Pemuda dalam Identitas dan Mencari Figur di Era Digital
Di era digital ini, pemuda tak hanya hidup dalam dunia nyata, tetapi juga berenang dalam arus informasi yang tak pernah tidur. Mereka tak hanya berhadapan dengan realitas di sekitarnya, tapi juga dengan dunia semu yang hadir di layar-layar kecil di genggaman tangan. Di tengah banjir konten, viralitas selebritas digital, dan hiruk pikuk algoritma, satu hal yang diam-diam hilang dari diri banyak pemuda: identitas.
Ya, banyak pemuda hari ini kehilangan arah, bukan karena tak punya potensi, tapi karena kehilangan figur. Mereka kebingungan memilih siapa yang patut ditiru, apa yang patut diperjuangkan, dan ke mana arah langkah harus diarahkan.
Di Mana Figur Itu?
Dulu, pemuda meneladani tokoh nyata di sekitarnya: guru, ulama, ayah yang bijak, atau pejuang di kampung halaman. Sekarang, banyak figur itu tergantikan oleh influencer, seleb TikTok, atau tokoh instan yang dikenal bukan karena kebijaksanaannya, tapi karena kelihaiannya menciptakan sensasi.
Sebagian pemuda mengikuti mereka bukan karena kagum, tapi karena tak menemukan alternatif figur di sekitarnya. Mereka bukan tidak mau tumbuh, tapi tidak tahu kepada siapa harus belajar.
Era digital memang menyediakan ribuan wajah dan suara, tapi sangat sedikit yang memberi keteladanan. Banyak yang pandai bicara, tetapi sedikit yang jujur dalam laku. Banyak yang viral, tapi sedikit yang bernilai.
Mencari Jati Diri di Tengah Kebisingan
Ketika pemuda mencari figur, sebenarnya mereka sedang mencari potret masa depan mereka sendiri. Tapi sering kali, dunia digital hanya menawarkan bayangan semu — sosok yang tampak sempurna di layar, tapi rapuh di balik kamera.
Ini membuat banyak pemuda merasa kecil, tidak cukup keren, tidak cukup kaya, tidak cukup tampan atau cantik. Mereka terjebak dalam perbandingan tanpa akhir, lupa bahwa identitas bukanlah tentang siapa yang paling disukai publik, tetapi siapa yang paling mengenal dirinya sendiri.
Maka sebelum mencari figur di luar, pemuda harus terlebih dahulu menemukan dirinya. Siapa aku? Untuk apa aku hidup? Apa yang bisa aku berikan untuk masyarakat dan bangsaku? Itu pertanyaan yang seharusnya lebih sering ditanyakan daripada sekadar "apa yang sedang tren hari ini?"
Tantangan dan Harapan
Kehilangan figur di era digital adalah tantangan, tapi juga peluang. Di sinilah pentingnya peran keluarga, guru, komunitas, dan tokoh-tokoh lokal untuk hadir dan tampil sebagai panutan nyata — bukan dalam pencitraan, tapi dalam kedekatan, konsistensi, dan ketulusan.
Pemuda butuh figur yang bisa disentuh, bukan hanya ditonton. Mereka perlu sosok yang bisa berdialog, bukan hanya memerintah. Mereka butuh inspirasi yang membumi, bukan motivasi kosong yang hanya tampil di spanduk seminar.
Tapi yang paling penting, pemuda juga harus belajar menjadi figur bagi sesamanya. Jangan hanya menunggu panutan datang. Jadilah cahaya kecil di tengah kegelapan. Jadilah teman yang mendukung, kakak yang membimbing, dan pemuda yang bangkit bukan untuk dirinya sendiri, tapi untuk orang lain.
Kembali ke Diri
Di tengah era digital yang penuh gemerlap dan tipu daya, jangan hilang arah. Jangan jadikan layar ponsel sebagai penentu siapa kamu dan bagaimana kamu harus menjadi. Dunia boleh berubah, tapi prinsip dan nilai tidak boleh ikut larut.
Pemuda adalah masa depan. Tapi masa depan hanya bisa dibangun jika kamu mengenal siapa dirimu hari ini.
Jangan biarkan dirimu dibentuk oleh algoritma. Bentuklah dirimu dengan nilai, perjuangan, dan integritas. Karena yang viral belum tentu bernilai. Tapi yang bernilai, akan selalu dikenang, bahkan setelah zaman berubah.
Azhari
Penulis