikan langkah Anda. Dunia menunggu karya dan kontribusi Anda. Masa depan tidak ditentukan oleh siapa yang mengejek Anda hari ini, tetapi oleh seberapa keras Anda berjuang untuk menjadi lebih baik esok.



Gerakan “Stop Bullying” bukan hanya kampanye sesaat, tetapi panggilan moral bagi seluruh bangsa. Sekolah, guru, orang tua, dan siswa harus bersatu melawan segala bentuk kekerasan. Mari kita wujudkan sekolah yang ramah, aman, dan berbudaya saling menghargai.

Karena sejatinya, pendidikan bukan hanya tentang mencetak kecerdasan, tetapi juga tentang membangun kemanusiaan.
Dan masa depan bangsa, hanya akan cerah jika setiap anak tumbuh tanpa rasa takut — melainkan dengan semangat belajar dan kasih yang tulus.


Penulis Azhari