Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Cerita Gunung Seulawah dari Masa ke Masa

Senin, 14 Juli 2025 | 22:21 WIB Last Updated 2025-07-14T15:21:15Z



Cerita Gunung Seulawah dari Masa ke Masa

Oleh: Azhari

Aceh bukan sekadar kisah tentang sejarah panjang kesultanan, perang, dan perdamaian. Aceh juga menyimpan warisan alam yang tak ternilai, yang menjadi saksi bisu perjalanan waktu negeri ini. Salah satunya adalah Gunung Seulawah Agam — sebuah gunung berapi yang tak hanya menyimpan keindahan, tetapi juga cerita-cerita yang terwariskan dari generasi ke generasi.

Gunung Seulawah bukan sekadar bentang alam. Ia adalah simbol, mitos, dan saksi hidup yang menyertai denyut nadi masyarakat Aceh sejak dahulu kala hingga hari ini. Dalam setiap lapisan kabutnya, dalam hening hutan-hutan di sekitarnya, dalam jalan-jalan setapak yang ditempuh pendaki, tersimpan kisah tentang manusia, alam, dan sejarah.

Seulawah dalam Lisan Orang Tua

Sejak kecil, saya kerap mendengar kisah dari orang-orang tua di kampung. Gunung Seulawah dipercaya sebagai tempat bersemayamnya makhluk-makhluk halus, tempat para petapa dahulu mencari ketenangan, dan tempat orang-orang sakti bertapa demi mendapatkan kekuatan spiritual. Bahkan, konon pada masa Kesultanan Aceh Darussalam, kawasan Seulawah menjadi salah satu jalur penghubung antar wilayah, sekaligus benteng alami dari serangan-serangan luar.

Dahulu, orang-orang tua menyebut bahwa puncak Seulawah adalah tempat suci yang tidak sembarang orang bisa menginjak. Hanya mereka yang berhati bersih dan memiliki niat baik yang akan selamat ketika menapaki jalurnya. Cerita-cerita ini menjadi penguat moral di kalangan anak muda kampung, sekaligus bentuk pendidikan karakter yang dibungkus dalam kisah-kisah legenda.

Seulawah dan Sejarah Perjuangan

Tak banyak yang menulis tentang ini, namun dalam sejarah lisan Aceh, Gunung Seulawah juga pernah menjadi tempat persembunyian pejuang Aceh pada masa perang kolonial. Kawasan hutan lebatnya menyimpan jejak-jejak mereka yang berjuang demi mempertahankan tanah leluhur.

Konon, banyak gerilyawan Aceh bergerak melalui lereng-lereng Seulawah menuju kawasan pegunungan Tangse, Lamteuba, dan Jantho. Seulawah bukan sekadar gunung, melainkan benteng alami yang memeluk dan melindungi rakyatnya di kala penjajahan menindas.

Seulawah dalam Pandangan Modern

Hari ini, Gunung Seulawah lebih dikenal sebagai destinasi wisata alam dan lokasi pendakian. Banyak komunitas pecinta alam menjadikannya sebagai tujuan wajib. Jalur pendakiannya yang menantang, panorama puncaknya yang menawan, serta keberagaman flora dan fauna di dalam kawasan hutannya menjadi daya tarik tersendiri.

Namun sayangnya, seiring waktu, nilai-nilai filosofis dan cerita-cerita luhur tentang Seulawah mulai pudar. Gunung ini mulai sekadar dipandang sebagai objek wisata, bukan lagi sebagai simbol kebanggaan dan identitas kultural. Banyak yang mendaki tanpa memahami bahwa mereka sedang melangkah di atas jejak sejarah, di atas tanah yang pernah disucikan oleh generasi-generasi terdahulu.

Antara Pelestarian dan Eksploitasi

Ancaman lain bagi Seulawah adalah eksploitasi kawasan hutan. Penebangan liar, perambahan hutan, serta potensi aktivitas industri tambang menjadi ancaman serius. Jika ini dibiarkan, bukan hanya ekosistemnya yang rusak, tetapi juga cerita-cerita masa lalu yang terkubur tanpa jejak.

Seulawah bukan hanya milik orang Aceh hari ini, tetapi juga titipan untuk generasi masa depan. Kita memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga hutan, menjaga legenda, dan menjaga nilai-nilai budaya yang terkandung di dalamnya.

Penutup: Seulawah Adalah Kita

Gunung Seulawah adalah cermin tentang bagaimana masyarakat Aceh dahulu menyatu dengan alam, menjadikan alam sebagai kawan, bukan sekadar sumber daya. Cerita-cerita tentangnya bukan sekadar dongeng, melainkan nasihat dan petuah moral.

Hari ini, di tengah modernisasi yang kian masif, kita butuh kembali merajut kisah tentang Gunung Seulawah, menyusunnya kembali dalam narasi pendidikan, sastra, dan sejarah. Sehingga anak-anak Aceh tak hanya mengenal Seulawah dari Google Maps dan Instagram, tetapi juga dari cerita tentang leluhurnya yang berjuang, berdoa, dan menjaga negeri ini dari puncak-puncak sunyi Seulawah.

Jika generasi hari ini tak lagi menyimpan cerita tentang Seulawah, maka kita telah kehilangan satu lagi simpul penting dari jati diri Aceh.