Pemuda, Bisnis, dan Ancaman Narkoba di Era Digital: Sebuah Analisis Sosial
Pemuda adalah energi strategis bangsa. Mereka bukan hanya pemilik masa depan, tapi juga pengendali dinamika sosial, ekonomi, dan budaya hari ini. Di era digital, posisi pemuda berada di persimpangan jalan: satu sisi menawarkan peluang luar biasa di dunia bisnis digital, di sisi lain terbuka lebar ancaman laten berupa penyalahgunaan narkoba yang kini merambah ruang-ruang maya.
Fenomena ini perlu dianalisis secara jernih dan objektif agar kita memahami bagaimana peta peran pemuda dalam bisnis, sekaligus memetakan titik-titik rawan penyebaran narkoba di kalangan anak muda di era digital.
Pemuda dan Peluang Bisnis Digital
Perkembangan teknologi informasi telah menggeser pola bisnis tradisional ke arah digital. Saat ini, pemuda tidak lagi harus memiliki toko fisik atau modal besar untuk berbisnis. Marketplace, media sosial, dan aplikasi digital menyediakan ruang tak terbatas bagi kreativitas anak muda.
Di Aceh misalnya, banyak pemuda yang kini sukses sebagai reseller, dropshipper, content creator, hingga pelaku UMKM berbasis digital. Produk kuliner, fashion lokal, kerajinan tangan, hingga jasa digital marketing menjadi lahan subur bagi pemuda kreatif.
Bahkan, data nasional menunjukkan bahwa lebih dari 70% pelaku bisnis online di Indonesia berasal dari kelompok usia produktif, yakni 17–35 tahun. Ini membuktikan bahwa pemuda bukan sekadar pasar konsumtif, tetapi mulai bergerak menjadi pelaku ekonomi yang mandiri.
Namun di balik peluang itu, tantangannya tak ringan. Kompetisi ketat, tren yang cepat berubah, dan ancaman penipuan digital menjadi ujian bagi ketahanan mental dan etika bisnis pemuda. Maka, selain keterampilan digital, dibutuhkan juga pembinaan karakter, penguatan moral, dan literasi keuangan.
Pemetaan Pemuda dan Ancaman Narkoba di Era Digital
Sementara sebagian pemuda memanfaatkan dunia digital untuk produktivitas ekonomi, sebagian lainnya justru terjebak dalam gelombang peredaran dan penyalahgunaan narkoba berbasis digital.
Transaksi narkoba saat ini tak lagi terjadi di gang-gang sempit atau diskotik. Dengan memanfaatkan media sosial, aplikasi pesan instan, dan platform digital anonim, sindikat narkoba menyasar anak muda dengan cara yang makin canggih. Barang haram itu dipasarkan via online, transaksi dilakukan via e-wallet, dan pengantaran dilakukan melalui kurir ojek online.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menyebutkan, lebih dari 60% pengguna narkoba di Indonesia berada di rentang usia 16–35 tahun. Ironisnya, sebagian besar pengguna aktif adalah pemuda yang aktif di ruang digital.
Bukan hanya sekadar korban, sebagian pemuda justru mulai berperan sebagai perantara bahkan pengecer kecil via media sosial. Fenomena ini kian sulit dideteksi karena komunikasi mereka menggunakan akun palsu, aplikasi percakapan terenkripsi, dan transaksi tanpa tatap muka.
Kenapa Pemuda Rentan?
Ada beberapa faktor yang membuat pemuda menjadi kelompok paling rentan terhadap narkoba di era digital:
- Krisis identitas dan pencarian eksistensi — di usia muda, banyak yang ingin diakui dan dihargai oleh lingkungan, sehingga mudah terbujuk oleh iming-iming gaya hidup mewah instan.
- Stres sosial dan tekanan ekonomi — sulitnya lapangan kerja dan beban sosial membuat sebagian pemuda mencari pelarian melalui narkoba.
- Minimnya kontrol keluarga dan komunitas — di era digital, kontrol sosial melemah. Orang tua tak lagi sepenuhnya bisa mengawasi aktivitas anak-anaknya di dunia maya.
- Kemudahan akses digital — narkoba kini lebih mudah didapat lewat platform digital ketimbang di dunia nyata.
Membangun Strategi: Bisnis Digital sebagai Alternatif Produktif
Jika ancaman narkoba di era digital menyasar pemuda melalui jalur ekonomi dan gaya hidup, maka cara paling efektif untuk menangkisnya adalah dengan menyediakan alternatif produktif yang menarik: bisnis digital.
Pemerintah daerah, kampus, organisasi kepemudaan, dan komunitas bisnis harus bersinergi membangun ekosistem bisnis digital ramah pemuda. Pelatihan, pendampingan startup, inkubator bisnis, serta literasi digital dan keuangan harus diperluas.
Jika ruang-ruang produktif itu tidak disiapkan, pemuda akan lebih mudah tergelincir ke ruang-ruang gelap digital. Karena bagi anak muda, ruang kosong tanpa aktivitas produktif akan diisi oleh siapa saja — termasuk oleh sindikat narkoba.
Pemuda, Ambil Peran!
Era digital adalah medan pertempuran. Di satu sisi terbentang peluang emas di dunia bisnis, di sisi lain ada ancaman narkoba yang bergerilya di ruang maya.
Pemuda tidak boleh jadi penonton. Harus ada keberanian untuk mengambil peran, memperkuat jejaring bisnis digital, sekaligus aktif dalam gerakan pencegahan narkoba berbasis komunitas dan media digital.
Karena di tangan pemuda, Aceh dan Indonesia akan menentukan masa depannya: apakah menjadi bangsa produktif, atau bangsa yang remuk karena narkoba digital.
Bangkitlah, karena bangsa ini menunggu kerja dan akal sehat pemudanya.
Azhari
Pemerhati Sosial dan Kepemudaan Aceh