Di era digital seperti sekarang, siapa yang tak kenal TikTok? Aplikasi berbagi video pendek ini telah menjelma menjadi salah satu platform media sosial paling populer di dunia, termasuk di Indonesia. Mulanya sekadar media hiburan, TikTok kini menjadi ladang kreativitas, tempat berdagang, bahkan ruang mencari eksistensi diri. Namun di balik popularitasnya, ada potensi bahaya yang tak boleh diremehkan — petaka dalam rumah tangga.
Fenomena ini bukan sekadar wacana. Banyak rumah tangga yang awalnya harmonis, perlahan retak karena persoalan yang bermula dari layar ponsel. Apakah semua salah TikTok? Tentu tidak. Tapi bagaimana aplikasi ini digunakan, serta lemahnya kontrol diri dan lemahnya komunikasi dalam rumah tangga, menjadi pemantik api dalam sekam.
Ketika Dunia Maya Mengalahkan Dunia Nyata
Waktu bersama pasangan di rumah kini sering tergantikan oleh waktu berselancar di TikTok. Banyak suami atau istri yang asyik menonton konten hiburan, drama percintaan, atau video-video lucu hingga larut malam, sementara pasangan di sampingnya merasa diabaikan. Keterasingan emosional ini, jika dibiarkan, bisa menjadi awal renggangnya hubungan suami-istri.
Tidak sedikit pula kasus di mana pasangan saling mencurigai karena aktivitas TikTok. Konten joget-joget sensual, kirim pesan lewat DM, hingga munculnya relasi digital yang berujung ke perselingkuhan, menjadi masalah baru di banyak rumah tangga. Ada pula yang merasa tertekan karena membandingkan kehidupan rumah tangganya dengan konten-konten glamor di TikTok.
Petaka dari Konten Pamer dan Sensasi
Di TikTok, viral lebih utama daripada etika. Banyak pasangan suami-istri yang tanpa sadar menjadikan rumah tangganya sebagai konten konsumsi publik. Mulai dari cekcok kecil, pertengkaran, hingga persoalan ranjang, dipublikasikan demi mengejar likes dan followers. Akibatnya, privasi rumah tangga hancur, kepercayaan pasangan rusak, dan dampaknya bisa fatal: perceraian.
Fenomena ini terjadi karena hilangnya batas antara ruang publik dan ruang pribadi. Demi konten, banyak yang lupa menjaga kehormatan keluarga, harga diri pasangan, dan martabat rumah tangga. TikTok pun menjadi saksi bagaimana kemuliaan sebuah ikatan pernikahan dipertaruhkan demi popularitas semu.
Ketimpangan Peran dan Waktu
Banyak ibu rumah tangga yang kecanduan TikTok hingga lalai terhadap tugas rumah dan anak-anak. Sebaliknya, banyak suami yang asyik menonton konten tak senonoh atau game di TikTok hingga lupa waktu, tak peduli istri di rumah menunggu. Ketimpangan ini menjadi pemicu konflik, saling sindir, hingga percekcokan yang bisa berujung perpisahan.
Dampak Psikologis yang Tak Terlihat
TikTok juga menghadirkan standar kebahagiaan palsu. Banyak istri merasa minder karena melihat perempuan lain yang tampil cantik, kaya, dan dimanja suaminya. Banyak suami minder karena melihat lelaki lain yang sukses, romantis, dan punya kehidupan mewah. Tanpa disadari, rasa tidak puas ini memicu ketegangan di rumah. Komunikasi terganggu, suasana hati memburuk, dan pertengkaran kecil jadi mudah meledak.
Saatnya Melek Literasi Digital dalam Rumah Tangga
Media sosial bukan musuh, termasuk TikTok. Ia hanya alat. Yang berbahaya adalah penggunaannya tanpa kontrol, tanpa etika, dan tanpa kesadaran batasan. Maka, penting bagi pasangan suami-istri untuk membangun kesepakatan soal etika bermedia sosial di dalam rumah.
Mulai dari membatasi waktu bermain gadget, tidak mempublikasikan masalah rumah tangga, tidak berinteraksi secara pribadi dengan lawan jenis di media sosial tanpa sepengetahuan pasangan, hingga membiasakan quality time tanpa gadget setiap hari.
Selain itu, penting juga menanamkan nilai literasi digital, baik kepada diri sendiri maupun pasangan. Mengingatkan bahwa tidak semua yang viral itu pantas ditiru, tidak semua konten itu benar, dan tidak semua kebahagiaan yang dipamerkan di TikTok adalah nyata.
Penutup
TikTok bisa menjadi sumber hiburan, ladang rezeki, bahkan media dakwah. Tapi jika disalahgunakan, ia bisa berubah menjadi api yang membakar rumah tangga. Semua kembali pada cara kita memanfaatkan teknologi. Rumah tangga yang kokoh butuh komunikasi, kepercayaan, dan batasan yang jelas di era digital ini.
Jangan biarkan konten viral merusak hubungan suci yang dibangun dengan doa dan perjuangan. Sebab, pernikahan itu bukan tontonan publik, melainkan ikatan sakral yang harus dijaga kehormatannya.
Karena tak semua yang bisa dipertontonkan layak dipamerkan. Dan tak semua yang viral, baik untuk rumah tangga.