Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Dari Negara Aceh ke Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

Selasa, 08 Juli 2025 | 00:35 WIB Last Updated 2025-07-07T17:36:08Z




Aceh adalah salah satu entitas politik tertua dan paling berdaulat di Nusantara sebelum era kolonialisme Eropa datang. Dalam catatan sejarah, Aceh tidak hanya dikenal sebagai Kesultanan Islam, tetapi juga sebagai negara merdeka yang menjalin hubungan diplomatik langsung dengan kekuatan dunia seperti Turki Utsmani, Inggris, dan Belanda. Namun perjalanan panjang sejarah itu mengalami perubahan dramatis saat Aceh dipaksa masuk dalam wilayah Hindia Belanda dan kemudian menjadi bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Bagaimana sebetulnya transisi itu terjadi? Dan bagaimana posisi politik Aceh dari negara merdeka menjadi bagian NKRI?


Aceh Sebagai Negara Merdeka

Sejak abad ke-16 hingga awal abad ke-20, Aceh berdaulat penuh sebagai Kesultanan Aceh Darussalam, yang secara hukum internasional memenuhi syarat sebagai negara:

  • Memiliki wilayah berdaulat
  • Memiliki rakyat
  • Memiliki pemerintahan
  • Menjalin hubungan luar negeri

Aceh bahkan diakui sebagai negara merdeka oleh Turki Utsmani, yang menjadi sekutu strategis dalam menghadapi kolonialisme Barat. Aceh juga mengadakan perjanjian dagang dan politik dengan Inggris, Perancis, dan Belanda sebelum akhirnya terjadi perang Aceh 1873-1942.

Meski Belanda mengklaim menaklukkan Aceh, faktanya Aceh tidak pernah secara resmi menyerahkan kedaulatannya. Sultan Muhammad Daud Syah dan rakyat Aceh tetap melakukan perlawanan hingga perang berakhir dalam bayang-bayang kekuatan militer.


Masa Kemerdekaan Indonesia: Posisi Aceh

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan 17 Agustus 1945, Aceh berdiri sendiri tanpa pengaruh Jepang atau Belanda. Bahkan, Aceh menjadi wilayah yang pertama mengibarkan bendera Merah Putih dan menjadi salah satu daerah paling loyal mendukung Republik Indonesia.

Ketika terjadi Agresi Militer Belanda II, Aceh menjadi basis pertahanan republik, bahkan bandara Blang Bintang Banda Aceh menjadi jalur keluar-masuk diplomasi dan bantuan internasional untuk Indonesia.

Teungku Daud Beureueh, ulama dan tokoh Aceh waktu itu, dengan penuh kesadaran menyerahkan kedaulatan Aceh untuk bergabung ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, bukan dengan status jajahan, tetapi dalam semangat persatuan bangsa.


Kekecewaan Aceh: Dari Otonomi ke Konflik

Sayangnya, setelah kemerdekaan, janji-janji pemerintah pusat kepada Aceh tidak sepenuhnya ditepati. Aceh yang sebelumnya dijanjikan hak otonomi penuh serta pengakuan atas hukum syariat Islam, justru dilebur ke dalam Provinsi Sumatra Utara pada 1950-an.

Hal ini memicu Pemberontakan DI/TII Aceh 1953-1962, di bawah pimpinan Teungku Daud Beureueh, yang menuntut kembalinya Aceh sebagai daerah berdaulat sesuai janji kemerdekaan. Konflik itu baru berakhir setelah perundingan damai dan Aceh diakui sebagai Daerah Istimewa Aceh dengan kekhususan hukum syariat.


GAM dan Narasi Negara Aceh

Kekecewaan atas perlakuan pusat terhadap Aceh tak kunjung reda. Pada 1976, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di bawah Hasan Tiro kembali memproklamasikan "Negara Aceh Darussalam", menuntut kemerdekaan dari Indonesia, dengan alasan:

  • Aceh adalah negara merdeka sebelum Belanda
  • Proklamasi Indonesia tidak pernah secara sah disepakati Aceh sebagai bagian wilayahnya
  • Aceh merasa diperlakukan tidak adil secara politik, ekonomi, dan budaya

Konflik bersenjata ini berlangsung selama hampir tiga dekade, hingga akhirnya tercapai Perjanjian Damai MoU Helsinki 2005, di mana Aceh tetap dalam NKRI namun dengan status Daerah Istimewa yang memiliki kekhususan lebih luas dalam pemerintahan, hukum, dan syariat.


Dari Negara Aceh ke NKRI: Pelajaran Sejarah

Perjalanan Aceh dari negara berdaulat menjadi bagian NKRI menyimpan pelajaran penting:

  1. Kedaulatan tidak selalu hilang karena kekuatan militer, tapi bisa juga lewat perundingan politik
  2. Kesetiaan Aceh kepada NKRI dibangun atas dasar komitmen kesetaraan dan penghormatan atas sejarahnya
  3. Ketidakadilan pusat dapat memicu ketegangan hingga perlawanan bersenjata
  4. Penyelesaian konflik Aceh adalah contoh model resolusi damai terbaik di Asia Tenggara

Penutup: Aceh dan NKRI Hari Ini

Kini Aceh tetap dalam pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan kekhususan:

  • Penerapan syariat Islam
  • Pemerintahan daerah dengan kewenangan lebih luas
  • Pengelolaan sumber daya alam yang lebih adil

Tapi yang perlu diingat, sejarah panjang Aceh sebagai negara merdeka tak boleh dihapus, justru harus menjadi fondasi kokoh dalam membangun hubungan yang bermartabat antara Aceh dan Indonesia.

Sebagai bagian NKRI, Aceh tetap berhak menjaga jati dirinya, hukum syariatnya, dan tradisi sejarahnya. Karena negara yang besar adalah negara yang menghargai sejarah dan hak kultural anak-anak bangsanya.


Azhari
Pemerhati Sejarah Aceh, Pegiat Literasi Budaya