Dalam kehidupan, ada saat-saat di mana kata-kata tak lagi cukup untuk mengungkapkan perasaan terdalam. Ketika seseorang merasa waktunya di dunia ini kian dekat, sering kali bahasa tubuh lebih jujur dari sekadar ucapan. Seorang ayah yang mulai jarang bicara, namun lebih sering menatap anak-anaknya dalam diam, itu adalah isyarat yang berbicara lebih nyaring daripada kata. Ibu yang mulai memeluk lebih lama, atau seorang suami yang menggenggam tangan istrinya erat di kala senja, semua itu adalah bahasa tubuh yang menandakan kerinduan, harapan, dan pesan pamit secara halus.
Manusia terkadang sulit mengucapkan perpisahan secara lisan karena beratnya beban emosional. Maka tubuh menjadi media komunikasi terakhir. Sentuhan kepala seorang ayah ke pundak anak lelakinya bisa bermakna: "Jadilah laki-laki yang kuat setelah aku tiada." Pelukan lama kepada istri bisa berarti: "Maaf bila selama ini belum sepenuhnya membahagiakan, jagalah anak-anak kita."
Inilah sebabnya penting bagi kita yang hidup untuk peka membaca isyarat-isyarat itu. Jangan abaikan pelukan yang lebih erat dari biasanya, tatapan mata yang seolah menyimpan pesan, atau senyuman yang tampak berbeda di hari-hari terakhir. Di balik itu semua, ada amanah yang ingin disampaikan — tentang cinta, kerinduan, dan harapan agar keluarga tetap kuat sepeninggalnya.
Pesan moralnya: Jangan tunda meminta maaf, memeluk, dan berkata sayang, sebab bisa jadi itu adalah kesempatan terakhir. Karena manusia sering lebih menyesali hal yang tak sempat diucapkan, daripada yang pernah dilakukan