Setiap manusia yang lahir ke dunia ini telah digariskan jalan takdirnya oleh Allah Swt. Ada yang hidup dalam kemudahan, ada pula yang ditempa ujian sejak kecil. Namun satu hal yang tak pernah berubah adalah cinta seorang ayah kepada anaknya. Cinta yang mungkin tak selalu terucap, tapi diam-diam menjadi do'a yang mengalir dalam sujud-sujud panjangnya di keheningan malam.
Aku ingin menulis tentang sebuah pesan, sebuah wasiat sederhana dari seorang ayah kepada anaknya. Wasiat yang barangkali tak tertulis di atas kertas, namun abadi dalam hati, menjadi bekal dan penuntun jalan kehidupan.
"Nak, ketika ayah tiada nanti, jangan tinggalkan shalatmu. Lanjutkan pendidikanmu, baik agama maupun dunia. Dan ingat, apakah kamu sukses ataupun tidak, bantulah umat, dan jadilah insan yang berguna bagi agama di setiap langkahmu."
Kalimat itu terdengar sederhana, tapi menyimpan makna yang dalam. Ia bukan sekadar pesan seorang ayah yang takut anaknya tersesat, tapi cermin dari kerinduan seorang lelaki tua agar anaknya menjadi manusia yang tak hanya hidup untuk dirinya, melainkan untuk manusia lain.
Jangan Pernah Tinggalkan Shalatmu, Nak
Di antara banyak pesan dunia, pesan tentang shalat adalah yang paling utama. Sebab shalat adalah tiang agama, jalan penghubung antara hamba dan Tuhannya. Di saat manusia lain berpaling, di saat dunia membelakangi, shalat akan tetap menjadi tempat terbaik mengadu dan menyusun kekuatan hati.
Anakku, ketika hidup terasa berat, ketika masalah menghimpit dari segala arah, jangan tinggalkan shalatmu. Sebab di sanalah tempatmu membisikkan segala resah. Sebab shalat bukan sekadar ritual, tapi sebuah perjumpaan jiwa dengan Pemilik segala kehidupan.
Betapa banyak orang terjebak dalam gemerlap dunia, mengejar jabatan, harta, dan pujian, namun kehilangan dirinya. Mereka lupa bahwa dunia hanyalah persinggahan sementara, dan shalat adalah bekal untuk perjalanan yang abadi.
Teruskan Pendidikanmu, Nak: Agama dan Umum
Pesan kedua yang disampaikan adalah tentang ilmu. Jangan pernah berhenti belajar. Ilmu agama adalah cahaya hati yang membimbingmu agar tak salah arah, sementara ilmu umum adalah alat untuk membangun peradaban. Keduanya bukan dua hal yang bertentangan, tapi saling melengkapi.
Di zaman ini, banyak orang yang cerdas tapi tak punya akhlak, dan banyak pula yang berilmu agama tapi menutup mata dari urusan umat. Jadilah manusia yang menguasai keduanya. Agamamu akan membimbing hatimu, ilmumu akan membangun masyarakat.
Lanjutkan pendidikan, nak. Bukan demi gelar di belakang nama, tapi demi kebermanfaatan bagi sesama. Karena sesungguhnya, orang yang berilmu akan dikenang bukan karena ijazahnya, melainkan karena karya dan baktinya.
Sukses atau Tidak, Tetaplah Berbuat untuk Umat
Wasiat ini yang paling menyentuh. Di saat sebagian orang menjadikan sukses sebagai standar nilai diri, ayahmu berkata: "apakah kamu sukses atau tidak, bantulah umat."
Karena dalam hidup ini, bukan hanya tentang pencapaian, tapi tentang manfaat. Tak peduli seberapa besar jabatanmu, seberapa tinggi hartamu, jika tak bermanfaat bagi sesama, maka sia-sialah semua itu.
Anakku, jangan ukur dirimu dengan materi, jangan ukur harga hidupmu dengan nilai-nilai dunia. Jadilah orang yang keberadaannya dirindukan masyarakat, dan kepergiannya dikenang karena kebaikannya. Jadilah seperti mata air yang tak pernah sombong, walau menghidupi banyak nyawa.
Ingatlah, bahwa manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.
Akhir Kata: Wasiat Abadi Seorang Ayah
Hidup ini singkat, anakku. Satu per satu orang yang kita cintai akan pergi. Dan saat itu tiba, hanya do'a dan amal baik yang tersisa. Pesan ayah ini mungkin akan kamu kenang di sela-sela kesibukanmu kelak. Di saat kamu merasa lelah mengejar dunia, di saat kamu merasa goyah, ingatlah bahwa kamu memiliki tugas untuk agama dan umat.
Jangan lupa shalatmu. Jangan berhenti belajar. Jangan abaikan mereka yang membutuhkan uluran tanganmu.
Karena itulah sebaik-baiknya manusia.
Semoga kelak, saat kita dipertemukan kembali di akhirat, kamu datang dalam keadaan membawa amal dan manfaat yang telah kamu tebarkan. Dan ayahmu bisa berkata bangga, "itu anakku, yang tak hanya hidup untuk dirinya, tapi juga untuk umat dan agamanya."
Wassalam
Penulis Azhari advokat dan akademisi kampus universitas Islam Aceh