Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Ulama Mufti Kerajaan Aceh Sarankan Masyarakat Aceh Kembali Belajar Sifat 20

Sabtu, 19 Juli 2025 | 22:32 WIB Last Updated 2025-07-19T15:32:20Z




Refleksi Sejarah Tauhid dan Identitas Keislaman Aceh



“Suatu bangsa akan terhina jika ia tidak mengenal sejarahnya.”
Kutipan ini tidak hanya membentang sebagai peringatan, tetapi menjadi nyala api yang terus menyala dalam dada para pencinta Aceh, tanah warisan ulama dan syuhada. Di antara pusaka agung yang diwariskan para ulama Aceh Darussalam kepada umat adalah ilmu tauhid yang dikenal dengan Sifat 20—sebuah fondasi keimanan yang tak lekang oleh zaman.

Namun kini, ketika zaman berlari cepat dan metode baru dalam belajar agama mulai marak, muncul sebuah kegelisahan: Mengapa masyarakat Aceh lebih memilih metode luar yang asing dari akar warisan sendiri?


Sifat 20: Warisan Tauhid dari Para Ulama dan Mujahid

Sejarah mencatat bahwa ulama-ulama besar Aceh seperti Syeikh Abdur Rauf as-Singkili, Syeikh Hamzah Fansuri, Syeikh Faqih Jalaluddin, Syeikh Abbas bin Muhammad, hingga Tgk Chik di Tiro, Tgk Chik Tanoh Abe, dan Tgk Cik Pante Khulu adalah tokoh-tokoh pembawa obor tauhid Ahlusunnah wal Jamaah di bumi Aceh. Mereka tidak hanya mengajarkan tauhid sebagai ilmu, tapi sebagai ruh perlawanan dan kekuatan moral dalam melawan penjajahan.

Ilmu Sifat 20 adalah inti dari ajaran tauhid mereka—ilmu yang mengajarkan manusia mengenal Allah melalui 20 sifat wajib, 20 sifat mustahil, dan satu sifat jaiz-Nya. Ini bukan sekadar hafalan atau pelajaran klasik, melainkan panduan hidup dan pembentuk karakter. Ulama Aceh memandang bahwa mengenal Allah adalah permulaan dari segala amal.


Tauhid Sebagai Landasan Perjuangan

Tgk Chik di Tiro pernah berkata, “Jika kita mati dalam jihad sebelum mengenal Allah, maka perang kita hanya kemarahan, bukan ibadah.” Ini menegaskan bahwa perjuangan Aceh selama ratusan tahun melawan kolonialisme bukanlah sekadar heroisme fisik, melainkan spiritualitas yang dibentuk oleh tauhid.

Bayangkan—sebuah kerajaan dan rakyat yang disatukan oleh ilmu tauhid. Dari para mufti istana hingga pasukan perang, semua belajar Sifat 20 sebagai syarat dasar untuk menjadi hamba dan mujahid. Aceh bukan hanya pusat dakwah, tetapi juga pusat ilmu kalam, tafsir, dan tasawuf yang disinari oleh cahaya Ahlusunnah wal Jamaah.


Ketika Warisan Ditinggalkan, Jati Diri Mulai Terkikis

Kini, dalam era globalisasi dan digitalisasi ilmu agama, banyak generasi muda Aceh memilih belajar tauhid dengan pendekatan asing yang mengabaikan metode warisan ulama lokal. Tidak sedikit yang meninggalkan kitab-kitab tauhid klasik seperti Aqidatul Awam, Sanusi, Matn Umm al-Barahin, dan beralih pada pendekatan tekstual, instan, dan dalam beberapa kasus, ekstrem.

Apa yang terjadi? Sebagian karena kurangnya penyambung lidah warisan ini—banyak dayah atau sekolah agama yang mulai meninggalkan kajian mendalam sifat 20 demi mengejar "trend" pemahaman baru. Sebagian lainnya karena serangan pemikiran luar yang tidak memuliakan khazanah lokal.

Padahal, ketika kita meninggalkan warisan ulama, kita sedang melepaskan jangkar sejarah yang menyambung kita dengan para syuhada dan orang-orang saleh.


Kebangkitan Dimulai dari Tauhid

Masyarakat Aceh perlu menyadari bahwa kebangkitan spiritual, sosial, bahkan politik harus dimulai dari reformasi aqidah. Dan reformasi bukan berarti meninggalkan yang lama, tetapi kembali menyambungkan rantai yang putus.

Kita butuh gerakan kultural yang mendorong pengajaran Sifat 20 kembali dari rumah-rumah, dayah, hingga institusi resmi. Pemerintah daerah dan ulama mesti bersinergi membangkitkan kembali kitab tauhid klasik Aceh agar tidak hilang di perpustakaan tanpa pembaca.


Ulama Sebagai Pilar Identitas Aceh

Ulama bukan hanya pembimbing ruhani, mereka adalah identitas Aceh. Jika ingin menyelamatkan masa depan Aceh, maka penyelamatan harus dimulai dari mengenang, memuliakan, dan meneruskan ilmu mereka. Termasuk dalam hal ini adalah ilmu tauhid yang menjadi pilar utama ke-Acehan.

Aceh adalah negeri yang diberkahi karena akidah dan syariat. Namun jika pondasi akidah sudah tidak dipahami, bagaimana mungkin syariat akan berdiri dengan kokoh?


Penutup: Kembali ke Jati Diri

Hari ini, para mufti Aceh dari masa lalu seolah berteriak dari liang kubur: "Jangan lupakan Sifat 20, karena di sanalah letak kemuliaanmu!" Ini bukan sekadar pelajaran tauhid, tapi pelajaran tentang siapa diri kita sebagai bangsa, sebagai anak cucu pejuang, dan sebagai umat Rasulullah.

Mari kita hidupkan kembali ilmu warisan ulama, bukan karena fanatik masa lalu, tapi karena dari sanalah lahir akhlak, adab, dan kemuliaan yang menjadikan Aceh mulia di mata dunia dan langit.

Aceh akan kembali bersinar, bila ia kembali mengenal Tuhannya—melalui warisan Sifat 20.


#Sifat20 #UlamaAceh #TauhidAhlusunnah #WarisanUlama #IdentitasAceh