Notification

×

Iklan

FOTO KEGIATAN

Indeks Berita

Silaturahmi Lebih Panjang dari Politik: Menjaga Lisan, Merawat Persaudaraan

Rabu, 20 Agustus 2025 | 00:47 WIB Last Updated 2025-08-19T17:47:59Z





Kehidupan politik di negeri ini, baik di tingkat pusat maupun daerah, selalu diwarnai oleh hiruk pikuk perebutan kekuasaan. Setiap lima tahun sekali, pesta demokrasi menjadi panggung besar yang mempertemukan berbagai kepentingan. Ada tim sukses yang terbentuk, ada pertemanan yang terjalin, namun ada juga persahabatan yang retak. Semua karena satu hal: ambisi kekuasaan.

Namun mari kita renungkan sejenak: tim sukses hanya bertahan lima tahun jika kandidat yang diusung menang, bahkan bisa lebih singkat jika kalah. Tetapi silaturahmi, hubungan hati dan persaudaraan, adalah warisan yang jauh lebih panjang—bisa seumur hidup, bahkan meninggalkan kebaikan setelah kita meninggal. Inilah yang sering terlupakan.

Politik: Musim yang Berganti

Politik ibarat musim. Ada saatnya hangat dengan pujian, ada saatnya dingin dengan caci maki. Tim sukses, pendukung, dan relawan bisa berada di garis depan hari ini, namun besok bisa terlupakan begitu saja. Periode jabatan memiliki batas, tetapi hubungan antarmanusia tidak memiliki masa kadaluarsa.

Kemenangan politik hanyalah formalitas duniawi yang diberi batas waktu lima tahun sekali. Sementara itu, nilai silaturahmi yang tulus tak mengenal periode. Ia bisa tumbuh, terjaga, bahkan tetap hidup ketika seseorang sudah tidak lagi memegang jabatan.

Sayangnya, banyak yang terjebak. Demi kursi kekuasaan, seseorang rela memutus tali persaudaraan. Sahabat lama dijadikan lawan, saudara kandung dipandang asing, bahkan tidak sedikit orang yang rela menginjak harga diri orang lain demi sekadar masuk lingkaran tim pemenangan.

Silaturahmi: Warisan Abadi

Islam mengajarkan bahwa silaturahmi adalah pintu rezeki dan perpanjang umur. Nabi Muhammad SAW berpesan bahwa siapa yang ingin dimudahkan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah silaturahmi. Artinya, nilai silaturahmi lebih tinggi dari sekadar perebutan dunia.

Ketika kita menjaga silaturahmi, kita sesungguhnya sedang menanam kebaikan yang akan tumbuh tanpa batas. Kita boleh berganti pekerjaan, berpindah tempat tinggal, atau tidak lagi berkuasa, tetapi orang-orang yang pernah kita jaga hatinya akan tetap mengingat kebaikan itu. Bahkan doa mereka menjadi cahaya bagi kita, meski kita sudah tidak berada di dunia lagi.

Sebaliknya, jika kita memutus silaturahmi, kita sesungguhnya sedang mempersempit ruang hidup kita sendiri. Tidak ada jabatan yang abadi, tidak ada kekuasaan yang kekal, tetapi luka akibat terputusnya persaudaraan bisa diwariskan hingga ke anak cucu.

Jaga Lisan, Jaga Marwah

Perpecahan dalam pergaulan dan politik sering bermula dari lisan. Kata-kata yang tidak dijaga bisa melukai hati lebih dalam daripada pisau. Lisan yang tajam bisa memutus persaudaraan, bahkan menghancurkan persahabatan yang sudah dibangun puluhan tahun.

Kita perlu selalu mengingat pesan bijak: “Boleh berbeda pilihan, tapi jangan hilang persaudaraan. Boleh kalah dalam kontestasi, tapi jangan kalah dalam akhlak.”

Menjaga lisan berarti menahan diri dari caci maki, fitnah, dan janji palsu. Seorang bijak tidak menggunakan lisannya untuk menginjak orang lain demi meninggikan diri. Justru lisan digunakan untuk menebar kebaikan, memberi semangat, dan menenangkan hati orang-orang di sekitarnya.

Sebab, apa arti kemenangan politik bila setelahnya kita kehilangan sahabat? Apa arti jabatan tinggi bila setelahnya kita tidak lagi disapa oleh keluarga atau tetangga?

Kematian: Pengingat Abadi

Hidup ini terlalu singkat untuk dihabiskan dengan permusuhan. Tidak ada yang tahu kapan ajal datang menjemput. Bisa jadi hari ini kita berdebat keras karena perbedaan pilihan, tetapi esok salah satu dari kita sudah dipanggil oleh Tuhan.

Pada akhirnya, yang kita tinggalkan bukanlah jabatan atau kemenangan politik. Yang kita tinggalkan adalah jejak kebaikan, doa dari orang yang pernah kita bahagiakan, dan silaturahmi yang pernah kita jaga.

Maka, sebelum terlambat, mari kita belajar menundukkan ego. Jangan biarkan politik lima tahun merusak hubungan seumur hidup. Jangan biarkan ambisi singkat membuat kita kehilangan persaudaraan yang abadi.

 Kemenangan Sejati

Kemenangan sejati bukanlah ketika calon yang kita dukung memenangkan kursi, melainkan ketika kita tetap bisa berjabat tangan meski berbeda pilihan. Kemenangan sejati adalah ketika kita mampu menjaga lisan, menghargai perbedaan, dan merawat silaturahmi hingga akhir hayat.

Mari kita ingat baik-baik: Tim sukses hanya lima tahun kalau menang, tetapi silaturahmi adalah seumur hidup. Jagalah lisan, karena hidup tidak selamanya. Pada akhirnya, yang tersisa hanyalah nama baik dan doa kebaikan yang kita tinggalkan 


Penulis Azhari