Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Cerita Rakyat Gunung Geurutee dan Legenda yang Tak Lekang Oleh Waktu

Senin, 14 Juli 2025 | 22:37 WIB Last Updated 2025-07-14T15:39:10Z



Cerita Rakyat Gunung Geurutee dan Legenda yang Tak Lekang Oleh Waktu

Oleh: Azhari

Aceh, sejak zaman dahulu, bukan hanya dikenal dengan kekuatan militernya atau kekayaan adat dan agamanya, tetapi juga karena kisah-kisah rakyat yang diwariskan secara lisan dari generasi ke generasi. Salah satu cerita yang terus bertahan dalam ingatan masyarakat adalah legenda Gunung Geurutee, sebuah gunung indah yang terletak di Aceh Jaya. Gunung ini tak sekadar menjadi bentang alam, tetapi juga simbol kultural, ruang spiritual, dan sumber pelajaran moral.

Geurutee dalam Lisan Orang Tua

Sejak kecil, anak-anak Aceh Jaya dan sekitarnya selalu akrab dengan kisah tentang Gunung Geurutee. Orang-orang tua sering duduk di beranda rumah panggung atau di bawah rindang pohon kelapa, menceritakan bagaimana gunung itu terbentuk dari tubuh seekor naga raksasa yang bertobat, atau dari seorang anak durhaka yang dikutuk menjadi batu karena melawan ibunya. Ada pula versi tentang Geurutee sebagai penjaga pesisir barat Aceh dari ancaman jin-jin jahat dan roh-roh gentayangan yang hendak merusak kampung-kampung nelayan.

Cerita-cerita ini diwariskan dari mulut ke mulut, mengisi malam-malam tanpa listrik di masa lalu, menjadi pengantar tidur bagi anak-anak, sekaligus menjadi pedoman moral tentang pentingnya hormat pada orang tua, jujur, dan menjaga alam.

Simbol Kebesaran Alam dan Kebijaksanaan Leluhur

Gunung Geurutee bukan hanya sebuah dataran tinggi yang menyajikan pemandangan Samudera Hindia. Dalam pandangan masyarakat adat Aceh, gunung ini adalah titipan pesan dari masa lalu. Setiap lekuknya menyimpan makna filosofis.

Masyarakat dahulu percaya, siapa pun yang berbuat buruk di sekitar gunung itu, akan mendapat balasan langsung dari alam. Tanah longsor, jalan terputus, hingga ombak pasang yang merendam ladang dipercaya sebagai teguran dari roh penjaga gunung.

Keyakinan ini secara tak langsung membangun ekosistem sosial yang saling menghargai dan menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Filosofi ini bahkan masih terasa hingga hari ini, ketika banyak orang Aceh yang enggan sembarangan menebang pohon atau membuang sampah di sekitar Geurutee, karena takut akan "kemurkaan" gunung.

Legenda Sebagai Medium Pendidikan Moral

Legenda Gunung Geurutee adalah media pendidikan karakter yang sangat efektif di masa lalu. Cerita itu menyiratkan nilai tentang berbakti kepada orang tua, pentingnya hidup seimbang dengan alam, dan larangan berbuat sombong.

Anak-anak yang tumbuh dengan kisah ini secara tidak sadar memahami konsep kearifan lokal, tentang bagaimana manusia adalah bagian kecil dari semesta yang lebih besar. Cerita itu pula yang mengajarkan bahwa kekuatan bukan untuk menyakiti, bahwa alam bisa menjadi sahabat atau musuh, tergantung cara kita memperlakukan.

Di tengah era digital dan arus globalisasi saat ini, kisah-kisah seperti ini mulai terpinggirkan. Anak-anak lebih mengenal karakter dari layar ponsel ketimbang tokoh dalam cerita rakyatnya. Inilah sebabnya, banyak nilai-nilai moral lokal yang mulai luntur, karena medium pendidikannya ditinggalkan.

Menjaga Warisan Tak Tertulis

Legenda Geurutee adalah bagian dari warisan budaya takbenda Aceh. Meski tak tercatat dalam kitab resmi, ia hidup dalam ingatan kolektif masyarakat. Sayangnya, narasi-narasi ini pelan-pelan mulai terkikis.

Peran orang tua sebagai pendongeng, dan peran sekolah sebagai ruang pelestarian cerita rakyat, mulai tergantikan oleh buku pelajaran formal yang lebih banyak berorientasi nasional. Akibatnya, generasi muda lebih hafal tentang legenda Malin Kundang ketimbang legenda Geurutee, lebih mengenal Gunung Merapi ketimbang Geurutee yang tak kalah magisnya.

Sebagai sebuah komunitas adat, kita berkewajiban merawat cerita rakyat sebagai warisan jati diri. Bukan sekadar untuk nostalgia, tetapi untuk menanamkan nilai moral, identitas, dan rasa memiliki pada anak cucu.

Bila cerita rakyat hilang, maka yang hilang bukan hanya kisah, melainkan akar identitas sebuah bangsa.

Penutup: Geurutee, Kita, dan Masa Depan

Gunung Geurutee akan tetap berdiri kokoh di sana. Ia tak peduli apakah manusia masih menyebut namanya dengan hormat atau melupakannya. Tapi yang akan sangat rugi adalah manusia itu sendiri, bila tak lagi menyelami makna di balik gunung dan legenda itu.

Saatnya Aceh — melalui pemerintah daerah, lembaga adat, sekolah, dan komunitas pemuda — kembali menghidupkan cerita rakyat sebagai bagian dari pendidikan karakter dan wisata budaya.

Legenda Geurutee bukan sekadar kisah masa lalu. Ia adalah pelajaran untuk hari ini dan bekal bagi masa depan.

Geurutee bukan sekadar gunung. Ia adalah saksi, guru, dan pelindung peradaban kita.