Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Palestina

Jumat, 21 Mei 2021 | 16:29 WIB Last Updated 2021-05-21T09:30:12Z
Hubungan Kesultanan Aceh Darussalam dengan Palestina atau Kanaan telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu. Sultan Johan Syah pendiri Kesultanan Aceh Darussalam tahun 1205 M,  yang beribukota di Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam, memiliki guru militer yang tangguh.Guru militer tersebut adalah ulama terkenal asal Kanaan Palestina yang bernama Syeikh Abdullah Kanaan, dan memiliki kemampuan perang tingkat tinggi.
 
Syeikh Abdullah Kanaan adalah seorang ulama asal Kanaan Palestina, dan termasuk salah satu dari ulama yang mula-mula menyiarkan agama Islam di Aceh. Ia datang ke Aceh Besar bersama dengan Meurah Johan, yang kemudian dikenal sebagai Sultan Johan Syah. Syeikh Abdullah Kanaan juga merupakan ahli pertanian yang pertama kali membawa bibit lada ke Aceh, sehingga Kesultanan Aceh Darussalam mahsyur dengan pertanian lada.

Namanya dalam masyarakat Aceh dikenal dengan Teungku Chik Lampeuneu’euen. Dengan bantuan Syeikh Abdullah Kanaan dan para pengikutnya dari Palestina, maka Putroe Neng dan beberapa wilayah Aceh berhasil ditaklukkan dan serentak memeluk agama Islam.

Meurah Johan bergelar Sultan Johan Syah kemudian mendirikan Kesultanan Islam Aceh Darussalam pada 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205 M di Gampong Pande, sementara keluarga istrinya berdiam di Eumpe Rom. Sultan Johan Syah dilantik langsung oleh Syeikh Abdullah Kanaan dari Palestina yang saat itu menjadi Mufti Kesultanan Aceh Darussalam.

Sejak berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam di Gampong Pande, maka agama Islam mulai tersebar luas, bermula dari Aceh hingga ke seluruh penjuru melayu nusantara sampai ke Asia Tenggara. Gampong Pande kemudian terkenal sebagai pendiri tonggak sejarah tegaknya dakwah Islam di Asia Tenggara.

Pada tahun 1539 Sultan Aceh Sultan Alaiddin Al Kahhar menjalin hubungan dengan kekhalifahan Turki Utsmaniyyah, kemudian dilanjutkan tahun 1546, 1562 dan 1565 untuk melawan Portugis di Malaka. Sultan Turki mengirimkan angkatan militer perang, antara lain dari Mesir dan Siprus, untuk datang membantu Kesultanan Islam Aceh Darussalam mengusir penjajah.
 
Salah satu pasukan yang dikirimkan Khalifah Turki Utsmaniyyah yang datang ke Aceh berasal dari Baital Maqdis, yang terkenal dengan nama Teungku Chik Di Bitai. Teungku Chik Di Bitai bersama pasukannya kemudian mendirikan Dayah Baital MaQdis juga membangun Mesjid Dayah Baital Muqaddis di Gampong Bitai Banda Aceh yang sampai kini dikenal sebagai Masjid Bitai.

Sementara pasukan para ahli pembuat meriam dan peralatan perang berdiam di Gampong Pande. Tengku Chik Di Bitai digelar sebagai Syeikh Salahuddin Di Bitai. Syeikh Salahuddin Di Bitai mendidik para pejuang Aceh Darussalam di Ma’had Askery (Akademi Militer) Baital Muqaddis di Gampong Bitai, untuk melawan kaum Feringgi atau Bangsa Frank, yang dulu menghancurkan Baitul Maqdis Palestina sebelum dikalahkan oleh Sultan Salahuddin Al Ayyubi.

Gelar Syeikh Salahuddin Di Bitai adalah untuk menunjukkan tekad Bangsa Aceh melawan Portugis yang mengancam Islam. Kesultanan Aceh juga kemudian menyerang Portugis di Malaka. Dari Dayah Bitai banyak lahir para tokoh dan Ulama besar di Aceh. Laksamana Malahayati laksamana wanita pertama di dunia merupakan alumni Ma’had Askery Baital Maqdis, demikian juga Sultan Iskandar Muda. 

Hampir semua tokoh penting Kesultanan Aceh Darussalam mendapatkan pelatihan militer dari Akademi Militer Baital Maqdis Turki Utsmani di Gampong Bitai. Perlu diketahui, Hubungan Aceh terus terbina sampai sekarang dengan negara Turki dan negara Palestina masa kini.


Copas group washap