21 Tahun Otonomi Khusus, Generasi Aceh Kehilangan Identitas Ke-Acehan?
Sudah 21 tahun berlalu sejak Aceh mendapatkan status Otonomi Khusus pasca konflik bersenjata dan damai Helsinki 2005. Namun, pertanyaan yang masih menggema di tengah masyarakat adalah: apakah Otonomi Khusus benar-benar mampu melahirkan generasi muda Aceh yang kuat, cerdas, dan bangga dengan identitas ke-Acehan-nya?
Fakta di lapangan justru menunjukkan hal sebaliknya. Generasi muda Aceh hari ini seperti terputus dari akar sejarah, budaya, dan jatidiri Aceh sendiri. Kita bisa melihatnya dari berbagai gejala:
- Minimnya ketertarikan anak muda Aceh terhadap sejarah lokal
- Lunturnya tradisi adat dan nilai Islam yang menjadi pondasi Aceh
- Melemahnya rasa memiliki terhadap daerah sendiri
- Gagap dalam menghadapi budaya luar yang makin deras masuk melalui media sosial
Jika terus dibiarkan, Aceh akan kehilangan generasi pewaris yang memahami siapa dirinya, apa tanggung jawabnya, dan untuk siapa tanah ini diwariskan.
Kenapa Ini Terjadi?
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan identitas ke-Acehan generasi muda mulai pudar:
-
Pendidikan sejarah lokal yang lemah
Kurikulum pendidikan Aceh pasca otonomi khusus belum mampu menghadirkan pendidikan sejarah, budaya, dan tokoh-tokoh Aceh secara serius. Akibatnya, anak-anak muda Aceh lebih mengenal tokoh nasional atau artis Korea dibanding pahlawan Aceh sendiri. -
Otonomi khusus yang lebih banyak terserap untuk proyek infrastruktur, bukan pembangunan karakter dan budaya
Dana Otsus yang besar seharusnya bisa digunakan untuk revitalisasi adat, pelatihan kepemudaan, literasi sejarah, hingga festival budaya Aceh. Namun sayang, program-program ini kerap dipinggirkan oleh elite politik. -
Masifnya budaya pop luar tanpa kontrol budaya lokal
Aceh, yang dulu kokoh dengan nilai Islam dan adat istiadat, kini dihantam arus digitalisasi tanpa pagar budaya. Tanpa filter dan pembinaan generasi, identitas ke-Acehan makin terkikis.
Di Mana Peran Pemerintah?
Pemerintah Aceh, baik eksekutif, legislatif, maupun para pemangku adat, harus berani jujur: selama 21 tahun ini apa saja capaian Otonomi Khusus yang langsung menyentuh pembentukan karakter generasi muda?
Beberapa langkah konkret yang seharusnya dilakukan:
- Mengintegrasikan kurikulum Sejarah Aceh, Adat Aceh, dan Syariat Islam di setiap jenjang pendidikan formal
- Membangun pusat kajian budaya Aceh di seluruh kabupaten/kota, yang melibatkan anak muda
- Mengadakan pelatihan adat dan sejarah Aceh secara rutin bagi siswa, mahasiswa, dan pemuda desa
- Memanfaatkan Dana Otsus untuk program-program penguatan identitas dan budaya digital Aceh
- Melibatkan pemuda dalam pembuatan regulasi tentang pelestarian nilai-nilai lokal
Karena tanpa generasi yang paham akar budayanya, Aceh hanya akan menjadi nama di peta tanpa makna di dada anak-anaknya.
Penutup: Aceh Harus Bangkit Memeluk Warisannya
Aceh bukan sekadar daerah, bukan pula sekadar penerima dana otsus. Aceh adalah bangsa yang punya sejarah peradaban besar, punya syariat, adat, dan nilai-nilai Islam yang khas. Tapi semua itu akan sia-sia jika tidak diwariskan ke generasi.
Otonomi Khusus seharusnya menjadi alat untuk merebut kembali jati diri itu, bukan sekadar alat politik dan ekonomi elite. Sudah waktunya Aceh menyiapkan program serius, sistematis, dan berkelanjutan untuk menyelamatkan generasi dari kehilangan identitas.
Karena masa depan Aceh ditentukan oleh sejauh mana anak mudanya mengenal siapa dirinya.
Azhari
Pemerhati Budaya, Pemerhati Politik Aceh