Di sudut-sudut kota, di pinggir jalan, di dalam kardus, di teras masjid, bahkan di tepi sungai — berita tentang penemuan bayi hasil hubungan di luar pernikahan kerap kali menjadi kabar memilukan yang tak lagi mengejutkan. Ironisnya, masyarakat seolah mulai terbiasa mendengar kisah tragis itu, seakan-akan membuang bayi adalah hal lumrah di negeri yang katanya menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan kemanusiaan.
Fenomena ini tak sekadar soal moralitas yang runtuh, tapi juga menjadi cermin bagaimana kita semua, sebagai bangsa, sedang gagal menjaga generasi dan akhlak sosial.
Ketika Nyawa Tak Lagi Berharga
Betapa hancur hati ketika melihat tubuh mungil itu tergeletak tak berdaya, dibungkus seadanya, ditinggalkan oleh darah dagingnya sendiri. Nyawa manusia yang seharusnya dilindungi sejak dalam kandungan justru menjadi korban dari pergaulan bebas, lemahnya pendidikan moral, dan abainya lingkungan sosial.
Pertanyaan paling mendasar, kenapa ini bisa terjadi berulang? Jawabannya, karena lingkungan kita cenderung permisif. Pacaran bebas dianggap biasa, hubungan tanpa komitmen dibiarkan, dan ketika bencana datang, yang disalahkan hanya pelakunya tanpa menyentuh akar persoalan.
Jangan Hanya Menyalahkan Pelaku
Dalam setiap kasus pembuangan bayi, pelakunya hampir selalu seorang ibu muda yang ketakutan, tak punya pilihan, dan merasa dunia akan menghakimi tanpa ampun. Kita memang bisa saja menyalahkan mereka, namun kita juga wajib jujur bahwa sistem sosial yang gagal ikut andil.
Kemana peran orang tua?
Apa yang dilakukan sekolah?
Mengapa pemerintah abai membina moral generasi?
Mengapa tetangga pura-pura tidak tahu?
Dalam kasus ini, pelaku bukan hanya si ibu yang membuang, tapi juga kita yang membiarkan ruang-ruang penyimpangan tumbuh tanpa kontrol sosial.
Solusi: Membangun Kepedulian dan Sistem Perlindungan
Kita tidak cukup hanya menyalahkan. Kita butuh solusi yang nyata:
-
Pendidikan Seksualitas dan Moral Sejak Dini
Sekolah bukan hanya tempat belajar matematika dan IPA. Perlu ada pendidikan moral, agama, dan seksualitas berbasis nilai, agar anak-anak paham konsekuensi pergaulan tanpa batas. -
Menguatkan Ketahanan Keluarga
Keluarga adalah benteng pertama. Orang tua harus berani menjadi teman sekaligus pembimbing bagi anaknya, bukan hanya sebagai penghukum. -
Menyediakan Rumah Perlindungan dan Layanan Psikologis
Banyak ibu muda hamil di luar nikah takut karena tak ada tempat bernaung. Pemerintah perlu membuka rumah singgah yang humanis, bukan sekadar panti, tapi ruang pemulihan moral dan mental. -
Mengatur Ketat Media dan Konten Digital
Kebebasan digital harus diimbangi dengan kontrol moral. Konten yang merusak adab harus dibatasi, bukan dibiarkan viral tanpa etika. -
Menghidupkan Kesadaran Masyarakat
Kita butuh lingkungan yang peduli, bukan yang senang mencemooh. Masyarakat harus kembali peduli terhadap tetangganya, bukan jadi hakim media sosial tanpa solusi.
Penutup: Jangan Diam, Karena Kita Bisa Jadi Korban Berikutnya
Hari ini mungkin bayi itu bukan anak kita. Tapi jika kita diam, bukan tak mungkin suatu hari nanti berita memilukan itu datang dari lingkungan terdekat. Karena kejahatan sosial tak mengenal kelas, status, atau gelar.
Sudah saatnya kita berhenti sibuk menyalahkan pelaku, dan mulai membenahi sistem nilai di masyarakat. Bangun kembali norma-norma yang mengatur hubungan antar manusia. Tingkatkan kepedulian sosial. Karena setiap anak berhak lahir dalam pelukan kasih sayang, bukan dilempar ke tempat sampah.
Ini bukan soal agama, bukan soal adat semata. Ini soal kemanusiaan.
Azhari
Pemerhati Sosial dan Moral Generasi